Simfoni Pancasila

demokrasi pancasila

Foto Dok Ilustrasi

Simfoni Pancasila         

Oleh: Ahmad A. Cinnong

Simfoni adalah orkestrasi musik yang lengkap, mengalun lembut, indah dan menghentak dengan panduan dirigen yang handal. Para pemain; biola, cello, gitar, bass, clarinet, saxophone, drum dan piano, memainkan musik dalam irama yang penuh harmoni. Semua dipandu dirigen handal, berdasarkan lembaran nada dan not lagu yang tertulis indah dan jelas. Mereka suka memainkan repertoar musik klasik pasca abad ke-18 dan kini mulai banyak memainkan repertoar musik perjuangan dan slow-rock.

Jika dirigen mampu memandu para musisi dengan alat musiknya masing-masing dan menghasilkan harmoni musik yang rancak sesuai harapan penonton, maka mereka akan mendapatkan tepukan riuh atau “standing ovation” yang membahana sampai ke langit.

Namun sebaliknya, jika dirigen tak mampu memandu para  pemain musik atau pemusik mau bermain sesuai seleranya sendiri, maka lahirlah irama musik yang amburadul dan mengecewakan penonton. Maka terbanglah botol-botol kosong atau gelas dan bahkan kursi ke arah pemain musik yang semau gue tersebut.

Begitulah gambaran bernegara. Dirigen bagaikan pemimpin negara, pemain musik adalah para eksekutif, legislatif dan Yudikatif, alat musik bagaikan lembaga pemerintahan yang bekerja sesuai tupoksinya,  penonton bagaikan rakyat dan repertoar musik atau not-not lagu bagaikan Pancasila dan Undang-Undang Dasar yang harus dipatuhi oleh seluruh pemain yang disaksikan oleh penonton atau rakyat.

Makna Pancasila

Ketuhanan Yang Maha Esa, bagai sinar terang yang menembus kalbu dan merasuk sukma. Tuhan Yang Maha Esa merangkum semua tangga nada kehidupan; do, re, mi , fa, sol, la, si, do. Tuhan adalah adalah awal dan akhir, yang menciptakan seluruh mahluk yang hidup di jagad raya.Tiada sekutu baginya!

Manusia Indonesia percaya pada kehadiran Tuhan dalam hidupnya. Sehingga agama apa pun yang dipeluknya, mereka akan bertanggung jawab atas segenap perbuatan yang dilakukan di hadapan pengadilan Tuhan. Inilah yang menginspirasi manusia Indonesia yang Pancasilais untuk taat dan patuh melakukan penyembahan kepada Allah dan tidak mentolerir paham ideologi komunis / atheis yang tidak percaya adanya Tuhan.

Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, bahwa manusia diciptakan dari seorang laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling kenal mengenal. Sesungguhnya manusia yang terbaik adalah yang paling bertaqwa kepada Allah (QS Al-Hujurat : 13).

Taqwa dalam konteks ini adalah tunduk dan patuh pada perintah Tuhan dan memuliakan sesama manusia sebagai mahluk ciptaan-Nya. Manusia tidak boleh saling mengeksploitasi untuk kepentingan sendiri / golongan dan merugikan orang atau kelompok lain. Manusia adalah setara dan merdeka menentukan nasibnya sendiri.

Hubungan ekonomi, sosial dan politik yang terjalin untuk kepentingan duniawi, harus dimaksudkan untuk kepentingan dan keuntungan bersama. Tanpa membedakan warna kulit, agama dan suku bangsa, dalam pergaulan antar sesama manusia.

Persatuan Indonesia adalah harga mati dan doktrin kedaulatan dan keutuhan bangsa dan negara kesatuan republik Indonesia (NKRI). Penjajahan Belanda dan Jepang yang lamanya 3,5 abad, kemudian merdeka dengan pengorbanan nyawa para pahlawan, harus dirawat sebagai tanda kesyukuran atas nikmat kemerdekaan dari Allah SWT.

Dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Rote, teritorial bangsa Indonesia harus dijaga oleh segenap anak bangsa khususnya aparat keamanan (TNI dan Polri). Sehingga celah-celah untuk melakukan infiltrasi dan merongrong keamanan bangsa dan negara, harus segera diatasi dengan tegas tanpa pandang bulu.

Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmah Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan / Perwakilan, bahwa pemimpin negara dari rakyat dan dipilih oleh rakyat melalui mekanisme pemilihan ; musyawarah atau mufakat. Maka sistem pemilihan langsung kepala daerah dan presiden, harus kembali dievaluasi apakah sesuai dengan amanat konstitusi ; Panca Sila dan UUD 1945.

Karena fragmentasi sosial, biaya tinggi dan andil para oligarki dalam pemilihan langsung kepala daerah dan presiden semakin nyata. Apakah kita rela dipimpin  seseorang hanya karena kuat modal tanpa pengalaman kepemimpinan dan kualitas keilmuan?

Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia adalah Sila terakhir yang nampaknya masih jauh panggang dari api. Negara yang kaya potensi sumber daya alamnya, belum mampu dinikmati oleh mayoritas penduduknya. Pengolahan SDA masih mengandalkan ahli dari luar negeri tanpa menekankan kebijakan “transfer teknologi”, sehingga potensi SDA tersebut tetap tidak mampu dikelola oleh rakyat ketika kontrak investor tersebut selesai.

Maka simfoni Pancasila akan terus mengalun sumbang jika tim orkestrasi musik tidak kompak dalam permainannya. Presiden sebagai dirigen pembangunan, harus tegas menerapkan sanksi hukum kepada pihak yang tidak konsisten menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bernegara. Terutama kepada para koruptor!

Ahmad A. Cinnong, Dosen Pascasarjana Unismuh Makassar

Exit mobile version