Dakwah Secara Holistik: Ancaman Populisme dan Bonus Demografi
MAGELANG, Suara Muhammadiyah – Maraknya penggunaan teknologi berbasis internet telah melahirkan kebiasaan baru di tengah masyarakat. Dakwah misalnya. Berbagai dai dengan beragam latar belakang dengan mudah menyampaikan bahkan menghimpun ratusan juta jemaah. Tak ayal, dakwah lebih dipandang sebagai aktivitas menyampaikan pesan keagamaan melalui layanan video berbasis teknologi internet seperti Youtube.
“Jadi bapak ibu sekalian, berbicara dakwah di Muhammadiyah itu bukan berbicara tentang tabligh semata, bukan hanya berbicara bagaimana materi keagamaan ini disampaikan melalui Youtube, lalu kemudian diikuti oleh orang banyak, bukan hanya itu,” seru Ustadz Fathurrahman Kamal Lc MSI kepada peserta seminar Pra-Muktamar Muhammadiyah-‘Aisyiyah ke-48 yang diselenggarakan oleh Universitas Muhammadiyah Magelang pada Senin (23/5).
“Tabligh itu hanya satu aspek dari pada dakwah yang kita kerjakan, bu rektor kita membangun kampus dengan semua para pejuang di sini, sampai memiliki aula yang sangat indah, membangun 21 program studi, tujuh fakultas itu juga dakwah,” lanjutnya.
Menurut Fathurrahman, dakwah merupakan aktivitas menyeru manusia dan menuntun mereka untuk beriman, beramal, dan berakhlaq dengan segala apa yang telah diajarkan oleh Allah dalam Al-Qur’an, dan dituntunkan dalam Sunnah Shahihah (Maqbulah) berupa perintah-perintah, larangan-larangan, serta berbagai petunjuk untuk kemaslahatan mereka di dunia dan akhirat.
Lebih lanjut menurut Prof Thayyib Barghuts yang dinukil Fathurrahman menerangkan bahwa dakwah merupakan kerja keras yang sistematis dan terstruktur bertujuan untuk mengenalkan hakikat Islam kepada semua manusia, melakukan sebuah perubahan yang mendasar dan seimbang, dalam kehidupan mereka dengan jalan menunaikan segala kewajiban kekhalifahan untuk mencari rida Allah, dan menggapai kemenangan yang dijanjikan-Nya kepada orang-orang yang saleh dalam kehidupan akhirat.
Dakwah yang juga kerap disampaikan oleh ulama adalah bagaimana menyelamatkan umat manusia dari penyembahan sesama manusia menuju penyembahan kepada Allah, dari sempitnya dunia kepada keluasan dunia dengan Islam, dan dari otoritarianisme agama-agama menuju keadilan Islam.
Sementara menurut Prof Dr H Amien Rais MA dakwah pada pokoknya berarti ajakan atau panggilan yang diarahkan pada masyarakat luas untuk menerima kebaikan dan meninggalkan keburukan. Dakwah merupakan usaha untuk menciptakan situasi yang lebih baik sesuai dengan ajaran Islam di semua bidang kehidupan. Dipandang dari kacamata dakwah, kehidupan manusia merupakan suatu kebulatan. Sekalipun kehidupan dapat dibedakan menjadi beberapa segi, tetapi dalam kenyataan kehidupan itu tidak dapat dipisah-pisahkan.
Sementara menurut H A Rosyid Sholeh, kegiatan dakwah bersifat multidimensional. Perubahan dari suatu kondisi kepada kondisi yang lain, yang lebih baik, atau dari suatu kondisi yang sudah baik kepada kondisi lain yang lebih baik lagi mencakup segi-segi sangat luas. Ia menyangkut perubahan sikap hidup dan perilaku yang lemah dan kurang menguntungkan, seperti bodoh dan terbelakang serta sikap narimo ing pandum (kebudayaann kemiskinan), ke arah sikap hidup dan perilaku yang diperlukan untuk kehidupan yang lebih baik dan mulia. Disamping itu perubahan suatu kondisi ke arah kondisi lain yang diinginkan, menyangkut tata kehidupan masyarakat dalam segala aspeknya.
“Jadi bukan hanya tabligh. Bagaimana kita menyelamatkan masyarakat dari kemiskinan keterbelakangan ilmu pengetahuan itu juga bagian dari pada dakwah,” Tegas Fathurrahman.
Sebagai tugas profetik, dakwah lengkap Fathurrahman merupakan proses transformasi dinamik nilai-nilai Islam yang bertujuan agar manusia memperoleh suatu pencerahan (enlightenment) di dalam cara berpikir, sikap mental dan perilaku berdasarkan ajaran Islam (maqashid syariah), penyebaran dan perwujudan Islam sebagai rahmatan lil’alamin.
