Memimpinkan Muhammadiyah Berkemajuan
Oleh Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si.
Muhammadiyah milad ke-108 pada 18 November 2020. Kelahiran Muhammadiyah merupakan “tonggak yang bersejarah” (ma’alimu tarikhy) dalam perjalanan Gerakan Islam yang didirikan oleh KH Ahmad Dahlan 18 November tahun 1912 tersebut. Pendirian dan legalitas resmi Muhammadiyah saat itu memang memakai penanggalan Masehi/Miladiah, sehingga hari tersebut merupakan mimentum milad yang bersejarah.
Kita bersyukur kepada Allah SWT atas nikmat dan anugerah-Nya sehingga Muhammadiyah mampu bertahan dan berkembang sepanjang waktu tersebut. Sebuah perjalanan sarat perjuangan sebagai Gerakan Islam yang terus berkiprah memajukan umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Kesyukuran merupakan kekuatan ruhaniah Muhamamdiyah agar dalam menjalankan misi dakwah dan tajdid senantiasa mendapatkan berkah dan ridla Allah.
Kesyukuran atas milad sebad satu windu tersebut niscaya disertai muhasabah, bagaimana saat ini apakah Muhamamdiyah mampu merawat dan mengembangkan Muhammadiyah sesuai misi awal “menyebarloeaskan” dan “memajoekan” hal Agama Islam di Indonesia menuju terwujudnya “khaira ummah” sebagaimana diletakkan pendiri Muhammadiyah.
Spirit Awal
Muhammadiyah dalam rentang usia 108 tahun penting meneguhkan jatidiri sebagai gerakan keagamaan. Kenapa Muhammadiyah kala itu lahir? Kondisi umat Islam di awal abad ke-20 itu tidak berpegang teguh kepada ajaran Islam yang murni; terpecah belah tanpa persatuan; pendidikan tidak sejalan dengan tuntutan zaman; mereka hidup dalam alam fanatisme yang sempit, bertaklid buta serta berpikir secara dogmatis, konservatisme, formalisme, dan tradisionalisme; serta pengaruh misi zending yang semakin kuat (Salam, 1968).
Kyai Dahlan memberi jawaban dengan melakukan pembaruan (tajdid) pemahaman Islam, memperkenalkan pendidikan Islam modern, gerakan baru membangun kesehatan dan pelayanan sosial berbasis Al-Ma’un dan PKO, serta pengorganisasian zakat dan haji. Selain itu memelopori lahirnya organisasi perempuan Islam Aisyiyah, gerakan cinta tanah air Hizbul Wathan, publikasi Islam melalui majalah Suara Muhammadiyah yang memperkenalkan penggunaan bahasa Indonesia, tabligh di ruang publik, dan usaha-usaha lain yang bersifat baru.
Para ahli menyebut Muhamamdiyah sebagai gerakan Islam modern atau reformis. Sebutan modernisme dan reformisme Islam secara khusus dilekatkan pada Muhammadiyah, sehingga label itu begitu kuat sampai saat ini. James Peacock (1986) menyebut Muhammadiyah dan Asisyiyah sebagai gerakan Islam modern “yang utama dan terkuat di negara terbesar kelima di dunia.”. Kemoderanan yang ditampilkan Muhamamdiyah menghadirkan kemajuan sejalan ajaran Islam.
Presiden Joko Widodo mengapresiasi kelahiran dan kehadiran Muhammadiyah. Muhammadiyah adalah anugerah Allah SWT bagi bangsa Indonesia. Melalui kontribusi gerakan pencerahan Islam yang dirintis KH Ahmad Dahlan, Muhammadiyah terus berikhtiar membumikan ajaran Al-Quran dan Hadis ke dalam kehidupan masyarakat Indonesia secara kontekstual.
Demikian pernyataan Presiden Joko Widodo mewakili pemerintah dan rakyat Indonesia saat memberi sambutan daring pada Milad 108 Tahun Muhammadiyah. “Jutaan penduduk Indonesia telah merasakan manfaat dari kemajuan dan inovasi yang dilakukan Muhammadiyah. Merasakan pelayanan yang diberikan persyarikatan untuk meningkatkan derajat kesehatan dan pendidikan masyarakat”, tegas Presiden.
Kini Muhamamdiyah berada di era baru. Muhamamdiyah saat ini niscaya menghadirkan secara lebih berkualitas Islam berkemajuan untuk mencerahkan peradaban umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta. Mendakwahkan Islam yang damai, toleran, dan berakhlak mulia, dan rahmatan lil-‘alamin. Jadilah “ummatan wasatha” dan “syuhada ‘alan-nas” yang menampilkan uswah hasanah. Jangan terbawa arus dan bersimpati pada praktik beragama yang ekstrem, intoleran, kolot, gaduh, dan melawan kemajuan zaman atas nama apapun karena bertentangan dengan karakter keislaman dan jatidiri Muhammadiyah.
