Undang Kepala Pesantren Waria, Pelatihan Da’i IPM DIY Belajar Dakwah Inklusif
YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Muhammadiyah Daerah Istimewa Yogyakarta (PW IPM DIY) mengundang Kepala Pondok Pesantren Waria Al-Fatah, Shinta Ratri untuk mengisi materi Pelatihan Da’i Pelajar Muhammadiyah (PDPM) III tentang Dakwah Inklusif Pelajar pada hari Sabtu (16/4) di Dusun Gangsiran, Desa Madurejo, Prambanan, Sleman. Adapun PDPM III ini diikuti 18 peserta dari seluruh Indonesia.
Shinta Ratri menyampaikan Dakwah inklusif adalah memahamkan kelompok lain dengan dasar kesetaraan.
“Dakwah inklusif bermula dari memberikan pemahaman tentang kesetaraan, dan posisi kita adalah memberi penguatan terhadap kelompok-kelompok yang rentan mendapatkan diskriminasi,” jelasnya.
Lanjutnya, ia menambahkan kelompok rentan seperti lansia, disabilitas, waria, penghayat kepercayaan. Selain itu mereka juga sesama makhluk memiliki hak yang sama seperti manusia lainnya.
“Dakwah yang efektif adalah kita memberikan contoh atau sebagai tauladan dan memberikan kebermanfaatan,” lanjut Shinta.
“Selama materi Bu Shinta lebih banyak membuka ruang diskusi dengan tanya jawab, dan peserta antusias terhadap materi dan menjalani diskusi dengan baik,” terang Wafiq.
Faiz Arwi, Ketua Bidang Kajian Dakwah Islam (KDI) PW IPM DIY menyampaikan tahun ini bidang KDI PW IPM DIY membuat arus baru dalam Pelatihan Da’i Pelajar Muhammadiyah (PDPM). Berangkat dari tema “Dakwah Inklusif Pelajar Berdaulat”, mencoba membuat model baru dalam proses pelatihan.
Peserta tidak lagi hanya duduk manis didalam kelas, namun juga langsung diterjunkan ke tengah-tengah masyarakat untuk melakukan pengabdian. Peserta diterjunkan di 6 dusun dan 6 masjid untuk melaksanakan mengajar TPA, Muazin, Imam, Kultum Shalat Shubuh dan juga Tarawih.
“Dengan model tersebut, pelatihan tidak hanya mendengarkan teori-teori, tetapi juga Learning by doing, serta meneguhkan IPM e Masjid,” jelas Faiz.
Ketua Umum PW IPM DIY, Racha Julian Chairurrizal menjelaskan IPM DIY sangat beruntung bisa belajar langsung dengan Bu Shinta. Tentunya kami bisa belajar bagaimana sejatinya menjadi manusia. Menghargai perbedaan, mengapresiasi kemampuan, dan menyelesaikan permasalahan tanpa melihat sekat golongan apapun.
“Mungkin sudut pandang aqidah, fiqih dan sejenisnya kita bisa berbeda. Tapi soal semangat muamalah rahmatan lil alamin, saya pikir Bu Shinta adalah salah satu mentor yang tepat untuk kami pilih,” tuturnya. (rpd)