Mengenang Buya Prof Ahmad Syafii Maarif

Syafii Maarif

Buya Syafii Maarif saat Shalat di Masjid Nogotirto dekat kediamannya Foto Dok Istimewa

Mengenang Buya Prof Ahmad Syafii Maarif (31 Mei 1935 – 27 Mei 2022)

Oleh: M.Sun’an Miskan

Beliau adalah orang yang sederhana, pemikir Indonesia dan dunia,guru bangsa yang taat beragama.

Beliau telah berpulang ke Rahmatullah, kemarin, hari Jum’at, tanggal 27 Mei 2022 M jam 10.15 WIB di Rumah Sakit Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.

Beliau layak disebut pribadi yang taat beragama, ahli masjid karena beliau punya tradisi dalam menerima tamunya yang muslim, beliau menerimanya di Masjid dekat kediaman beliau di Perum Nogotirto Elok II, jln Halmahera Blok D/76, Gamping, Sleman, Yogyakarta pada jam saat shalat lima waktu berjamah.

Pada akhir tahun 2010, saya menelpon Buya Syafii Maarif sehabis solat Magrib,saya ingin menemui beliau di kediamannya.

Beliau bertanya :  “Saudara lagi di mana?”

Saya jawab : “Lagi di PP Muhammadiyah, lagi di Yogyakarta Buya “.

Jawab beliau : “Besok kita bertemu saat solat subuh berjamaah di Masjid saya”.

Saya balik menjawab : “Baik Buya”.

Sebelum azan subuh saya sudah di Masjid beliau dan beliau sudah lebih dahulu ada di Masjid.

Selesai solat subuh kami berdua beringsut ke pintu Masjid arah keluar.

Sambil duduk saya sampaikan maksud kedatangan saya. Saya tunjukkan draf buku karya tulis saya. Isinya adalah kata sambutan saya dalam berbagai acara dan pertemuan  selama saya menjadi ketua PWM DKI pada periode  2005-2010 dengan judul Resonansi Pemikiran Dalam Mengawal Gerakan Tajdid Muhammadiyah DKI Jakarta 2005 – 2010 oleh H.M.Sun’an Miskan,Lc. yang diedit oleh sdr Drs.H.M.Sudar Siandes, MM.

Saya berkata : “Tolong diberi pengantar Buya”.

Apa jawab beliau : “Akhir-akhir ini, saya dengar Saudara ikut kelompok  Salafi, kenapa kok minta pengantar buku kepada saya?”.

Saya jawab dengan nada pasti : “ Itu hanya kata orang saja, Buya. Kata orang  yang kurang berkenan dengan kiprah saya di Muhammadiyah selama ini”.

Komentar beliau : “Oh begitu“.

Beliau lalu melembari tulisan saya. Ditelaah di sana-sini.

Kemudian beliau berkata : “Tolong ditulis kata pengantar saya. Saya diktekan!”.

Beliau lalu mendektekan kata pengantar buku dan saya langsung merapikan dalam tulisan.

Selesai saya tulis, saya bertanya pada beliau:

“Buya, perlu saya bacakan supaya  tulisan saya kalau ada yang salah  Buya mengkoreksinya “.

Jawab beliau : “Tidak usah dibacakan, saya percaya kepada Saudara dan  tolong diperbaiki bahasanya”.

Begitu tawadluknya, begitu praktis, begitu sederhana dan begitu percayanya Buya kepada yang muda-muda yang sudah beliau kenal.

Tidak hanya kepada saya saja, beliau menerima tamu saat jelang shalat lima waktu di terima di masjid beliau sambil solat berjamaah. Kepada yang lain demikian juga.

Soal beliau sebagai guru bangsa,senang perdamaian dan antisipasi kedepan agar Muhammadiyah lebih maju setelah berusia  100 tahun.

Pada Muktamar Muhammadiyah ke-45 tahun 2005, Muhammadiyah mengeluarkan konsep pandangan dunia yang yang cukup penting,yaitu : “Pernyataan Pikiran Muhammadiyah jelang Satu Abad” – ( Zhawahir al Afkar al Muhammadiyah ‘Abra Qarn Min Az Zaman). Di dalamnya ada : (1)  Komitmen gerakan, (2) Pandangan keagamaan, (3) Pandangan tentang kehidupan, (4) Tanggungjawab kebangsaan dan kemanusiaan, (5) Agenda dan langkah ke depan, disertai kebijakan-kebijakan strategis Muhammadiyah dalam memasuki usianya satu abad.