“Ini saya khawatir, bicara dakwah itu jangan-jangan hanya bicara Youtube, jangan-jangan hanya bicara Twitter, kita lupa bahwa amanah dakwah para Nabi itu berat sekali, ketika substansi ini kita lupakan saya takut kita sudah terjebak pada nalar populisme,” antisipasi Fathurrahman.
Dalam pandangan Muhammadiyah, dakwah lanjut Fathurrahman bersifat menyeluruh, komprehhensif dan integral. Tidak bersifat lisan maupun tulis semata. Akan tetapi sekaligus diwujudkan dalam bentuk amal usaha di bidang pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial, pemberdayaan masyarakat, kegiatan ekonomi, dan peran-peran kebangsaan secara lebih luas yang dilaksanakan dengan sistem organisasi seluruh wilayah NKRI, dan di dunia internasional.
“Mengayomi orang-orang yang kena musibah di gunung Merap, di Jawa Timur ribuan orang tidak bisa tidur, anak-anak tidak mendapatkan susu, itu adalah bagian dari pada dakwah,” terangnya.
“Jangan dipikir dakwah itu hanya menyebut dalil, kalau dakwah itu nyebut dalil, kita nggak bisa mengalahkan Google hari ini. Tapi satu hal yang tidak dimiliki Google adalah ruh. Dia tidak punya rohani,” lanjunya.
Dalam Pernyataan Pikiran Muhammadiyah Abad Kedua, dakwah pencerahan meliputi tiga hal utama. Pertama, tahrir yaitu membebaskan kemanusiaan universal dari penghambaan diri kepada selain Allah, termasuk penindasan manusia dan materi. Kedua, taqwiyah yaitu memberdayakan kamenuisaan, memberikan jawaban atas problem kemanusiaan, kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan persoalan-persoalan yang bercorak kultural dan struktural. Ketiga, visioner yaitu memberikan jawaban atas problem kemanusiaan kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan dan persoalan-persoalan yang bercorak kultural dan struktural.
Masyarakat yang dicita-citakan Muhammadiyah
Masyarakat Islam yang dicita-citakan Muhammadiyah lengkap Fathurrahman memiliki kesamaan karakter dengan masyarakat madani (civil-society) yang maju, adil, makmur, demokratis, mandiri, bermartabat, berdaulat, dan berakhlak-mulia yang dijiwai nilai-nilai ilahiah; masyarakat Islam sebagai kekuatan madaniyah (masyarakat madani) menjunjung tinggi kemajemukan agama dan pemihakan terhadap kepentingan seluruh elemen masyarakat, perdamaian dan nir-kekerasan, serta menjadi tenda besar bagi golongan dan kelompok masyarakat tanpa diskriminasi.
Masyarakat Islam yang dicita-citakan Muhammadiyah merupakan masyarakat yang terbaik yang mampu melahirkan peradaban yang utama sebagai alternatif yang membawa pencerahan hidup umat manusia di tengah pergulatan zaman.
Muhammadiyah memiliki komitmen mendasar untuk mewujudkan Indonesia berkemajuan, yakni sebuah negara utama, negara berkemakmuran dan berkeadaban dan negara yang sejahtera, yang mendoorong terciptanya fungsi kerisalahan dan kerahmatan yang didukung oleh sumber daya manusia yang cerdas, berkperibadian dan berkeadaban mulia, yang mampu menegakkan kedaulatan (wilayah, politik, hukum, ekonomi, dan budaya), mendatangkan kemakmuran, mewujudkan kebahagiaan materiel dan spiritual, menjamin kebebasan, menghormati hak asasi, dan menciptakan keamanan dan jaminan masa depan.
“Ini berat sekali, makanya saya katakana kalau orang Muhammadiyah tidak masuk surga, kebangetan. Karena kerjaannya berat banget pak. Tidak hanya jadi Youtuber. Kampus kita ini lebih banyak dari yang didirikan oleh republik. Dan ini bukan bangga-banggaan, tapi kita ini harus sadar, bahwa yang kita lakukan ini perjuangan.”
“Jangan ada satpam di kampus kita ini tidak merasa menjadi seorang mujahid, itu yang saya inginkan. Jangan ada pejabat struktural yang tidak merasa menjadi pejuang Islam, hanya karena dia tidak punya akun di sosial media,” tambahnya.
Tantangan Populisme
Kemunculan fenomena populisme Islam menurut Fathurrahman tidak lepas dari rasa geram berkepanjangan atas janji-janji pembangunan dan kesejahteraan kapitalisme global yang tidak kunjung terwujud. Populisme Islam di kalangan kelas menengah muslim kontemporer dapat dipahami dalam dua pengertian. Pertama sebagai upaya mempopulerkan Islam di ruang publik. Kedua upaya membangkitkan Islam sebagai kekuatan kepentingan dan kekuatan penekan.
