Memahami Makna Idul Fitri
Oleh: Affan Safani Adham
BANYAK di antara manusia dalam perjalanan hidupnya melupakan Allah SWT, melakukan dosa dan salah kepada sesama manusia. Untuk itu, memahami kembali makna Idul Fitri (kembali ke fitrah) dengan membangun kembali pengabdian hanya kepada Allah SWT adalah sebuah keharusan. Sehingga kita semua dapat menjadi hamba-hamba muttaqin dan hamba yang tidak mempunyai dosa.
Mendengar kata Idul Fitri, tentu dalam benak setiap orang adalah kebahagiaan dan kemenangan. Di mana pada hari itu, semua manusia merasa gembira dan senang karena telah melaksanakan ibadah puasa sebulan penuh.
Kita bahagia karena telah sempurna menemui bulan Ramadan. Dengan menjalankan perintah puasa, kita bahagia telah berbagi kepada saudara seiman dengan menunaikan kewajiban zakat fitrah. Dan bahagia dengan kesempatan halal bi halal atau bersilaturrahim, saling memaafkan segala kesalahan menghapus luka yang pernah tergores dan mempererat hubungan persaudaraan.
Idul Fitri atau kembali ke fitrah akan sempurna tatkala terhapusnya dosa kita kepada Allah SWT, diikuti dengan terhapusnya dosa kita kepada sesama manusia. Terhapusnya dosa kepada sesama manusia dengan jalan kita memohon maaf dan memaafkan orang lain.
Kegembiraan apa yang patut kita rayakan pada saat Idul Fitri tiba? Apakah hanya sekadar datang dan berlalunya suatu hari tanpa ada arti sebagaimana hari-hari yang lain? Atau, ada sebuah keistimewaan yang patut kita banggakan di hari ini?
Idul Fitri kerap ditandai dengan memakai sesuatu yang baru: pakaian baru, sepatu baru, motor baru, bahkan mobil baru. Maklum, perputaran uang terbesar ada pada saat lebaran. Kalau sudah demikian, bagaimana sebenarnya makna Idul Fitri itu sendiri? Apakah Idul Fitri cukup ditandai dengan sesuatu yang baru atau dengan mudik untuk bersilaturrahim kepada sanak saudara dan kerabat?
Tradisi halal bi halal yang ada di setiap Idul Fitri adalah kesempatan bagi kita untuk bersilaturrahim. Tentunya, silaturrahim dalam maknanya yang luas: saling memafkan atas segala kesalahan yang pernah dilakukan, saling mempererat hubungan persaudaraan atas dasar keimanan dan kebangsaan. Bukan hanya sebatas persaudaraan atas dasar kekerabatan dan hubungan nasab keturunan. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam al-Qur’an, “Sesungguhnya orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu.” (QS. Al Hujurat: 10).
Interaksi keseharian dalam komunitas umat manusia akan selalu diwarnai dengan berbagai hal, sesuai dengan situasi dan kondisi. Adakalanya baik, ada kalanya buruk. Kadang damai, kadang konflik. Implikasi dari hubungan keseharian antarsesama manusia ini, tidak selamanya menyakitkan sehingga menimbulkan kebencian. Begitu juga tidak semuanya menyenangkan sehingga menimbulkan kecintaan. Dan pada saat-saat tertentu emosi, egois dan kesombongan bisa saja menguasai diri kita.
Implikasi buruk yang kita terima dari sikap orang lain, begitu juga kelakuan tidak bersahabat yang kita tunjukkan kepada orang lain, baik dengan penuh kesadaran maupun dalam ketidaksadaran, harus kita netralisir dengan bersilaturrahim. Kita percaya bahwa Idul Fitri sebagai momen yang tepat untuk menetralisir atau paling tidak meminimalisir ketegangan hubungan antarsesama umat manusia. Rasulullah SAW bersabda, “Wahai manusia, tebarkanlah kedamaian dan sambunglah persaudaraan.” (HR Ahmad dan Tirmidzi).
Melalui silaturrahim kita juga akan mendapatkan hikmah dan faedah yang luar biasa. Di antaranya akan mempermudah segala urusan, bisa menjalin partner usaha dan memperbanyak kolega, yang tentunya akan saling menguntungkan dalam bekerjasama. Dalam satu kesempatan Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa yang ingin dijembarkan rezekinya dan dipanjangkan usianya, maka sambunglah persaudaraan.” (HR Bukhori dan Muslim). Sebagian ulama mengartikan kalimat panjang usia dalam hadits di atas dengan makna keberkahan hidup.
Mudah-mudahan Idul Fitri kali ini adalah momen yang dapat mengembalikan pada fitrah keimanan kita, di mana Idul Fitri datang setelah kita menyelesaikan proses latihan mengendalikan jiwa melalui puasa Ramadan. Ia tiba dibarengi dengan kewajiban zakat fitrah yang merupakan wujud kepedulian dan ia juga datang dengan tradisi halal bi halal sebagai upaya mempererat tali persaudaraan dan persahabatan.
Kebahagian yang kita rasakan sekaligus dalam momen Idul Fitri ini adalah anugerah dari Allah SWTyang wajib kita syukuri. “Katakanlah: Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia Allah dan rahmat-Nya itu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (QS. Yunus: 58).
Affan Safani Adham, anggota Majelis Pustaka dan Informasi (MPI) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) DIY