SURABAYA, Suara Muhammadiyah -Pengelola Museum Pendidikan Surabaya akhirnya meralat tahun pembuatan mesin handpress peninggalan KH Ahmad Dahlan yang menjadi salah satu koleksinya.
Sebelumnya, di plakat museum tertulis, mesin handpress tersebut buatan Tiongkok, tahun 1930-an. Sementara KH Ahmad Dahlan wafat pada 23 Februari 1923.
“Kami mengucapkan berterima kasih atas koreksinya. Karena itu, kami kembalikan ke plakat awal jika mesin handpress itu hanya menyebutkan negara Tiongkok, tanpa tahun pembuatan,” terang Mochammad Triatmanto Agus, kurator Museum Pendidikan Surabaya, Rabu (10/8/2022).
Dia lalu menjelaskan, jika saat kedatangan mesin handpress itu, pihaknya sudah melakukan kroscek terhadap keadaan fisik barangnya. Namun tidak menemukan bukti yang menunjukkan tahun pembuatannya.
“Kami mencari markingnya, tapi tidak ada. Kami kemudian menulis keterangan itu hanya pada negara yang membuat atau memproduksi mesin handpress itu,” tegasnya.
Ternyata Mesin Handpress yang Diduga Milik KH Ahmad Dahlan Ada di Surabaya
Dalam perjalanan, ada banyak pengunjung yang menanyakan waktu pembuatan mesin tersebut. Pihak museum lantas mencari referensi dari berbagai sumber terkait model dan tipe mesin handpress.
Diperoleh petunjuk kalau mesin itu mirip dengan beberapa mesin handpress lama, salah satunya yang dimiliki Perguruan Taman Siswa di Yogyakarta. Tahun pembuatannya berkisar 1930-an.
“Kami sudah membicarakan masalah ini. Kami segera melakukan penelusuran lagi untuk mencari data tahun pembuatan mesin handpress tersebut,” tandas Agus.
Terpisah, Ali Budiono, kolektor dari Komunitas Numismatik, mengaku membeli mesin handpress peninggalan KH Ahmad Dahlan itu pada tahun 2019. Barang itu dibeli dari Toni Lubis, kawan sesama kolektor yang tinggal di Yogyakarta.
“Pak Tony Lubis membeli mesin itu dari keluarga KH Ahmad Dahlan yang memiliki percetakan. Ada tiga mesin handpress yang saya beli. Salah satunya yang saya hibahkan untuk Museum Pendidikan Surabaya. Dua mesin masih ada di rumah,” tutur Ali.
Selain mesin handpress, Ali juga diberikan beberapa plat-plat yang bertulisan huruf Arab pegon, Jawa kuno, dan lainnya. “Saya diberi satu besek beri plat itu,” beber pria yang hobi mengoleksi benda-benda kuno dan arsip ini.
Ali menambahkan, mesin handpress peninggalan KH Ahmad Dahlan tersebut diboyong dari Yogyakarta ke Surabaya dengan menggunakan mobil pikap.
“Alhamdulillah, sampai sekarang barang-barangnya masih dalam kondisi baik,” pungkas Ali. (Agus Wahyudi, jurnalis yang tinggal di Surabaya)