Internasionalisasi Muhammadiyah, Jembatani Peradaban Islam-Barat
Oleh: Haidir Fitra Siagian
(Ketua Pimpinan Ranting Istimewa Muhammadiyah New South Wales Australia)
Internasionalisasi gerakan dakwah Muhammadiyah yang digagas di Muktamar Jakarta tahun 2000 dan diperkuat dalam Muktamar tahuan 2015 di Makassar, merupakan upaya yang dirancang sedemikian rupa untuk mengemban misi utama bahwa Muhammadiyah telah matang dan mampu meluaskan syiar dakwahnya ke seluruh penjuru bumi. Upaya ini terus-menerus dilakukan antara lain dengan cara menyebarkan kader-kader Muhammadiyah ke luar negeri guna menginternasionalkan paham-pemikiran Muhammadiyah, mendirikan maupun menguatkan jaringan organisasi serta membangun amal usaha di berbagai negara.
Setelah mendirikan Universitas Muhammadiyah di Malaysia dan beberapa amal usaha di Timur Tengah, pada hari ini kita mendapatkan kabar yang sangat menggembirakan. Majalah Matan terbitan Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Jawa Timur edisi September 2022, menulis berita gembira ini. Di sebuah negara yang jarang terdengar, Uganda, Afrika Timur, melalui Lazismuh, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah berhasil mendirikan sebuah masjid. Masjid yang cukup megah untuk ukuran pedalaman Afrika, berada di tengah minoritas Muslim. Kabar gembira ini tentunya bukan hanya kepada warga Muhammadiyah saja, tetapi untuk seluruh bangsa Indonesia. Masjid yang dibangun tersebut, walaupun atas nama Muhammadiyah, tetapi Muslim Uganda tahu bahwa itu adalah sumbangan ikhlas atas nama rakyat Indonesia.
Kita juga pantas bergembira dengan berdirinya masjid tersebut, karena masih hangatnya suasana peringatan proklamasi kemerdekaan Bangsa Indonesia ke-77. Masjid yang diberi nama at-Tanwir Mosque, Muhammadiyah Movement Indonesia. Sebuah kado kemerdekaan lahir dalam bentuk masjid yang diperuntukkan kepada rakyat Uganda, yang berada ribuan kilometer dari tanah air dan termasuk dalam kelompok negara-negara termiskin di dunia. Yang sama sekali kita tidak pernah menduga, dapat memberikan kado sebagai bentuk kesyukuran atas nikmat kemerdekaan ini kepada mereka. Boleh dikatakan pula bahwa dengan cara yang demikian inilah Muhammadiyah menyatakan rasa syukurnya atas nikmat kemerdekaan bangs ini. Berbuat yang terbaik dan bermanfaat untuk sesama.
Terkait dengan pendirian Masjid Muhammadiyah di Uganda ini, terdapat dua mutiara yang indah dipandang mata. Laporan Majalah Matan, menyebutkan bahwa proses pembangunan masjid ini mendapat bantuan dari seorang wanita beragama Nasrani berdarah Batak, satu suku di Sumatra Utara. Namanya Emmy Sabar Manurung, seorang pekerja sosial, yang sudah menetap dan menikah dengan lelaki pujaan hatinya di negara tersebut. Atas permintaan pihak Lazismuh, secara sukarela beliau berkenan memfasilitasi pembangunan masjid yang terletak Desa Mbale, Sironko, Distrik Mwema, pelosok Uganda, sekitar 250 km dari Ibukota Kampala. Kepada Lazismuh, dia mengatakan bahwa meski seorang Nasrani, tidak menghalanginya berbuat untuk nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian.
Mutiara kedua adalah bahwa meskipun secara organisasi Muhammadiyah belum berdiri di Uganda. Berbeda dengan beberapa negara lain yang mana sudah berdiri Pimpinan Cabang atau Pimpinan Ranting Istimewa. Tetapi di Uganda sesungguhnya Muhammadiyah tidak memiliki hubungan kelembagaan. Kita juga belum pernah mendengar ada rombongan Muhammadiyah berkunjung ke sana. Juga tidak ada informasi ada penandatanganan kerjasama antara pemerintah atau lembaga bukan negara dari Uganda dengan Muhammadiyah. Akan tetapi hal ini juga tidak menghalangi bagi Muhammadiyah untuk membantu sesama. Membangun amal usaha yang diharapkan dapat membantu masyarakat setempat.
