Tadarus
Tadarus menjadi salah satu amalan favorit di bulan Ramadhan. Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad melalui malaikat Jibril pada bulan penuh berkah (Qs Al-Baqarah: 185, Al-Qadr: 1-5). Ada pandangan: (1) wahyu Al-Qur’an diturunkan sekaligus dari lauh mahfudz ke baitul izzah pada malam lailatul qadar, lalu turun berangsur kepada Nabi dalam 20 atau 23 tahun; (2) Al-Qur’an turun berangsur ke baitul izzah selama 20 atau 23 malam lailatul qadar, lalu turun kepada Nabi dalam waktu 20 atau 23 tahun; (3) Al-Qur’an turun bertahap selama 20 atau 23 tahun, dimulai pada malam lailatul qadar.
Praktik tadarus pertama bermula dari tradisi Nabi dan Jibril. “Rasulullah saw adalah manusia yang paling lembut, terutama pada bulan Ramadhan ketika malaikat Jibril as menemuinya, dan Jibril mendatanginya setiap malam di bulan Ramadhan, Jibril mengajarkannya Al-Quran (fayudarisuhu al-qur’an). Sungguh Rasulullah saw orang yang paling lembut daripada angin yang berhembus,” (HR Bukhari, dari Ibnu Abbas).
Kata tadarus terambil dari kata dalam hadits tersebut. Tadarus merupakan bentukan dari akar kata darasa-yadrusu yang berarti belajar atau mempelajari. Kata dasar yang ditambah huruf ta’ di depan dan harakat panjang pada huruf dal, menjadi tadaarasa–yatadaarasu, menunjukkan makna saling belajar atau mempelajari bersama. Awalan ta’ dan tambahan alif setelah fa’ fi’il bermakna li musyarakah baina itsnaini, yaitu menunjukkan saling interaksi dua orang. Menurut Kamus Al-Munawwir, kata tadarus artinya mempelajari bersama-sama.
Dari akar kata darasa ini lahir kata madrasah, yang berarti tempat belajar. Lahir juga kata mudarris, bermakna orang yang mengajar. Dalam KBBI, kata tadarus diartikan sebagai “pembacaan Alquran secara bersama-sama (dalam bulan puasa)”.
Sekadar membaca lebih tepat menggunakan kata tala-yatlu (tilawah) atau kata qaraa-yaqrau (qiraah). Dalam Al-A’raf ayat 204, dinyatakan, “Apabila dibacakan Al-Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat.” Di antara pesan utama Qur’an adalah perintah iqra, yang tidak hanya membaca, tetapi juga mengkaji dan menghasilkan pengetahuan.
Hal pokok dari kata darasa-yadrusu yang membentuk kata tadarus adalah adanya penekanan pada proses belajar memahami makna bacaan. Ada proses mempelajari sebagaimana Nabi bertadarus, membaca dan mempelajari Al-Quran bersama malaikat Jibril di bulan Ramadhan. Jibril memberitahu Nabi tentang cara membaca, letak dan urutan suatu ayat dan surat. Hadis ini menjadi dalil bagi yang meyakini bahwa urutan ayat dan surat dalam mushaf Al-Qur’an disusun berdasarkan petunjuk Allah kepada Nabi melalui malaikat Jibril (tauqifi). Pendapat lain menyatakan tidak tauqifi, melainkan hasil ijtihad para sahabat setelah Nabi wafat.
Di antara hikmah diturunkannya Al-Qur’an secara berangsur-angsur adalah supaya Nabi dapat mempelajari secara bertahap untuk lebih menguatkan hati (Qs Al-Isra: 106, Al-Furqan: 32). Kata Aisyah, “Akhlak Nabi adalah Al-Qur’an,” (HR Muslim).
Ketika wahyu didiktekan oleh Jibril, Nabi pernah tergesa-gesa ingin segera menghafal, khawatir tidak dapat mengikuti bacaan Jibril. Allah menegur, “Sesungguhnya atas tanggungan Kamilah mengumpulkannya (di dadamu) dan (membuatmu pandai) membacanya.” Kisah ini diabadikan dalam Al-Qiyamah: 16-19.
Al-Qur’an merupakan kitab petunjuk bagi yang mau mengkaji dan menimba berbagai lapisan maknanya. Tadarus merupakan ibadah serta wujud usaha kita untuk menggali petunjuk, bukan untuk menunjuk-nunjuk kesalahan orang lain. Di bulan suci, kesempatan mempelajari Al-Qur’an dengan penuh penghayatan dan suasana hati yang jernih justru terbuka lebar. (Muhammad Ridha Basri)
Sumber: Majalah SM Edisi 8 Tahun 2021