Agenda Saat Ini
Kini setelah 108 tahun berjalan, apakah etos tajdid, modern, dan reformis itu masihkah melekat pada Muhammadiyah? Para anggota lebih khusus kader dan pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan institusi organisasi berkewajiban menyambung matarantai pembaruan Muhammadiyah yang diwariskan Kyai Dahlan itu. Pandangan tajdid yang berwatak modernis dan reformis harus menyatu ke dalam jiwa, pemikiran, sikap, dan tindakan yang membawa kemajuan Muhammadiyah, umat, bangsa, dan kemanusiaan semesta.
Berbagai perangkat pemikiran Muhammadiyah saat ini lebih dari cukup sebagai rujukan bagi para anggota, kader, dan pimpinan dalam meneguhkan dan membawa Muhammadiyah sebagai gerakan keagamaan yang berwawasan tajdid, modern, dan reformis. Kini diperkenalkan dan telah meluas publikasi tentang pandangan Muhamamdiyah sebagai Gerakan Islam Berkemajuan.
Para anggota, kader, dan pimpinan Muhammadiyah niscaya merujuk pada pemikiran-pemikiran kontemporer Muhammadiyah. Di antaranya Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua (2010), Dakwah Kultural (2002), Khittah Denpasar dalam Berbangsa dan Bernegara (2002), Manhaj Tarjih dengan pendekatan Bayani, Burhani, dan Irfani (2000), Dakwah Komunitas (2015), dan fikih siyasah baru Negara Pancasila Darul Ahdi Wasyahadah (2015) serta sejumkah Fikih Kontemporer hasil Majelis Tarjih dan Tajdid dapat menjadi rujukan pemikiran pembaruan Muhammadiyah fase baru. Demikian halnya dengan Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup, Kepribadian, Khittah, Pedoman Islami Warga Muhammadiyah, dan lainnya yang lahir sebelum ini.
Jadikan pemikiran-pemikiran resmi tersebut sebagai dasar, wawasan, dan orientasi tindakan di tengah dinamika umat, bangsa, dan relasi global saat ini. Selain itu diperkaya dengan pemikiran-pemikiran Islam dan wawasan ilmu pengetahuan mutakhir yang berpersepektif pembaruan dalam spirit dan tradisi “iqra”, “ulul albab”, dan “tafaquh fi-din”. Memahami Islam dan kehidupan penting diperdalam dan diperluas dengan menggunakan pendekatan bayani, burhani, dan irfani secara interkoneksi.
Ketika umat tengah semarak beragama dan masyarakat luas haus akan nilai-nilai agama, Muhammadiyah niscaya hadir dengan misi dakwah Islam yang memberi kepastian nilai, kedamaian, keselamatan, kebahagiaan, dan pencerahan. Seraya menghadirkan nilai keagamaan yang mampu mengeliminasi segela bentuk kekerasan, diskriminasi, dan anarki dalam kehidupan. Hadirkan Islam yang wasathiyah sekaligus berkemajuan.
Ikhtiar meneguhkan dan membawa Muhamamdiyah sebagai gerakan keagamaan yang bermisi tajdid dengan watak modern dan reformis di abad kedua menjadi tanggungjawab para pimpinan di semua tingkatan dan lini organisasi. Nabi mengingatkan kaum muslimin, yang artinya: “Sesungguhnya Allah mengutus untuk umat ini, pada setiap akhir seratus tahun, orang yang memperbaharui untuk umat agama mereka (HR Abu Dawud dari Abu Hurairah).
Mujadid tidak mesti bersifat personal-individual, tetapi dapat diwakili secara kolektif dan sistem. Namun pikiran tajdid atau pembaruan mesti bersemi dalam diri para pimpinan, karena para pimpinan itu yang bertanggungjawab atas kepemimpinannya. Maju mundurnya Islam dan umat Islam, termasuk Muhammadiyah, sangat tergantung kepada para pimpinanya sebagai aktor utama kemajuan. Pemimpin berjiwa tajdid, bukan berjiwa jumud.
Karena itu khusus bagi para pimpinan Muhammadiyah, Kyai Dahlan mengingatkan agar menjadi “pemimpin kemajuan Islam”. Para pempimpin Islam Berkemajuan di tengah dinamika zaman saat ini dan ke depan mesti hadir dengan jiwa mujadid dalam perspektif “dunia besar”, yang bebas dari sankar-besi “dunia kecil”. Risalah pencerahan dan pandangan Islam berkemajuan harus menjadi jiwa, alam pikiran, sikap, dan orientasi tindakan para pimpinan Muhammadiyah jika Gerakan Islam ini ingin betahan sampai jauh ke depan.
Sumber: Majalah SM Edisi 24 Tahun 2020