Malik Fadjar dan Pendidikan untuk Pembangunan Bangsa
Oleh: Aldi Bintang Hanafiah
Malik Fadjar, seorang tokoh penting pendidikan di republik ini, meyakini bahwa pendidikan adalah sarana ampuh untuk membawa sebuah bangsa maju dan terpandang di level global. Lebih-lebih, konon, banyak negara miskin berhasil maju bukan karena sumber daya alam, melainkan investasi modal manusia.
Perubahan-perubahan yang melanda semua wilayah kehidupan (peradaban) manusia diakui telah memunculkan persoalan-persoalan besar. Sekurangnya dalam bentuk kesenjangan dimensi normatif dan ekspektasi dengan realitas menjadi begitu lebar. Seperti globalisasi misalnya, konon yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kualitas sumber daya manusia suatu bangsa, namun dalam kenyataannya berbanding terbalik. Kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi dan menurunya kualitas moral telah menjadi permasalahan akut.
Dalam sebuah karyanya, Pak Malik (2001) mengatakan “Setiap bangsa dan negara yang mampu bangkit dan bergerak “maju”, memulainya dengan mengedepankan pendidikan sebagai kekuatan “strategis, terutama dalam memerankan investasi sumber daya manusia (human investment) dan menguatkan modal sosial (social capital), ”. Maka, untuk menjawab persoalan-persoalan di atas, gagasan pendidikan sebagai praksis pembangunan bangsa dalam pandangan Pak Malik sangat penting dan harus menjadi fokus utama.
John Nasibit dan Patricia Aburdance dalam bukunya “Megatrend 2000”, mengatakan “Tepi Asia Pasifik telah memperlihatkan, negara miskin pun bangkit, tanpa sumber daya alam melimpah asalkan negara melakukan investasinya yang cukup dalam hal sumber daya manusia. Oleh karena itu, “Terobosan yang paling menggairahkan dari abad ke-21 bukan karena teknologi, melainkan karena konsep yang luas tentang apa artinya manusia itu,” (John Naisbitt, Patricia Aburdene, 1990).
Senafas dengan gagasan John Nasibit dan Patricia Aburdance tersebut, Pak Malik sangat menekankan aspek sumber daya manusia berkualitas yang dibangun melalui dunia pendidikan. Meskipun, saat ini tengah mengalami krisis multidimensi yang berkepanjangan melanda bangsa dan negara terutama dalam bidang pendidikan, terlebih lagi akibat adanya pandemi Covid-19 yang menghambat proses berjalanya belajar mengajar. Akan tetapi ke depan, dalam menghadapi problematika yang semakin kompleks, penyelenggara pendidikan harus optimis untuk menghadirkan pendidikan yang dapat membangun sumber daya manusia berkualitas.
Tentu, sumber daya yang berkualitas akan terwujud manakala pendidikan yang diberikan juga berkualitas. Dalam hal ini pemerintah sebagai penyelenggara pendidikan harus tetap memiliki langkah-langkah kebijakan yang solutif, visioner, dan berpihak. Sehingga, sistem pendidikan yang ada akan menghasilkan sumber daya manusia yang merdeka, unggul, cerdas, berbudi pekerti dan berkualitas.
Dalam aspek pendidikan untuk pembangunan bangsa tersebut, yang menjadi perhatian Pak Malik adalah peranan pranata kependidikan. Dengan demikian keterkaitan hubungan fungsional antara pendidikan dan pembangunan bangsa, baik yang bersifat “reflektif” menggambarkan corak dan kondisi riil bangsa dan negara yang berlangsung, dan yang bersifat “progresif” menggambarkan peranan pendidikan dalam proses memajukan bangsa.
Menurut Pak Malik (2001), kenyataan-kenyataan yang berkembang di masyarakat (komunitas basis), pendidikan sebagai pembangunan bangsa menampakkan dirinya dalam berbagai pranata (institusi) kependidikan, seperti guru dan pemimpin-pemimpin pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan, lembaga-lembaga keagamaan, pusat-pusat keilmuan dan pusat-pusat seni budaya. Dalam pandangan Pak Malik berbagai kegiatan yang dilakukan oleh pranata-pranata pendidikan tersebut menjadi kekuatan riil proses pembangunan sebuah bangsa. Maka dari itu, dalam prosesnya, harus terus memfungsikan dan mendinamisasikan peranan pranata-pranata kependidikan itu secara terpadu.
