Prof Dadang Kahmad Ungkap 4 Ciri Gerakan Islam Masa Depan
BANDUNG, Suara Muhammadiyah – Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Prof. Dadang Kahmad mengatakan sejak ditemukannya internet pada 1990-an, dunia berubah sangat cepat dalam berbagai aspek.
Sejak itu pula, kata Prof. Dadang, dimulailah revolusi industri 4.0 dan masyarakat berangsur terbiasa hidup berbasis dengan digital.
Dengan internet tersebut, semua orang di seluruh dunia menjadi terkoneksi sehingga tidak ada sekat dan kontrol lagi. Eksesnya yakni semua paham masuk dan memberikan pengaruh.
“Tidak ada lagi kontrol eksternal yang bisa mencegah pengaruh luar terhadap kehidupan pribadi, keluarga, ataupun masyarakat, termasuk soal keberagamaan kita,” ucap Prof. Dadang dalam “Pengajian Buka Bersama Ramadhan 1443 Hijriah Muhammadiyah se-Asia Timur”, yang diselenggarakan PCIM Jepang, Rabu 27 April 2022.
Guru Besar Sosiologi Agama UIN Bandung ini menguraikan berbagai pengaruh asing yang mempengaruhi keberamaan dalam suatu bangsa. Misalnya pluralisme agama, relativisme agama (tidak ada kebenaran absolut), liberalisme (manusia bebas dari ikatan apa pun), rasionalisme (harus selalu masuk akal), dan sekulerisme (memisahkan urusan agama dan dunia).
Sumber belajar agama
Diakui atau tidak, ungkap Prof. Dadang, semua itu telah mengubah secara masif bagaimana orang-orang di era digital saat ini dalam belajar agama.
“Media sosial saat ini menjadi sumber dan tempat belajar agama. Ini yang harus menjadi perhatian kita semua. Selain itu, ada juga kecenderungan menguatnya formalisme dalam beragama,” tutur mantan Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Barat tersebut.
Ketua Badan Pembina Harian (BPH) Universitas Muhammadiyah Bandung (UM Bandung) kemudian menyoroti bagaimana saat ini banyak muncul ke permukaan perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan semangat keagamaan dan kemajuan.
Munculnya fanatisme agama secara sempit, masifnya ikhtilaf dan perbedaan pendapat di kalangan internal umat Islam yang dibesar-besarkan, dan kultus kepada pemimpin organisasi keagamaan.
“Termasuk juga soal etika, adab, sopan santun, dan tata krama berkebudayaan kita saat ini menampilkan keadaban yang kurang baik, sangat memprihatinkan,” ucap Prof. Dadang.
Empat basis peradaban
Semua masalah kegamaan, kebangsaan, dan gerakan Islam tersebut perlu dipandang serius untuk kemudian dicarikan formula tepat seperti apa cara menanggulanginya agar kembali ke jalur ideal.
Oleh karena itu, Dadang memandang bahwa gerakan Islam masa depan perlu dipikirkan dan dilaksanakan dengan berdasarkan empat basis peradaban.
Pertama, basis ketuhanan. Konsep ketuhanan ini sangat penting karena merupakan bentuk kesadaran untuk mengakui keberadaan Tuhan sebagai pengcipta, pengatur, dan pengawas.
Selain itu, sebagai kesadaran juga untuk manusia bahwa dia akan kembali kepada Tuhan dan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya selama hidup di dunia.
Kedua, basis kemanusiaan atau humanitas. Visi gerakan Islam harus berpihak dan berorientasi pada kemanusiaan.
Keberpihakan kepada kaum tertindas, kaum miskin, lemah, kaum tergusur, dan kaum marginal yang terlupakan.
“Oleh karena itu, membangun sebuah peradaban harus dimulai dari membangun kesadaran, kepekaan, kepedulian, dan solidaritas kepada masyarakat yang selama ini diperlakukan secara tidak adil,” katanya.
Ketiga, basis keilmuan atau intelektualitas. Prof. Dadang menjelaskan, konsep keilmuan merupakan konsep utama penopang kemajuan Islam.
Islam memberikan konsep yang kuat terkait kelimuan ini. Ilmu pengetahuan merupakan syarat utama bagi majunya sebuah perabadan dan membangun masyarakat yang tercerahkan.
“Sejarah mencatat bahwa munculnya suatu peradaban selalu berawal dari madrasah-madrasah, halakah-halakah, dan lembaga-lembaga keilmuan,” ungkapnya.
Keempat, basis spiritulitas. Spiritulitas merupakan sesuatu hal yang sakral bagi kehidupan seseorang.
Di dalamnya akan terajut nilai-nilai ketulusan, kebenaran, keikhlasan, kerendahhatian, pengabdian, termasuk penghormatan atas fakta keragaman yang ada.
“Keempat basis peradaban tersebut merupakan conditio sine quo nun, syarat mutlak, dalam mewujudkan visi sebuah bangunan peradaban,” ujarnya.
“Keempatnya menjadi pijakan utama atau tali perekat peradaban. Jika hilang salah satunya, maka nasib satu peradaban akan mengarah kepada ketidakberadaban,” tandasnya. (Feri)