Pengajian PWM Jateng: Beragama yang Memajukan dan Menggembirakan

beragama

Pengajian PWM Jateng: Beragama yang Memajukan dan Menggembirakan

“Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuatbaiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi ”. (Al Qur’an Surat Al Qashash : 77)

Kudus, Suara Muhammadiyah – Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Tengah bersama Universitas Muhammadiyah Kudus menyelenggarakan pengajian Ramadhan 1443 Hijriyah yang dilanjutkan dengan buka puasa bersama dan sholat maghrib berjamaah.

Pengajian yang dibuka oleh Wakil Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Tengah, Dr. Drs. Rozihan, S.H., M.Ag. ini diikuti oleh PWM Jawa Tengah, Drs. H. Sajad, M. Pd. Ketua BPH, Rusnoto, SKM, M.Kes (Epid) Rektor Universitas Muhammadiyah Kudus, Pimpinan Cabang Muhammadiyah/’Aisyiyah Pati Raya meliputi kabupaten Kudus, Pati, Jepara, Rembang dan Blora secara luring pada Senin, 25 April 2022 bertempat di ruang serbaguna Universitas Muhammadiyah Kudus, Jalan Ganesha 1, Purwosari, Kota Kudus dengan protokol kesehatan.

Dr. Ruslan Fariadi AM, S. Ag., M.SI. sebagai Wakil Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah berkesempatan hadir untuk menyampaikan materi pengajian dengan tema “Beragama yang memajukan dan menggembirakan dalam perspektif bayani, burhani dan ‘irfani”, Ruslan yang juga Dosen Fakultas Agama Islam Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta, menyampaikan ada beberapa karakter agama Islam. Menurut Ruslan, karakter agama Islam ada 8 (delapan), yaitu:

Pertama, Islam, adalah agama yang bersumber dari Allah SWT baik melalui wahyu Wahyu al-Matlu (Al-Qur’an) maupun Wahyu Marwi (Sunnah Nabawiyah). (QS Ali Imron : 32)

Kedua, Ajaran Islam bersifat komprehensif (mencakup seluruh aspek kehidupan). (QS Al An’am : 38).

Ketiga, Ajaran Islam bersifat universal (berlaku untuk seluruh umat (manusia sampai akhir zaman (Q.S. Al A’raf :158)

Keempat, Ajaran Islam sesuai dengan fithrah manusia (Q.S. Arrum :30).

Kelima, Islam menempatkan akal secara proporsional, tidak mendewakan dan tidak pula menistakan. (QS Al A’raf : 179, Luqman : 20).

Keenam, Ajaran Islam menjadi rahmat bagi alam semesta (Q.S. Al Anbiya’:107)

Ketujuh, Ajaran Islam berorientasi masa depan (Akhirat) tanpa melupakan masa kini (Dunia) (Q.S. Al Qashshas : 77).

Kedelapan, Islam menjanjikan sorga bagi yang beriman dan neraka bagi yang kufur (Q.S. Al Bayinah :6-8)

Menurut Ruslan, Karakteritik Muhammadiyah Dalam Beragama senantiasa berpegang teguh dengan al-Qur’an dan as-Sunnah (arrujû’ ila al-Qur’an wa as-Sunnah) tanpa mengikatkan diri dengan aliran teologi dan madzhab fiqh mana pun.

Karakter itu dapat dilihat dalam Fatwa dan Putusan Tarjih. Persoalan apapun yang dibahas selalu dilandaskan kepada dalil Al-Qur’an dan atau as-Sunnah.

Ruslan yang juga sekretaris divisi kaderisasi dan organisasi Majelis Tarjih dan Tajid Pimpinan Pusat Muhammadiyah menegaskan bahwa, Misi Utama Muhammadiyah dalam bidang Keagamaan, Pendidikan dan Kemasyarakatan/Sosial, sedangkan Dasar pijakan Beragama yang memajukan dan mencerahkan bagi warga Muhammadiyah adalah :

  1. Muqaddimah dan Anggaran Dasar Muhammadiyah
  2. Masalah lima
  3. Kepribadian Muhammadiyah
  4. Matan Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah (MKCH).
  5. Pedoman Hidup Islam Warga Muhammadiyah (PHIWM)
  6. Pernyataan Pikiran Jelang satu abad.
  7. Revitalisasi Ideologi Muhammadiyah Bidang Keyakinan dan Cita-Cita Hidup Muhammadiyah 2007.
  8. Khitah dan Langkah Manhaj Gerakan Muhammadiyah.

Ditegaskan lagi oleh Ruslan bahwa Masalah lima (Al masa’il khomsah) dari pemikiran K.H. Mas Mansyur (10 Muharram 1357 H / 1938 M) dalam paham agama dan aspek ideologis persyarikatan Muhammadiyah adalah :

  1. Ad-din (agama)
  2. Ad-dunya (dunia)
  3. Al ‘ibadah (ibadah)
  4. Sabilillah (jalan Allah)
  5. Al Qiyas (Qiyas).

Contoh beragama yang memajukan dan mencerahkan di era awal berdirinya persyarikatan Muhammadiyah adalah :

  1. Penentuan arah kiblat yang awalnya mengarah ke
  2. Penggunaan Hisab (astronomi) dalam menentukan awal bulan.
  3. Menyelenggarakan shalat ‘Id di lapangan terbuka.
  4. Pengumpulan dan pembagian zakat fitrah dan Qurban, oleh panitia khusus, mewakili masyarakat Islam setempat,
  5. Penyampaian khutbah dalam bahasa daerah untuk menggantikan khutbah berbahasa Arab.
  6. Penyederhanaan upacara kelahiran, khitanan, perkawinan dan pemakaman.
  7. Penyerderhanaan makam, yang semula dihiasi secara berlebihan.
  8. Penggunaan kerudung untuk wanita, dan pemisahan laki-laki dengan perempuan dalam pertemuan-pertemuan yang bersifat keagamaan.