Setidaknya ada lima garis besar peranan pranata-pranata kependidikan agar terpadu dan terus berkelanjutan menurut Pak Malik. Pertama, peranan guru dan pemimpin-pemimpin pendidikan tidak hanya pada sebatas yang rutin dan praktis, tetapi harus bisa menerjemahkan nilai-nilai, norma-norma dan muatan pendidikan yang dituntut oleh masyarakat, bangsa, dan negara yang terus bergerak serta berkembang. Mengelaborasikan makna dan isi pendidikan sebagai praksis pembangunan bangsa sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun perkembangan dan perubahan yang tengah berlangsung. Menggali dan mencari alternatif-alternatif model dan jenis pendidikan yang berwawasan lingkungan, ekonomi, sosial, dan budaya.
Kedua, peranan lembaga-lembaga pendidikan formal. Dalam rangka memenuhi hak setiap warga negara untuk memperoleh pendidikan sekaligus menjalani kewajiban belajar, maka peran dan tanggung jawab lembaga-lembaga pendidikan yaitu, menjalankan serangkaian kebijakan pendidikan yang telah terbakukan lewat sistem yang berlaku secara nasional, baik kuantitas maupun kualitas. Memenuhi dan mewujudkan pendidikan nasional secara akademik, khususnya yang berhubungan dengan mutu yang bertaraf nasional maupun internasional, dan mengemban visi dan misi bangsa, khususnya yang berhubungan dengan daya dan semangat inovasi menuju bangsa dan negara “modern”.
Ketiga, peranan lembaga-lembaga keagamaan. Sebagai salah satu kekuatan pendukung proses pembangunan bangsa, lembaga keagamaan dibutuhkan peranannya yang menonjol untuk menerjemahkan nilai-nilai dan norma agama sebagai kekuatan yang mendasari cita-cita dan memotivasi berbagai kegiatan dalam seluruh aspek kehidupan. Mendorong dan membimbing masyarakat dan umat ke arah kemajuan melalui ikatan-ikatan sosial kultural maupun tradisi-tradisi yang dimilikinya. Menanamkan sifat-sifat dan perilaku yang terpuji dan luhur agar terciptanya peradaban yang religius.
Keempat, peranan pusat-pusat keilmuan sebagai wadah kegiatan penelitian, pembelajaran, dan pelatihan. Peran pusat-pusat keilmuan terutama adalah memanajemen sumber-sumber keilmuan sebagai kekuatan yang mendukung pendidikan akademis, profesi, dan ketrampilan. Menjembatani dan menginformasikan sumber-sumber keilmuan itu untuk memajukan dan memperbaharui sistem dan kebijakan pendidikan nasional. Memelihara sekaligus mengembangkan sumber-sumber keilmuan itu sebagai bagian dari kekayaan dan kebanggaan bangsa dan negara.
Kelima, peranan pusat-pusat seni budaya sebagai wadah kegiatan pendidikan dan kebudayaan seperti museum dan sanggar-sanggar budaya. Pusat-pusat seni budaya harus memiliki peran utama untuk menerjemahkan nilai-nilai seni budaya yang dimiliki sebagai landasan proses pembangunan bangsa. Memposisikan seni budaya yang dimiliki sebagai kekuatan riil dalam proses pembangunan bangsa. Memelihara dan mengembangkan seni budaya sebagai kekayaan dan kebanggan bangsa dan negara.
Namun, dalam perjalanannya kelima garis besar ini dalam pandangan Pak Malik masih mendapat banyak hambatan, terpisah, bergerak sendiri dan belum membentuk “sinergi” positif yang mendukung pendidikan sebagai praksis pembangunan bangsa. Maka dari itu, untuk mewujudkannya harus ada kesadaran bersama dari berbagai pihak agar peranan pranata-pranata kependidikan tersebut dapat teraktualisasi dan bersinergi. Sehingga, seperti yang dikatakan Pak Malik, akan melahirkan semacam inner power and beauty, dan power and beauty in simplicity, dalam arti “murah dan sederhana, tetapi kuat dan indah”. Ini penting dan cukup strategis untuk pembangunan bangsa.
Aldi Bintang Hanafiah, Peneliti di Rumah Baca Cerdas (RBC) A. Malik Fadjar Institute, UMM