Salah satu proyeksi kongkret populisme Islam adalah gerakan hijrah. Sisi lain dari populisme Islam adalah adanya persepsi ancaman bagi kelas menengah muslim tentang ketidakadilan global seperti isu terorisme, radikalisme, clash of civilization, islamophobia, isu khilafah, termasuk persoalan domestik umat Islam Indonesia.
Fathurrahman mengisahkan dalam salah satu hasil wawancara dengan salah seorang narasumber menyebutkan bahwa di toko narasumber tersebut hanya menjual buku yang diterbitkan oleh kelompok mereka sendiri. Mereka tidak menjual buku dari golongan lain, apalagi yang bergambar. Menurut narasumber tersebut, kelompoknya cenderung menjual buku dari ustadz yang terpercaya, serta menjual buku Islam untuk mencari akhirat. Berbeda dengan kelompok lain yang menerbitkan segala macam buku dari beragam ustadz, dan menjual buku hanya untuk kepentingan dunia.
“Inilah bentuk populisme, maka kalau orang Muhammadiyah terjebak di dalam populisme sangat berbahaya. Muhammadiyah lebih berbahaya, kenapa? Karena duitnya banyak.”
Upaya Mengatasi Populisme
Menurut Fathurrahman, dalam menghadapi populisme Islam, perlu pro-aktif dan bersikap responsif terhadap dinamika populisme keberagamaan, tidak mengambil sikap oposan terhadap mereka. Melakukan penetrasi dan intervensi gagasan-gagasan berkemajuan, dengan kolaborasi dan bersinergi. Serta memberikan pelayanan dakwah yang “populis” tanpa menjadikan populisme sebagai paradigma berpikir dan bertindak.
“Prakarsa PWM Jateng dengan aksi ‘Jateng Bermunajat’ barangkali dapat menjadi model yang bisa dikembangkan,” usulnya.
Selain itu, langkah lain yang perlu digalakkan lengkap Fathurrahman adalah gerakan salat subuh berjamaah yang dapat dijadikan sebagai gerakan kebudayaan, untuk merawat kerekatan dan militansi umat akar rumput; melakukan kajian-kajian sederhana dan populis yang terstruktur dengan baik, serta kolaborasi dengan elemen umat eksternal persyarikatan dalam menyampaikan persoalan-persoalan “common platform” di internal umat Islam.
“Berikutnya adalah bagaimana kita mengarusutamakan religusitas yang holistik,” lengkapnya.
Ancaman Bonus Demografi
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung dalam dua tahun terakhir telah membawa petaka dalam kehidupan masyarakat. Sekolah-sekolah di 160 negara tutup. Akibatnya Satu milyar lebih siswa sekolah—60,5% dari total pelajar dunia—tidak memperoleh pembelajaran. Empat puluh juta anak tidak memperoleh pendidikan preschool. Tujuh juta anak terancam stunting.
“Kita terancam kehilangan generasi emas,” serunya.
“Maka kalau anak IPM ini ingin Muhammadiyah Berjaya 2040 tolong perhatikan anak IPM hari ini, Kalau tidak maka anak-anak ini, investasi kita akan menjadi lost generation, mereka akan hilang,” lengkapnya.
Sebagai langkah untuk mengantisipasi hal tersebut, Ketua Majelis Tabligh Pimpinan Pusat Muhammadiyah itu mengusulkan untuk melakukan strategi dan metode dakwah pada generasi Z dengan pendekatan fardiyah. Hal ini karena generasi Z cenderung tertarik pada interaksi personal. Generasi Z juga terbiasa mencari informasi sendiri melalui internet, sehingga mereka lebih independent dalam memahami ide serta bebas untuk memilih pro atau kontra terhadap suatu isu.
Pandangan generasi Z lebih multicultural, terbiasa melihat dalam banyak aspek, sehingga wawasan dai atas suatu masalahh dari beragam sisi juga menjadi keharusan. Generasi Z juga lebih menginginkan pekerjaan yang membawa dampak kebaikan lebih besar, seperti memperhatikan dampak lingkungan dan kemanusiaan.
Dalam aspek finansial, generasi Z cenderung ingin memiliki kemandirian finansial lebih awal dibanding generasi sebelumnya, sehingga pendekatan entrepreneurship perlu dipertimbagkan.
“Generasi Z juga lebih sadar diri, percaya diri dan menghargai perbedaan baik dalam segi penampilan, pemahaman dan pemikiran. Sehingga mereka akan lebih senang jika merasa ‘diakomodasi’ keunikan mereka,” pungkas Fathurrahman. (dandi)