Yang Jarang Diulas tentang Buya Syafii Maarif
Oleh: M Husnaini
“Muhammadiyah dan bangsa Indonesia berduka,” tulis Haedar Nashir di grup WhatsApp Islam Berkemajuan. Ketua Umum PP Muhammadiyah tersebut lantas menuturkan bahwa “Telah wafat Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif pada hari Jumat tanggal 27 Mei 2022 pukul 10.15 WIB di RS PKU Muhammadiyah Gamping.”
Ya Allah, kesedihan segera merasuki relung jiwa. Buya Syafii Maarif adalah cendekiawan besar. Dia menjabat Ketua Umum PP Muhammadiyah periode 1998-2005. Namun, Guru Bangsa itu kini telah berpulang untuk selamanya pada 4 hari sebelum hari ulang tahunnya yang ke-87 tahun.
Indonesia, terlebih lagi Persyarikatan Muhammadiyah, beruntung memiliki Buya Syafii Maarif. Serambi Ilmu Semesta pernah menerbitkan sebuah buku berisi kompilasi tulisan dari beragam akademisi, intelektual, dan aktivis lintas agama mengenai biografi intelektual Buya Syafii Maarif, dan diberi judul “Muazin Bangsa dari Makkah Darat” (2015).
Judul buku tersebut berasal dari tulisan Alois A Nugroho, Guru Besar Etika Komunikasi Politik Universitas Katolik Atmajaya, yang menyebut Buya Syafii Maarif sebagai muazin moralitas bangsa. Laksana muazin, Buya Syafii Maarif dipandang telah konsisten menyerukan nilai-nilai kebajikan. Makkah Darat adalah julukan historis tanah kelahiran Buya Syafii Maarif, Sumpur Kudus, Minangkabau.
Sebagai anak kemarin sore dan bukan siapa-siapa, saya hanya dapat menyimak pemikiran Buya Syafii Maarif melalui buku-buku dan tulisan-tulisan di media massa. Namun, lama terpendam keinginan di hati saya untuk dapat sowan kepada Buya Syafii Maarif, meskipun belum tahu kapan dan di mana.
Akhirnya, ketika sedang mencari literatur untuk disertasi ke Yogyakarta, saya berhasil berjumpa secara fisik dengan Buya Syafii Maarif atas jasa Mas Erik Tauvani. Momen 10 Januari 2020 di Masjid Nogotirto tersebut sungguh berkesan bagi saya. Banyak ilmu dan hikmah saya petik dari perjumpaan dengan Buya Syafii Maarif selama satu jam lebih.
Konon, Buya Syafii Maarif selalu jemaah magrib di masjid itu dan baru pulang setelah isya. Kecuali Buya Syafii sedang keluar kota. Karena itu, masjid yang terletak di Perumahan Nogotirto, Gamping, itu tidak asing dengan tokoh-tokoh penting nasional yang datang untuk berjumpa dengan Buya Syafii Maarif. Ya, kerap kali Buya Syafii Maarif menemui tokoh-tokoh besar di masjid itu.
Ketokohan Buya Syafii Maarif dalam dunia pemikiran dan ilmu pengetahuan memang harus diteladani, terutama bagi generasi muda. Namun demikian, yang tidak kalah penting adalah spiritualitasnya. Buya Syafii Maarif adalah pribadi yang saleh dan istikamah dalam ibadah. Sangat mengutamakan salat jemaah, kecuali dalam kondisi tidak memungkinkan. Banyak sekali kesaksian tokoh yang sempat dekat dengannya tentang itu.
Beberapa orang yang sering salah paham terhadap pemikiran Buya Syafii Maarif dan menuduh dengan stigma-stigma negatif, jangan-jangan tidak lebih istikamah. Buya Syafii Maarif memiliki kepedulian tinggi terhadap masjid dan perawatannya. Pembangunan Masjid Nogotirto hingga sampai seperti sekarang konon tidak lepas dari peran Buya Syafii Maarif. Sampai hari ini, Buya Syafii Maarif juga masih perhatian terhadap kelestarian masjid itu, terutama bidang kebersihan dan fasilitas.
Sebagai tokoh papan atas, Buya Syafii Maarif tidak hanya muluk dalam berteori, namun juga seorang abid yang taat. Panduannya dalam berpikir bukan cuma buku-buku, melainkan juga Al-Qur’an. Sepanjang menyimak pemikiran Buya Syafii Maarif melalui buku-buku dan tulisan-tulisan di media massa, kerangka berpikirnya tidak pernah saya jumpai terlepas dari tuntunan Kitab Suci.
