Menyemai Kader Unggulan melalui Asrama PTMA

Menyemai Kader Unggulan melalui Asrama PTMA

MALANG, Suara Muhammadiyah – Dalam rangka meningkatkan kualitas musrif dan musrifah asrama atau ma’had Perguruan Tinggi Muhammadiyah dan Aisyiah (PTMA) se-Indonesia, Asosiasi Pengelola Asrama Mahasiswa (ASLAMA) menyelenggarakan pelatihan bertajuk Peran Strategis ASLAMA dalam Meningkatkan Kualitas SDM Musrif-Musrifah dan Kader Muhammadiyah pada Sabtu-Ahad, 27-28 Agustus 2022. Kegiatan ini dilaksanakan secara hybrid di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (PUSDIKLAT) Universitas Muhammadiyah Malang.

Pelatihan yang diikuti oleh 453 peserta dari 47 asrama PTMA di seluruh Indonesia ini, dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas musrif dan musrifah asrama atau ma’had PTMA. Agus Supriadi, Lc., M.H.I, ketua pelaksana kegiatan, dalam sesi pembukaan (27/8) menyebut bahwa, “Pelatihan ini dilaksanakan untuk mendorong upaya pembibitan kader persyarikatan Muhammadiyah.” Tentu, peningkatan kualitas para pembina asrama PMTA ini sangat esensial mengingat asrama atau ma’had mahasiswa adalah salah satu tempat strategis untuk membangun wawasan dan kepribadian kader persyarikatan Muhammadiyah.

Pada posisi ini, dinamika sosial-masyarakat yang terus berkembang, meniscayakan Muhammadiyah untuk senantiasa menyemai kader persyarikatan yang hebat dan berwawasan agama luas dan inklusif. Salah satu tempat yang berpotensi menjadi ladang membangun kader unggulan adalah asrama mahasiswa di seluruh PTMA. Dalam pada ini, PMTA perlu diposisikan sebagai center of excellence atau kawah candradimuka untuk melahirkan kader-kader Muhammadiyah unggulan.

Tentu, proses membangun kapasitas kader Muhammadiyah yang berwawasan luas, unggul, dan cerdas itu tidak mudah, lebih-lebih membutuhkan waktu yang panjang. Maka itu, upaya ini akan dilakukan dalam kerangka pembelajaran yang berkelanjutan dan saling terintegrasi antar-lembaga PMTA. Pelatihan ini, untuk itu, dimaksudkan sebagai salah satu sarana belajar yang bisa memantik lahirnya kader Muhammadiyah yang cakap dalam memecahkan masalah (problem solver), baik masalah sosial yang menggejala di masyarakat maupun masalah internal Muhammadiyah: kebutuhan kader unggulan.

Menyemai Inklusifitas, Ideologi, dan Etika

Pada sesi pembukaan (27/8), Dr. H. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, Wakil Ketua Majelis Diktilitbang PP Muhammadiyah, mengatakan bahwa musrif dan musrifah yang menjadi pembina utama di asrama atau ma’had PTMA itu, tidak hanya berperan membangkitkan semangat mahasiswa atau mahasiswi untuk belajar ilmu pengetahuan secara kognitif, tetapi juga berperan penting dalam menguatkan karakter masing-masing individu. Lebih lanjut, menurutnya, karakter individu yang dimaksud adalah paradigma Islam yang rahmatan lil ‘alamin, yaitu cara berpikir yang luas, kosmopolitan, dan mengedepankan empati dan simpati kepada orang lain.

Dengan kata lain, asrama atau ma’had PTMA perlu difungsikan sebagai wadah pendidikan untuk mengenalkan pentingnya berpikir santun, mengedepankan aspek humanis ketika berhadapan dengan perbedaan pemikiran, dan tidak arogan. Tentu, untuk mengenalkan cara berpikir Islam yang inklusif dan berorientasi pada kemajuan, asrama PTMA juga perlu difungsikan sebagai wadah pengenalan ideologi Muhammadiyah. Sebagaimana disampaikan oleh Dr. H. Sudarnoto Abdul Hakim, MA, bahwa pengenalan konsep Islam yang rahmatan lil ‘alamin itu harus dilakukan dalam kerangka pemikiran ideologi Muhammadiyah.