Pada edisi yang sama, Majalah Matan juga memuat kiprah Muhammadiyah di Australia. Di Melbourne, Sekolah Muhammadiyah sudah mendapat izin, pun beroperasi sejak awal tahun ini. Sebanyak lima puluh satu orang siswa dari berbagai latar belakang sementara menuntut ilmu pada lembaga pendidikan Muhammadiyah. Siswa ini bukan hanya keturunan Indonesia namun juga warga negara setempat dan warga keturunan Timur Tengah dan negara-negara lain. Sebagai sekolah Muhammadiyah, tentunya selain ilmu pengetahuan global, juga akan diperkenalkan tentang materi keislaman dan keindonesiaan.
Sedangkan di Sydney, sebuah kota modern dan terbesar di Australia serta masuk dalam kelompok kota paling bahagia di dunia, pengurus Muhammadiyah Ranting Istimewa, sedang berjuang mendirikan sebuah amal usaha Muhammadiyah, yakni sekolah sekaligus pusat dakwah. Usaha ini sementara berjalan, setahap demi setahap. Bahwa perjuangan untuk mendirikan amal usaha di Sydney, tidaklah mudah. Akan menghadapi banyak tantangan dan berbagai dinamika. Namun pengurus sudah membulatkan komitmen, akan terus berusaha hingga niat mulia tersebut dapat tercapai.
Kabar gembira lainnya datang dari Asia Timur jauh. Beberapa hari yang lalu, Rektor Tongmyong University di Busan, menawarkan kepada Muhammadiyah untuk mendirikan sebuah universitas di Korea Selatan. Meskipun masih dalam tahap penjajakan, akan tetapi dapat dipandang sebagai langkah maju terhadap cita-cita mulia Muhammadiyah dalam menyebarluaskan nilai-nilai Islam dan melebarkan gerakan amal salehnya ke seluruh penjuru dunia. Tawaran tersebut pun dapat dipandang sebagai bentuk apresiasi dan kepercayaan masyarakat internasional kepada Muhammadiyah. Sama seperti halnya dengan apa yang akan dilakukan di Sydney, pembangunan universitas maupun amal usaha di Korea Selatan pun diyakini bukanlah pekerjaan mudah.
Konsep internasionalisasi sebagaimana dikemukakan di atas, seperti yang cukup sering dijelaskan dalam berbagai kesempatan oleh Prof. Haedar Nashir, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, bahwa keberadaan sekolah Muhammadiyah maupun amal usaha Muhammadiyah lainnya tersebut adalah untuk menjembatani dan menindaklanjuti dialog peradaban Islam dan Barat. Dialog yang sering diadakan dalam bentuk seminar dan konferensi, tidak akan banyak memberi arti kepada khalayak, tanpa adanya aksi dalam bentuk yang lebih kongkrit. Hadirnya sekolah Muhammadiyah di negara-negara Barat maupun Timur Jauh, yang berpaham sekuler dan minoritas Muslim, adalah bagian penting dari gerakan dakwah menghadirkan Islam lebih dekat melalui jalur pendirikan formal.
Mari kita doakan dan memberikan bantuan sepenuhnya, agar Persyarikatan Muhammadiyah yang didirikan KH Ahmad Dahlan lebih dari seratus abad yang lalu, terus mengambil peran-peran kemanusiaan untuk membangun dan mencerdaskan sesama. Setahap demi setahap, dan memerlukan perjuangan yang penuh tantangan dan berbagai dinamika di dalamnya. Gerak langkah Muhammadiyah saat ini, tidak ada mengenal lagi batas administrasi negara. Sebab sebagai organisasi Islam, Muhammadiyah memandang konsep rahmatan lil’alamin, adalah untuk seluruh umat manusia, dimana saja berada.
Wassalam
Keiraville, 06.09.2022