Pandangan Prof Emil Salim dalam Meneropong Perubahan Iklim di Bumi
JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Setelah Prof Haedar Nashir menyampaikan Pidato Iftitah di acara Seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah Ke-48 di Universitas Muhammadiyah Pontianak Kalimantan Barat, kini giliran Prof H Emil Salim, MA., PhD turut memberikan keynote speaker.
Dalam pemaparannya, Prof Emil membentangkan krisis dunia yang tengah dihadapi masih berada di posisi Covid-19. Dia berasal dari Wuhan satu tempat yang disebabkan kelelawar, bukan oleh manusia. Sehingga disebut Wabah Zoonosis. “Wabah menjalar ke seluruh dunia secara cepat dan yang menjadi masalah mengapa kelelawar menyebarkan suatu penyakit kepada manusia? Jawabannya karena ekosistem tempat tinggal kelelawar alami terganggu oleh manusia”, tukasnya dalam acara tersebut.
Kemudian, krisis yang dihadapi manusia adalah perubahan iklim. Sejak revolusi industri hingga sekarang iklim dunia mengalami kenaikan suhu bumi akibat pencemaran industri yang perlu dikendalikan agar di tahun 2050 kenaikan gas rumah (a.l. CO2) mencapai : Net zero sum. Prof Emil menuturkan, “Fakta menunjukkan pertemuan paris agreement 2015 sepakat bahwa agar dunia bekerja sama dalam persetujuan paris tersebut agar tahun 2050, jumlah pencemaran udara nol (net zero sum). Artinya kadar pencemaran yang dikeluarkan diikuti kemampuan menghisap”, tandasnya. Tambahnya, inter-Gevemmental Panel on Climate Change “IPCC” dalam laporannya bulan Februari 2022, menyimpulkan bahwa cita-cita ini tidak dicapai bahkan kemungkinan besar bahwa net zero sum, dipercepat tidak pada tahun 2050, akan tetapi tahun 2040.
Lalu, krisis dehumanisasi ilmu. Sejak revolusi industri terjadi pergeseran pengembangan dari sumber energi alami tenaga hewan ke energi buatan manusia, mendukung perkembangan artificial intelligence. Yang diandalkan adalah terutama kemampuan penggunaan teknologi fisik, seperti artificial intelligence yang mengandalkan kemampuan rasionalitas dan mengabaikan religiusitas. Baginya perkembangan dunia mengarah ke prikehidupan serba mekanik, machinal dan robotic yang serba mekanis tanpa rasa kehidupan budaya, sosial, dan juga agama.
Dalam suasana tersebut, terdapat jua tantangan Indonesia yang dihadapi. Ada beberapa tantangan yang dihadapi menurut Prof Emil.
Pertama, sebagai negara tropis maka perubahan iklim global mempengaruhi perubahan iklim nasional seperti kelangkaan air minum (khusus di pulau-pulau), pertanian, pangan, kesehatan dan lain-lain. Sehingga memerlukan pendekatan lokal/daerah dalam menanggapi perubahan iklim.
Kedua, mengingat belum tersebarnya keterampilan dan keahlian sumber daya manusia secara merata di seantero tanah air, maka perlu di tingkatkan pengembangan sumber daya manusia di daerah. Agar mampu secara mandiri menanggapi permasalahan lokal.
Beberapa tantangan lingkungan Indonesia masa kini meliputi gempa bumi, tsunami, letusan gunung api, banjir, tanah longsor, kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, cuaca ekstrim, dan gelombang panas/abrasi. Dan bencana alam karena perubahan iklim di dominasi pelbagai bentuk yakni cuaca ekstrim, banjir, kekeringan, dan juga kebakaran hutan dan lahan.
Pada saat yang sama, Prof Emil juga menjelaskan ihwal pengalaman Bait al-Hikmah menjadi beberapa poin relevan. Pertama, peradaban Islam mencapai puncaknya di abad 9-13 ketika tumbuh berkembang Bait al-Hikmah (the house of wisdom) di Baghdad, yang dibangun oleh Harun al-Rasyid dan menghasilkan tokoh-tokoh ilmuan terkemuka dunia. Seperti al-Khawarismi, Ibn Sina, dan lain-lain. Kedua, al-Khawarismi mengembangkan ilmu bintang astronomi, aljabar dan angka nol (0) yang di ilhami oleh keinginan menghayati Al-Quran. Ibn Sina mengembangkan ilmu kedokteran berpegang pada surat Al-Quran : Al-Ankabut ayat 19 dan 20, [19] Dan apakah mereka tidak memperhatikan bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian mengulanginya (kembali). Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. [20] Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Baginya, Bait al-Hikmah menjadikan Al-Quran sebagai sumber kajian dan inspirasi untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sekaligus diterapkan bagi kesejahteraan hidup manusia. Maka surat Al-Ankabut [29]: 20 tersebut menjadi petunjuk Al-Khawarismi mengembangkan astronomi, aljabar, matematika, dan angka nol (0) melalui ilmu aljabar, ilmu kedokteran, ilmu kimia, dan ilmu yang lainnya.
Di akhir acara, Prof Emil memberikan saran dan himbauan berupa dua hal, Pertama, hakekat krisis kehidupan dewasa ini adalah tidak serasinya perkembangan hidup material dengan spiritual manusia. Oleh karena itu, menjadi tanggung jawab cendekiawan muslimin Indonesia untuk mengajak cendekiawan agama-agama lainnya, mengkaji penyelesaian permasalahan tantangan pembangunan dan kehidupan bangsa yang kita hadapi dengan kembali mengkaji petunjuk dan ajaran Ilahi pada umat manusia.
Kedua, untuk itu disarankan agar pola pendekatan cendekiawan Bait-al-Hikmah untuk menggali dan mengembangkan ilmu berdasarkan ilham yang dipetik dari ajaran Al-Quran dalam rangka pelaksanaan ideologi bangsa Pancasila yang diharap bisa dipelopori oleh Muhammadiyah. (Cris)