Mengenal Karakteristik Megachurch di Indonesia
MAGELANG, Suara Muhammadiyah – Sekretaris Umum Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia, Pdt Jacklevyn Frits Manuputty, STh, SFil., MA diundang untuk menjadi pembicara pada acara Seminar Pra Muktamar dan ‘Aisyiyah ke-48, di Universitas Muhammadiyah Magelang (UNIMA), Senin (23/5). Jack menyampaikan materi ‘Megachurch’.
Menurutnya megachurch menukil pandangan sosiolog agama, Scott Thumma merujuk pada setiap jemaat Protestan dengan (salah satu ciri utamanya) rata-rata kehadiran mingguan sebanyak 2000 orang atau lebih dalam ibadah. Scott juga menyatakan megachurch sebagai respons organisasi yang khas terhadap pergeseran budaya dan perubahan pola masyarakat di seluruh kawasan industri, perkotaan, dan pinggiran kota di dunia.
“Di Indonesia, megachurch umunya berafiliasi dengan Gerakan Pantekosta. Denominasi Pantekosta tertua, sekaligus terbesar di Indonesia adalah Gereja Pantekosta di Indonesia (GPdI) yang didirikan pada tahun 1921 oleh para misionaris dari Seattle, Amerika Serikat. Dalam perkembangan kemudian terjadi perpecahan di GPdI yang melahirkan ratusan gereja Panteskosta baru,” paparnya.
Megachurch di Indonesia terdapat lima buah, (1) Bethany Church of God, Surabaya, Jawa Timur yang menampung 36.000 orang. (2) Gospel of The Kingdom, Semarang, Jawa Tengah, yang menampung 12.000 orang. (3) Gereja Mawar Saron, Jakarta, yang menampung 10.000 ribu. (4) Famili of God, Solo, Jawa Tengah, yang menampung 30.000 ribu. (5) Gereja Evangelis Ondonesia, Jakarta, yang menampung 8.000 ribu orang.
Salah satu gereja Pantekosta yang berkembang dengan cepat di Indonesia saat ini adalah Gereja Bethel Indonesia (GBI). GBI saat ini terdaftar sebagai anggota PGI (selain keanggotannya di GPdI dan PGLII) dengan jumlah anggota sekitar 3 juta orang (pada tahun 2001 berjumlah 1.08 juta anggota) yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia (bandingkan keanggotannya gereja HKBP dengan jumlah anggota sekitar 6 juta orang).
“Sekalipun berjumlah ratusan, tidak semua gereja GBI bisa dikategorikan sebagai megachurch. Ada banyak gereja GBI yang jumlah anggotannya berkisar 100-200 orang”, ungkapnya.
Jack menyatakan bahwa terdapat karakteristik megachurch di Indonesia.
Pertama, kepemimpinan yang kharismatik
Kedua, mengembangkan etos kerja yang optimis, penuh vitalisme
Ketiga, memiliki gedung ibadah atau convention center yang bisa menampung kurang lebih 2000-an orang
Keempat, sebagian besar anggota dari kelas menengah ke atas (terutama di kota-kota besar)
Kelima, jemaahnya kuat untuk membangun jejaring sosial dan bisnis
Keenam, bersifat egaliter dan lintas etnis serta tradisi gereja (sekalipun) awalnya didominasi oleh etnis Tionghoa)
Ketujuh, otonomi yang kuat mengembangkan pelayanan sesuai dengan gaya dan visi masing-masing
Kedelapan, memaksimalkan penggunaan media, televisi, radio, internet untuk mengomunikasikan pesan-pesan pelayanannya
Kesembilan, memiliki brand yang kuat
Kesepuluh, gerakan modern perkotaan, kontemporer dan bukan tradisional
Kesebelas, memaksimalkan penggunaan teknologi modern, musik barat, strategi pemasaran, dan gaya manajemen bisnis (banyak pemimpinnya memiliki latar belakang manajemen bisnis yang kuat)
Aksentuasi teologi jemaat-jemaat megachurch sangat beragam, seringkali lebih ditentukan oleh spesialisasi pendeta, dan diselaraskan dengan demografi dan kebutuhan tertentu organisasi. Satu jemaah besar di perkotaan bisa mengembangkan ‘teologia kemakmuran’, namun belum tentu didukung oleh jemaat di daerah pinggiran yang mendukung ‘teologia penyembuhan’. “Semua posisi itu sah-sah saja selama tidak bertentangan dengan prinsip umum gereja,” jelasnya.
Secara umum kelompok Pantekosta dan Injili melakukan interpretasi doctrinal yang lebih bersifat vertikal. Mereka percaya bahwa keselamatan merupakan hak ekslusif mereka yang menerima Kristus. Karenanya gereja harus terus mengerjakan tugas Pemberitaan Injil. Kembali kepada Alkitab dan merenungkan hadirat Tuhan, serta memelihara kesalehan pribadi memperoleh penekanan kuat. “Karakter ini membedakan mereka dengan gereja-gereja utama ekumenis (PGI) yang dinilai lebih menekankan Injil sosial dan teologi liberal,” ujarnya. (Cris)