BANJARMASIN, Suara Muhammadiyah – Pada tahun 1921 KH Ahmad Dahlan selepas Subuh memohon kepada Allah untuk diberi rezeki. Rezeki sebagai pemenuhan kewajiban bagi para pendidik yang kala itu sekolah Muhammadiyah kekurangan dana.
Kemudian, dirinya berinisiatif memukul kentungan. Terperanjatlah para warga Kauman mendengar bahana kentungan itu. Dan berdatanganlah ke rumahnya. Kata KH Ahmad Dahlan dirinya membutuhkan dana karena kas Muhammadiyahh waktu itu masih kosong. Atas dasar itulah, KH Ahmad Dahlan merelakan seluruh asset dan perabotan rumahnya untuk di lelang.
Setelah itu, para warga membeli asset dan perabotan itu. Tapi asset dan perabotan yang telah dibeli oleh mereka tidak diambil, melainkan meninggalkan di rumah KH Ahmad Dahlan. Karena mereka merasa iba kepada KH Ahmad Dahlan yang nian membutuhkan dana demi memenuhi kewajiban membiayai gaji para pendidik yang mengajar di sekolah Muhammadiyah.
Itulah kisah yang diceritakan oleh Direktur Utama PT Syarikat Cahaya Media/Suara Muhammadiyah, Deni Asy’ari, MA didapuk menjadi penceramah dalam acara Kajian Khusus di Masjid Muhammadiyah At-Tanwir Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Sabtu (24/7).
Menurut Deni, kisah tersebut kaya akan pengajaran. Pertama, Persyarikatan Muhammadiyah dibangun atas fondasi kemandirian. Kemandirian sebagai akar rumput dari kelahiran Muhammadiyah.
“Muhammadiyah menginspirasi tentang kemandirian. Tidak mungkin amal usaha Muhammadiyah bisa tersebar di berbagai daerah. Tidak mungkin sekolah, rumah sakit, perguruan tinggi Muhammadiyah bisa berdiri gagah tanpa adanya semangat kemandirian,” ujarnya.
Spirit kemandirian menjadi warisan dari KH Ahmad Dahlan bagi generasi muda masa kini. Generasi muda menjadi lokomotif mengembangkan Muhammadiyah di masa yang akan mendatang. “Maka, kalau ada amal usaha yang masih ada berebut, gontok-gontokan, bertengkar, maka kita perlu kembali melihat semangat dan inspirasi kemandirian yang sudah dibangun oleh KH Ahmad Dahlan awal ini,” katanya.
Kedua, menjalankan dakwah ekonomi. Muhammadiyah sejak awal para tokoh-tokohnya merupakan jebolan penggerak ekonomi. Berkembang dan bertumbuhnya Muhammadiyah di berbagai daerah merupakan manifestasi dari pengembangan dari dedikasi tokoh-tokoh Muhammadiyah yang berlatar belakang penggerak ekonomi.
“Maka bapak/ibu, kalau kita perhatikan, daerah-daerah yang kulturnya basis masyarakatnya adalah entrepreneurship, basis masyarakatnya adalah pedagang, biasanya Muhammadiyahnya tumbuh lebih baik ketimbang dengan kultur masyarakatnya yang non pedagang,” tukasnya.
Muhammadiyah menempatkan posisi gerakan ekonomi pada perhelatan akbar Muktamar ke-47 di Makassar, Sulawesi Selatan tahun 2015 menjadi pilar ketiga dari persyarikatan. Sehingga, Deni menekankan pentingnya mentransformasikan gerakan ekonomi menjadi gerakan jamaah. Deni menyayangkan banyak tokoh-tokoh Muhammadiyah yang berlatar belakang saudagar, entrepreneurship, namun masih sangat sedikit ekonomi diletakkan dalam gerakan jamaah.
“Maka PR kita sesungguhnya, hari-hari ke depan adalah mentransformasikan gerakan jamaah kita di masjid hari ini menjadi gerakan jamaah di ekonomi. Karena bapak/ibu, bagaimanapun hari ini, kekuatan-kekuatan oligarki ekonomi tidak mungkin akan dilawan, dihadang, di cunter dengan kekayaan dan kesuksesan personal. Yang mampu menghadang oligarki ekonomi di negeri ini adalah kekuataan ekonomi berjamaah,” tandasnya.