Kewajiban Bersyukur
Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA.
Sudah menjadi kewajiban bagi setiap manusia khususnya seorang muslim untuk senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala atas pemberian nikmat-Nya kepadanya, baik nikmat yang disadarinya maupun tidak, diketahuinya maupun tidak, dan diakuinya maupun tidak. Kenyataannya, Allah ta’ala telah memberikan nikmat yang sangat banyak kepada manusia.
Di antara nikmat Allah ta’ala tersebut adalah nikmat Iman dan Islam, keluarga (orang tua, suami, istri, dan anak), harta, kesehatan, keamanan, rezki, umur, akal, bernafas, penglihatan, pendengaran, jabatan, harta, udara, air, makanan, buah-buahan, sumber alam, dan lainnya. Namun nikmat yang paling besar dalam hidup ini bagi seorang muslim adalah nikmat Iman dan Islam yaitu nikmat hidayah.
Sungguh banyak nikmat Allah ta”ala berikan kepada kita sehingga kita tidak mampu menghitungnya. Allah ta’ala berfirman, “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, Allah benar-benar Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (An-Nahl: 18).
Allah ta’ala juga berfirman, “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (Ibrahim: 34).
Hakikat Syukur
Syukur adalah senantiasa memuji Allah ta’ala baik di waktu senang maupun sedih dan waktu lapang maupun sulit, menaati segala perintah-Nya baik yang wajib maupun yang sunnat dan segala larangan-Nya baik yang haram maupun yang makruh, serta ridha terhadap qadar (ketentuan) Allah ta’ala yang baik dan yang buruk. Inilah hakikat syukur yang wajib diamalkan oleh setiap muslim.
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin berkata, “Menurut sebahagian ulama bersyukur adalah menaati Dzat Yang Memberikan nikmat (Allah ta’ala). Inilah syukur, yaitu kamu menaati Dzat Yang Memberikan nikmat (Allah ta’ala), terutama nikmat yang sejenis dengan nikmat ini. Jika Allah memberikan nikmat kepada anda dengan harta, maka hendaknya ada pada diri anda pengaruh dari harta ini pada pakaian anda, rumah anda, kenderaan anda, sedekah anda, maupun nafkah anda, hendalah terlihat pengaruh nikmat Allah yang telah diberikan kepada anda pada harta ini.
Dalam ilmu, jika Allah menganugerahkan ilmu kepada anda, maka pengaruh ilmu itu harus terlihat pada diri anda berupa semangat menyebarkannya di tengah-tengah orang ramai, mengajarkannya kepada orang banyak, berdakwah kepada Allah azza wa jalla, dan sebagainya, Maka syukur ada pada nikmat yang sama yang diberikan Allah kepada anda, atau lebih umum. Jadi, orang yang berbuat maksiat kepada Allah berarti tidak bersyukur kepada nikmat Allah, karena dia telah kufur nikmat Allah, semoga kita dijauhkan.” (Syarhu Riyadhus Shalihin: 457).
Syukur tidak hanya diucapkan di waktu mendapat kesenangan dan kemudahan, namun juga di waktu mendapat kesusahan dan kesulitan.
Oleh karena itu, Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam jika datang sesuatu yang menyenangkannya beliau mengucapkan, “Alhamdulillah alllazi bini’matihi tatimush shalihat (segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya semua kebaikan menjadi sempurna)”. (HR. Ibnu Majah).
Dan jika datang kepada beliau shallahu ‘alaihi wa sallam sesuatu yang tidak menyenangkan yaitu kesusahan dan kesulitan maka beliau mengucapkan. ‘Alhamdulillah ‘ala kulli hal (Segala puji bagi Allah dalam semua keadaan)”. (HR. Abu Daud dan At-Tirmizi).
Syukur merupakan ciri orang yang bertakwa. Orang bertakwa adalah orang yang menta’ati segala perintah Allah ta’ala dan meninggalkan segala larangan-Nya. Orang yang bertakwa akan diberi balasan berupa surga di akhirat nanti.
Adapun orang yang tidak mau bersyukur maka ia telah melakukan maksiat kepada Allah ta’ala karena tidak ta’at perintah-Nya untuk bersyukur dan juga telah melakukan perbuatan kufur nikmat yang diharamkan-Nya. Orang yang berbuat maksiat akan diberi balasan berupa azab di akhirat nanti.
Dalil-Dalil kewajiban Bersyukur
Allah ta’ala memerintahkan para hamba-Nya untuk bersyukur kepada-Nya atas nikmatnya tersebut. Banyak ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan hal ini, di antaranya:
Allah ta’ala berfirman, “‘Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah’.” Dalam ayat lain, “Katakanlah, “Segala puji bagi Allah’.” (Al-An-Naml: 59).
