Buya Al Imran Yunus, Ketika yang Lain Sudah Tiarap
Oleh: Musriadi Musanif
Udara pagi masih menusuk tulang. Biasanya, ini pertanda hari yang cerah. Tinggal menunggu waktu, matahari akan muncul di bumi belahan timur.
Sebuh pesan tiba-tiba muncul di dinding laman facebook saya. Pesan pun dibuka. Sederetan foto orang yang sedang beraktivitas di lapangan terlihat jelas. Ada juga pesan-pesan penuh hikmah, plus, kata-kata mutiara. Saya cermati foto itu lebih dekat. Ups, sebuah rapat atau pertemuan sedang berlangsung.
Nampaknya di rumah warga, atau mungkin di rumah anggota Muhammadiyah. Penerangan menggunakan bola listrik, memastikan pertemuan itu berlangsung malam.
“Ini kegiatan Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting (LPCR) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sumbar. Pertemuan dengan warga, sekaligus persiapan peresmian ranting Muhammadiyah di Pasaman Barat. Cukup jauh dari pusat kota Ujung Gading. Akses transportasinya masih sulit. Perkampungan nelayan,” jawab si pemilik akun menggunakan chat pada media sosial itu.
Selain sang pemilik akun, dalam foto itu juga terlihat ‘tim tangguh’ LPCR Sumbar, di antaranya Dr. Bakhtiar, M.Ag, Ki Jal Atri Tanjung, SH, MH, dan H. Adi Bermasa.
“Beliau adalah sekretaris LPCR PWM Sumbar. Namanya Buya Al Imran Yunus. Kini usianya sudah 80 tahun. Tapi beliau masih tetap aktif, termasuk mengunjungi ranting-ranting ke daerah terpencil, terluar, dan sulit dijangkau sarana transportasi publik,” jelas Bakhtiar yang merupakan wakil ketua PWM Sumbar itu.
Tidak saja di dunia nyata. Beliau juga sangat aktif di dunia maya. Nyaris eksis di semua platform media sosial, mulai dari facebook sampai kepada whatsapp, instagram, twitter, dan lain-lain.
Tokoh yang sebaya dengan beliau mungkin telah tumbang, tetapi beliau masih fresh. “Tetap aktif keluar masuk kampung, mengunjungi ranting-ranting dan cabang Muhammadiyah di Sumbar. Beliau menjadi sumber inspirasi dan penyemangat bagi tim LPCR. Mungkin juga bagi warga Muhammadiyah. Tidak pernah terlihat lelah dan berhenti, apalagi mengeluh, dalam menggerakkan persyarikatan,” tambah Bakhtiar.
Buya Al Imran sendiri, tidak mau bercerita banyak tentang diri dan upayanya dalam membesarkan Muhammadiyah. “Itu untuk diri saya saja,” jawabnya singkat.
Terkait dengan kepemimpinan Muhammadiyah di Sumbar di masa yang akan datang, beliau menyarankan perlunya upaya melengkapi sarana pimpinan dalam melaksanakan tugas.
“Tadinya saya akan bercerita ulang tentang perjalanan meracak sepeda motor berkunjung ke cabang dan ranting, karena kendaraan roda empat sangat minim di sekretariat pimpinan persyarikatan,” ujarnya.
Jadi nampaknya ke depan, menurut beliau, setiap majelis dan lembaga sebagai pelaksana atau pembantu pimpinan, sangat perlu diperhatikan sarana untuk melaksanakan tugas. Jangan hanya dituntut kewajibannya saja, sementara hak dan keperluan kelancaran pelaksanaan tugas terlupakan.