Saya sebagai peserta Muktamar masuk ke sidang komisi yang membicarakan masalah tersebut di atas. Saya didaulat sebagai sekretaris untuk memperkokoh ketua sidang komisi.

Buya Ahmad Syafii Maarif juga sangat peduli dengan komisi ini. Begitu beliau melihat saya sebagai sekretaris sidang komisi, beliau yang ditugaskan oleh PP Muhammadiyah sebagai pendamping sidang komisi dengan sangat optimis berkata : “Saudara-saudara para peserta sidang komisi, karena Sdr Sun’an sudah dijadikan sekretaris sidang, izinkan saya akan mendampingi komisi yang lain. Saya percaya sidang ini akan berjalan mulus-mulus saja seperti harapan Muktamar“.

Alhamdulillah sebagai sekretaris sidang saya jaga betul kepercayaan Buya tersebut.

Alhamdulillah sidang komisi berjalan mulus-mulus saja. Keputusannya ialah semua peserta sidang komisi sepakat dan menyetujui konsep PP Muhammadiyah tersebut di atas. Sidang meminta agar makna ayat yang tertuang di situ ditulis teks Al Qur’annya.

Pada saat saya ditugaskan untuk membacakan hasil rapat sidang komisi di forum pleno peserta muktamar, saya sampaikan dengan tayangan in-focus Sidang pleno menyetujui secara aklamasi hasil isi sidang komisi tersebut.

Adapun berbicara Buya sebagai guru Bangsa dan ingin melihat Indonesia ini berbineka tunggal ika dengan penuh damai. Beliau pada sidang Tanwir I April 2007 di Yogyakarta berkomentar agak tajam kepada kelompok Islam yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Saat itu memang pengaruh pemikiran transnasional sangat kuat di Muhammadiyah.

Apa kata beliau : “Kalau Saudara  ingin memisahkan diri, membuat negara sendiri maka kelompok yang di sebelah sana pun akan memisahkan diri. Membuat negara sendiri, maka dakwah Islamiyah akan terhambat ke sana. Karena  untuk berdakwah ke sana, saudara harus punya paspor, harus ada izin visa ke sana. Tidak seperti sekarang dakwah Islamiyah mulus-mulus saja ke sana, bahkan bisa tembus kemana-mana tanpa ada halangan.”

Peserta sidang Tanwir pun salut dan sangat menghormati pikiran dan pendapat Buya Ahmad Syafii Maarif tersebut.

Tidak hanya di forum resmi itu saja beliau dikenal sebagai Guru Bangsa.

Saya hampir rutin kalau pulang dari kantor di Balimester – Kampung Melayu Jakarta Timur naik Busway dari terminal Kampung Melayu menuju ke kantor PWM DKI di Jln Kramat Raya 49. Saat lama menunggu busway, saya kadang ngobrol dengan penumpang yang lain yang sama-sama menunggu.

Suatu kali saya ditanya bapak-bapak dengan logat Tapanulinya, beliau non muslim. Tanyanya :  “Bapak mau ke mana? Saya jawab : “Saya mau ke kantor Muhammadiyah di jln Kramat Raya 49.”

Apa komentarnya : “Oh Bapak sahabatnya Buya  Syafii Maarif , tokoh Muhammadiyah itu ya”.

Saya jawab : “Betul Pak”.

Ia dengan penuh kebanggaan berkata : “Tolong sampaikan salam saya kepada beliau. Beliau itu guru bangsa”.

Jawab saya :  “InsyaAllah dan terima kasih atas penilaian Bapak kepada Buya Ahmad Syafii Maarif.”

Akhirul kalam, demikian sekilas kenangan saya kepada Buya Prof. Dr. H. Ahmad Syafii Maarif – Rahimahullah, semoga Allah mengampuni segala dosanya, dilapangkan kuburnya dan dimasukkan di surgaNya.

إنا لله و إنا اليه راجعون

اللهم أجرنا فى مصيبتنا و اخلف لنا خيرا منها .

أمين 3 ×

M.Sun’an Miskan, Ketua PWM DKI Jakarta

Exit mobile version