Syaikh Muhammad Shalih Al-Utsaimin rahimahullah menjelaskan ayat di atas, “Allah ta’ala memerintahkan kita untuk memujinya, bahkan menjadikan pujian kita kepada-Nya bagian dari rukun-rukun shalat sehingga shalat tidak sah kecuali dengannya, maka surat Al-Fatihah ayat pertamanya “Segala puji bagi Allah, Tuhan seluruh alam.” Kalau anda menggugurkan ayat ini dari Al-Fatihah, maka shalat anda tidak sah. Maka memuji Allah ta’ala itu wajib atas setiap manusia, demikian pula bersyukur. Bersyukur atas pemberian nikmat-Nya. Berapa banyak nikmat yang Allah berikan kepada anda?! Akal, keselamatan badan, harta, keluarga, dan keamanan, nikmat-nikmat yang tidak mampu dihitung sebagai firman Allah ta’ala, “Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak akan mampu menghitungnya.” (Ibrahim: 34).” (Syarhu Riyadhus Shalihin: 457).
Allah ta’ala juga berfirman, “Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat.” (Ibrahim: 7).
Allah ta’ala juga berfirman, “Maka ingattlah kamu kepada-Ku, Aku pun akan ingat kamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku.” (Al-Baqarah: 152).
Allah ta’ala juga berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang Kami berikan kepada kamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika kamu hanya menyembah kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 172)
Allah ta’ala juga berfirman ketika menceritakan perkataan Nabi Sulaiman, “Dia (Sulaiman) pun berkata, “ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya).” (An-Naml: 40).
Allah ta’ala berfirman, “Jika kamu kafir, ketahuilah sesungguhnya Allah tidak memerlukanmu, dan Dia tidak meridhai kekafiran hamba-hamba-Nya. Jika kamu bersyukur, Dia meridhai kesyukuranmu itu.” (Az-Zumar: 7).
Ayat-ayat tersebut menjelaskan bahwa Allah ta’ala telah memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya agar bersyukur kepada-Nya dan melarang mereka kufur nikmat-Nya. Maka, jadilah kita hamba-hamba-Nya yang tahu diri dan pandai bersyukur agar kita tidak kufur nikmat. Orang yang kufur akan diazab oleh Allah dengan azab yang keras di akhirat nanti.
Begitu pula banyak hadits-hadits Nabi shallahu’alaihi wasallam yang memerintahkan umat Islam untuk bersyukur kepada Allah ta’ala, di antaranya:
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Semua perkara yang penting yang tidak dimulai dengan Alhamdulillah, maka ia terputus.” (HR. Abu Daud dan lainnya).
Dari Aisyah radhiyallahu ‘anha bahwa dahulunya Nabi shallahu ‘alaihi wa sallam- shalat malam sampai kedua kakinya bengkak. Aku pun bertanya kepadanya, “Kenapa engkau lakukan sampai seperti ini wahai Rasulullah, padahal telah diampuni dosa-dosamu yang terdahulu dan yang akan datang?” Beliau menjawab, “Apakah aku tidak boleh menjadi seorang hamba yang bersyukur?!”. (Muttafaq ‘Alaih)
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh menakjubkan perkara seorang mukmin. Sesungguhnya semua perkaranya itu baik baginya, dan hal itu tidak dimiliki oleh siapaun kecuali seorang mukmin. Apabila ia mendapatkan sesuatu yang mengembirakan ia bersyukur, maka hal itu baik itu baginya. Dan apabila ia ditimpa suatu kesulitan, ia bersikap sabar, maka hal itu pun baik baginya.” (HR. Muslim).
Rasulullah shallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah meridhai seorang hamba yang makan sekali lalu dia memuji-Nya atasnya, minum sekali lalu memuji-Nya atasnya.” (HR. Muslim).
Demikianlah dalil-dalil Al-Qur’an dan As-Sunnah yang memerintahkan kepada umat manusia khususnya umat Islam untuk bersyukur kepada Allah ta’ala dan melarang kufur nikmat-Nya. Oleh karena itu, para ulama telah ijma (sepakat) mengatakan mengenai kewajiban bersyukur dan keharaman kufur nikmat.
Mengingat kewajiban ini, maka sudah sepatutnya kita senantiasa bersyukur kepada Allah ta’ala dalam segala kondisi, baik di waktu senang maupun di waktu sedih, di waktu mudah maupun di waktu sulit. Semoga kita termasuk orang-orang yang bersyukur sehingga mendapat ridha Allah ta’ala dan dijauhkan dari perbuatan kufur nikmat yang diharamkan. Amin !.
Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA., Ketua Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Wakil Ketua Majelis Pakar Parmusi Provinsi Aceh, Ketua PC Muhammadiyah Syah Kuala Banda Aceh, anggota Ikatan Ulama dan Da’i Asia Tenggara, Dosen Fiqh dan Ushul Fiqh Pascasarjana UIN Ar-Raniry, Doktor Fiqh dan Ushul Fiqh pada International Islamic University Malaysia (IIUM)