Dijelaskan Ruslan bahwa wujud konkrit cara beragama yang memajukan dalam manhaj Tarjih Muhammadiyah dengan Wawasan/semangat tarjih, sumber hukum, pendekatan, metode dan pengembangan, sedangkan Wawasan/semangat tarjih dengan 4 (empat) aspek, yaitu :

Pertama, Tajdid, dalam bidang akidah dan ibadah, tajdid bermakna pemurnian (Purifikasi/at-Tajrid) dalam arti mengembalikan akidah dan ibadah kepada kemurniannya sesuai dengan Sunnah Nabi saw, sedangkan dalam bidang muamalat duniawiah, tajdid berarti mendinamisasikan (Fleksibel/Elastis) kehidupan masyarakat dengan semangat kreatif sesuai tuntutan zaman.

Kedua, toleransi, semangat tajdid dalam konteks toleran artinya bahwa putusan Tarjih tidak menganggap dirinya saja yang benar, sementara yang lain tidak benar. Dalam “Penerangan tentang Hal Tarjih” (1936), dinyatakan, “Kepoetoesan tardjih moelai dari meroendingkan sampai kepada menetapkan tidak ada sifat perlawanan, jakni menentang ataoe menjatoehkan segala jang tidak dipilih oleh Tardjih itoe.

Ketiga, keterbukaan, segala yang diputuskan oleh Tarjih dapat dikritik dalam rangka melakukan perbaikan, di mana apabila ditemukan dalil dan argumen lebih kuat, maka Majelis Tarjih akan membahasnya dan mengoreksi dalil dan argumen yang dinilai kurang kuat. Dalam “Penerangan tentang Hal Tardjih” ditegaskan, “Malah kami berseroe kepada sekalian oelama soepaya soeka membahas poela akan kebenaran putusan MadjelisTardjih itoe di mana kalaoe terdapat kesalahan ataoe koerang tepat dalilnya diharap soepaya diajoekan, sjoekoer kalaoe dapat memberikan dalil jang lebih tepat dan terang, jang nanti akan dipertimbangkan poela, dioelang penjelidikannya, kemoedian kebenarannja akan ditetapkan dan digoenakan. Sebab waktoe mentardjihkan itoe ialah menoeroet sekedar pengertian dan kekoeatan kita pada waktoe itoe.”

Keempat, Tidak berafiliasi madzhab, artinya tidak mengikatkan diri pada mazhab tertentu. Namun Muhammadiyah juga tidak sama sekali menafikan berbagai pendapat fukaha yang ada. Pendapat-pendapat mereka itu dijadikan bahan pertimbangan untuk menentukan pendapat (Fatwa/Putusan) hukum yang lebih sesuai dengan semangat kekinian.

Pendekatan manhaj tarjih Muhammadiyah ada 4 (empat), yaitu :

Pertama, Bayani, Secara epistemologis ijtihad Bayani adalah suatu cara memperoleh pengetahuan dengan berpijak pada nash baik secara langsung maupun tidak langsung, dengan ciri senantiasa berpijak pada dalil nash, memperhatikan aspek kesahihan transmissional, berpegang pada makna zahir nash, dan porsi nash sangat dominan, contoh Ijtihad Bayani Langsung adalah ketentuan shalat Tarawih 11 Raka’at dengan Formasi

4-4-3 atau 2-2-2-2-2-1

Kedua, Burhani, berarti al-hujjah alfashilah al-bayinnah. perpaduan antara kebenaran nash dengan realitas kongkrit dalam satu jalinan. Contoh burhani Fatwa keharaman rokok diputuskan dengan metode burhani karena memadukan antar dalil al-Quran serta hadis Nabi dengan bukti empirik tentang bahaya merokok yang diutarakan oleh para ahli.

Dari aspek logika, al-burhan dimaknai sebagai aktivitas pikir melalui metode penalaran dengan mengaitkan IPTEK beserta argumentasinya, akal/nalar digunakan untuk mengkorespondensi kebenaran nash.

Ketiga, ‘Irfani, pendekatan irfani secara metodologis dipraktikkan dengan lebih bertumpu pada instrument pengalaman batin, dzauq, qalb, wijdan, bashirah atau intuisi.

Contoh penggunaan metode irfani dalam hukum Islam adalah berpakaian dan berpenampilan rapi, menutup aurat secara sempurna, untuk memenuhi unsur kebaikan (ihsan) kepada Allah

Aspek yang diambil oleh Muhammadiyah dari pandangan ‘Irfani adalah sisi pentingnya pengelolaan hati nurani dalam tindakan manusia, pengelolaan Qalbu (nurani) dilakukan dengan meningkatkan ketakwaan dan takarrub kepada Allah, baik tindak berfikir maupun tindak berprilaku, serta Irfani juga penting sebagai sarana pengetahuan metafisik.

Keempat, Spiral Triadik, Contoh aplikasinya dalam “Ibadah” di Era Pandemi adalah ibadah sholat dengan pendekatan bayani menggunakan kaifiyah sholat, pendekatan burhani shaf berjarak, sedangkan pendekatan ‘irfani untuk menjaga keselamatan orang lain. Contoh lainnya adalah ibadah udhiyah dengan pendekatan bayani menggunakan “waktu dan kriteria”, pendekatan burhani “tehnis pelaksanaan” dan pendekatan bayani dengan “pengalihan”

Dijelaskan juga oleh Ruslan bahwa prinsip-prinsip beragama yang menggembirakan adalah taisir, tabsyir, ittiba’, ‘adam at taklif, al-mashlahah, dan at-targhib. (Supardi)

Exit mobile version