Buya Syafii Maarif sering bilang, Al-Qur’an bukan hanya turun untuk orang Arab. Pesan-pesan universalitas Al-Qur’an merupakan teks terbuka yang absah dikaji siapa saja dan selalu menampilkan cahaya dari sisi mana saja dipandang. Hanya, Buya Syafii Maarif menyesalkan, Islam yang ada di otak kita sekarang ini bukan Islam Al-Qur’an. Kalau Islam Al-Qur’an, pasti dapat menyelesaikan masalah.
Buya Syafii Maarif tidak hanya indah dalam tulisan dan ucapan, namun juga membuktikannya dalam perbuatan. Dalam ibadah salat, misalnya, Buya Syafii Maarif selalu melakukannya sambil berdiri. Saya tanya, “Masih kuat, Buya?” Buya Syafii Maarif menjawab, “Ya, kalau dirasakan tentu ada saja halangan, tetapi sudahlah. Kita lakukan ini sebagai wujud syukur diberi umur panjang.”
Jawaban itu sekaligus menjotos kesadaran saya bahwa yang masih muda dan sehat harus lebih kuat ibadah. Banyak intelektual yang fasih berteori tentang Islam, tetapi begitu masuk ke urusan praktik ibadah, kadang salat subuh saja kesiangan. Boro-boro salat berjemaah ke masjid.
Dari sini penting ditarik kesimpulan bahwa kepada Buya Syafii Maarif, kita jangan hanya belajar kiprah intelektualitas semata, namun teladani pula kepatuhannya dalam ibadah formal. Terlebih, bagaimana keterampilan Buya Syafii Maarif menerjemahkan praktik-praktik ibadah menjadi akhlak keseharian. Buya Syafii Maarif, menurut penuturan beberapa tetangga dan kerabat, adalah manusia dengan kepribadian yang luhur dan agung.
Bukankah bukti akhlak adalah testimoni orang-orang terdekat? Buya Syafii Maarif, misalnya, sangat egaliter dan tidak merasa menjadi yang paling. Saya yakin, yang sering mencibir atau menghina Buya Syafii Maarif pasti mereka yang tidak benar-benar mengenalnya dari jarak dekat, apalagi mendalami pemikirannya secara rasional dan proporsional.
Dalam usia lanjut semasa hidupnya, tidak pernah Buya Syafii Maarif merepotkan orang lain. Pergi ke mana-mana tanpa pengawal atau asisten. Cukup, kata Buya Syafii Maarif, ditemani oleh Allah dan tongkatnya. Dengan kata lain, semua aktivitas dikerjakan secara mandiri.
Dalam usia yang mungkin banyak orang sudah pikun dan menjadi beban keluarga, Buya Syafii Maarif masih produktif. Aktif membaca, berpikir, dan menulis. Hebatnya lagi, Buya Syafii Maarif menulis menggunakan komputer dan mengirimkan tulisan lewat email ke media massa juga sendiri, tanpa bantuan orang.
Benar, kalau kita memperhatikan tokoh-tokoh yang masih produktif di usia senja, sebenarnya mereka adalah sosok-sosok dengan spritualitas tinggi sekaligus aktif membaca, berpikir, dan menulis. Buya Syafii Maarif menegaskan, membaca, berpikir, dan menulis harus ditekuni sepanjang hidup. Kepada generasi muda, Buya Syafii Maarif kerap berpesan, “Kedua kaki kita boleh berpijak di Indonesia, namun wawasan harus mendunia. Karena itu, pikiran kita jangan dihabiskan untuk urusan remeh yang tidak penting.”
Buya Syafii Maarif sendiri sangat aktif membaca, berpikir, dan menulis sepanjang hidup. Tulisan-tulisan Buya Syafii Maarif, antara lain, dapat kita simak di kolom Resonansi Republika. Saya sendiri telah lama mengikuti dan mengoleksi tulisan-tulisan Buya Syafii Maarif dalam bentuk file dan disimpan di laptop.
Ketika menyebarkan pikiran-pikiran melalui tulisan, disalahpahami orang adalah hal biasa. Buya Syafii Maarif sendiri mengaku kerap mengalaminya. “Yang penting niat kita baik dan benar,” terang Buya Syafii Maarif. Kendanti sering disalahpahami, bahkan dihujat oleh sebagian orang, Buya Syafii Maarif tidak pernah membalasnya.
Bagi saya pribadi, Buya Syafii Maarif adalah satu dari beberapa tokoh bangsa ini yang layak diteladani dari segi iman, ilmu, dan akhlak. Insya Allah husnul khatimah. Semoga saya dan kita semua mampu meneladani kiprah dan karya Buya Syafii Maarif yang hingga ujung usia masih tetap produktif dan memberikan manfaat secara luas untuk agama dan umat.