Di sini, asrama adalah “miniatur kehidupan” bagi para mahasiswa atau mahasiswi, sebagaimana disampaikan oleh Dr. Fauzan, M.Pd, Rektor Universitas Muhammadiyah Malang (27/8). Lebih lanjut, menurut Dr. Fauzan, asrama PTMA harus dimaksimalkan sebagai wadah pembelajaran hidup, yakni bagaimana mahasiswa atau mahasiswi belajar berkomunikasi, bersosialisasi, dan hidup bermasyarakat. “Asrama adalah tempat belajar mengurai rasa ego, membangun simpati dan empati. Hal ini menjadi perhatian kita karena nilai-nilai simpati dan empati itu mengalami degradasi di masyarakat. Maka, kehidupan di asrama harus mengajarkan nilai-nilai kehidupan sesuai ajaran agama Islam,” ucap Dr. Fauzan, M.Pd.

Selain itu, asrama PTMA juga perlu dijadikan lokus penyadaran pentingnya memiliki etika luhur sebagai pribadi yang beragama. Lebih-lebih, di tengah masifnya degradasi moral yang ironisnya justru terjadi di lingkungan institusi pendidikan, maka membangun kesadaran individu yang berkarakter luhur adalah kebutuhan mendasar yang seyogianya dicarikan solusi secara kolektif.

Center of Excellence

Selain sebagai wadah membuka cakrawala pemikiran inklusif, ideologis, dan etis, pelatihan ini juga difokuskan untuk menyadarkan para musrif dan musrifah PTMA bahwa asrama atau ma’had itu adalah center of excellence. Tentu, orientasi menjadikan asrama atau ma’had PTMA sebagai center of excellence ini memerlukan kesadaran dari para musrif dan musrifah, bahwa asrama atau ma’had tidak hanya dijadikan tempat istirahat, tetapi juga menjadi lokus diskursus ilmu pengetahuan, refleksi pemikiran, dan pusat lahirnya ide-ide kreatif dari para mahasiswa atau mahasiswi.

Pada posisi ini, pelatihan ini menjadi sangat penting untuk memicu peningkatan kualitas (quality of improvement) sumber daya kader persyarikatan Muhammadiyah, sebagaimana disampaikan oleh Dr. H. Sudarnoto Abdul Hakim, MA. Begitu pula, Dr. Muhammad Ali Bakri, M.Pd, ketua I ASLAMA PTMA, (27/8) mengatakan bahwa asrama atau ma’had harus mampu melahirkan kader-kader yang berkualitas secara ilmu pengetahuan.

Perspektif membangun peradaban ilmu dari asrama atau ma’had, adalah salah satu penyadaran yang dilakukan di dalam pelatihan yang dilaksanakan selama 2 hari ini.

Garda Terdepan

Dr. Muhammad Ali Bakri, M.Pd, (27/8) mengungkapkan bahwa fungsi-fungsi asrama atau ma’had PTMA tersebut, perlu diimbangi dengan kualitas para musrif dan musrifah. Sebab, tanpa adanya kualitas yang berimbang, maka pengembangan asrama atau ma’had sebagai center of excellence, pusat ideologisasi, tempat membangun karakter yang luhur, dan membuka inklusifitas pemikiran, menjadi agak sulit.

Musrif dan musrifah adalah garda terdepan bagi pembinaan mahasiswa dan mahasiswi yang tinggal di asrama atau ma’had PTMA.  “Musrif atau musrifah memiliki peran strategis, karena mereka adalah pembina yang paling dekat dengan mahasiswa,” terang Dr. Muhammad Ali Bakri (27/8), yang mengikuti sesi pembukaan via daring.

Akhirnya, pelatihan musrif dan musrifah asrama PTMA adalah upaya menjaga kualitas pendidikan di institusi Muhammadiyah, untuk menjawab bahwa Muhammadiyah mampu melahirkan kader-kader handal, yang tidak hanya berguna bagi persyarikatan Muhammadiyah, tetapi juga bagi pembangunan Indonesia. (Azhar/Riz)

 

Exit mobile version