Strategi Pembangunan Bangsa Maritim
“Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman 55:18)
JAKARTA, Suara Muhammadiyah – Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan sumber daya alam. Sepintas pernyataan tersebut nyaris tak terbantahkan. Bukan hanya klaim sepihak, banyak negara bahkan turut meyakini perihal tersebut. kekayaan itu tersebar dari ujung barat hingga timur, dari daratan hingga kekayaan maritim.
Pada aspek maritim, salah satunya ditunjukkan dengan wilayah laut yang merupakan wilayah paling sibuk dibanding dengan wilayah lainnya.
“Tidak ada negara manapun yang punya kekayaan laut seperti yang kita miliki.” Tegas Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjajaran Dr Sc Agr Yudi Nurul Ihsan SPi MSi dalam Seminar Pra Muktamar Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah ke-48 yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur pada Kamis (21/4).
Ironisnya, meskipun memiliki kekayaan melimpah, berbagai permasalahan masih terus menyeruak. Sebut saja kemiskinan, hingga pengangguran. Data dari World Bank, jumlah penduduk miskin di Indonesia mencapai 117 juta orang.
“Artinya, hampir 50% rakyat Indonesia hidup dalam kemiskinan.” Prihatin Yudi.
Hal memprihatinkan lainnya adalah masalah ekspor ikan. Data trademap menunjukkan bahwa nilai ekspor TCT (Tuna Cakalang Tongkol) menurut negara produsen TCT tahun 2013-2016 menunjukkan bahwa Indonesia berada di peringkat ke tujuh dibawah Republic of Korea, Chinese Taipei, Ecuador, Spain dan pada peringkat pertama adalah Thailand.
“Ekspor ikan kita kalah dari Thailand yang wilayah lautnya hanya 5% dari luas laut kita.” Geramnya.
Menurutnya makna penggalan suarah Ar-Rahman di atas dapat menjadi refleksi bersama.
Membenahi berbagai permasalahan tersebut, Penasehat Menteri Kelautan dan Perikanan RI Bidang Lingkungan dan Sumber Daya Hayati tahun 2020-2021 itu merumuskan beberapa langkah untuk pembangunan maritim.
Pertama pembangunan ekonomi maritim dilakukan dengan meningkatkan peranan ekonomi maritim menjadi sekitar 12,5 persen PDB pada tahun 2045 dengan fokus pada pembangunan konektivitas laut yang efisien dan efektif, industrialisasi perikanan yang berkelanjutan dan berdaya saing, serta pariwisata bahari yang inklusif.
Selain itu, perlu menciptakan kualitas sumber daya manusia maritim yang unggul, inovasi teknologi kemaritiman, dan budaya maritim yang kuat sebagai basis peradaban bahari.
“Serta mewujudkan kemampuan pertahanan keamanan maritim yang kuat dan handal menghadapi tantangan regional dan global.” Sarannya.
Pada kesempatan yang sama, Dubes RI untuk Republik Rakyat Tiongkok (RRT) merangkap Mongolia tahun 2010-2013 Prof Dr Imron Cotan Siregar dalam paparanya “Perubahan dan Negara Kolateral” menegaskan bahwa Indonesia masih berada pada tahap negara konsumtif, sehingga selain menjadi dumping zone (client state) bagi produk asing, juga selalu menjadi negara kolateral setiap perubahan fundamental yang terjadi di dunia.
Menurutnya, agar mampu menghadapi tantangan yang mengancam eksistensi Indonesia, pemerintah yang akan datang harus mampu mentransformasikan Indonesia menjadi suatu bangsa yang inovatif, ketika memasuki usia 100 tahun pada 2045.
“Untuk itu, pemerintah saat ini perlu segera merancang suatu roadmap, sebagai pedoman pentransformasian Indonesia dari consumptive society menuju imitative society, sebagai sasaran antara, dan kemudian mencapai sasaran akhir, yaitu innovative society pada tahun emas 2024.” Sarannya. (dandi)