MAKASSAR, Suara Muhammadiyah – Keberhasilan dalam berdakwah sangat ditentukan oleh strategi dan pendekatan yang digunakan. Apalagi di era masyarakat 5.0, dibutuhkan strategi komunikasi dakwah sesuai tuntutan zaman.
Hal itu menjadi pembahasan dalam Seminar Internasional Pra- Muktamar Muhammadiyah dan Aisyiyah yang digelar Unismuh Makassar. Acara ilmiah ini dihelat di Balai Sidang Kampus Unismuh Makassar, Jl Sultan Alauddin, Selasa, 6 September 2022.
Seminar Internasional yang mengusung tema “Dakwah Kontemporer: Peluang dan Tantangan di Era 5.0” ini, menghadirkan narasumber dari Singapura dan Malaysia.
Narasumber yang dihadirkan, yakni Dr Saifuddin Amin (Dekan Muhammadiyah Islamic College, Singapura), Prof Ambo Asse (Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar), Shaik Hussain Bin Shaik Yacob (Presiden Muhammadiyah Singapura), Muhammad Asyraf Bin Abdul Rahman (Malaysia), dan Dr. Muh. Ilham Muchtar.
Spirit Internasionalisasi
Ketua Panitia Dr Ali Bakri dalam laporannya mengungkapkan bahwa tema seminar internasional ini sejalan dengan tema Muktamar 48 Muhammadiyah. “Spirit mencerahkan semesta, harus disertai pendekatan dakwah yang sesuai dengan tantangan di era ‘society 5.0,” ungkapnya.
Ali Bakri berharap, melalui Seminar Internasional ini, Unismuh Makassar bisa mencapai salah satu dari delapan Indikator Kinerja Utama Perguruan Tinggi, yakni kerjasama Internasional, baik ditingkat prodi, fakultas dan universitas.
“Melalui seminar ini narasumber dan peserta dapat berbagi skill dan pengalaman dalam peningkatan imu pengetahuan seputar dakwah kontemporer antara negara di- era 5.0,” pungkas Wakil Direktur Ma’had Al-Birr Unismuh Makassar ini.
Dakwah di Era Digital
Sementara itu, Rektor Unismuh Makassar Prof Ambo Asse menyatakan optimismenya bahwa Muhammadiyah mampu menghadapi tantangan dakwah di era society 5.0.
“Bagaimana cara menghadapi peluang dan tantangan dakwah kontemporer? Bagaimanapun tantangannya tetap kita harus berada pada koridor,” ungkapnya.
Ia menyebut, justru kemajuan teknologi, memungkinkan dakwah lebih berkembang. “Sekarang kita bisa bikin pengajian secara virtual, yang peserta dan jangkauannya lebih luas daripada dakwah secara offline. Peluang ini harus dimanfaatkan dengan baik.
Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel ini juga mengungkapkan spirit internasionalisasi dakwah Muhammadiyah.
Muhammadiyah, lanjutnya, sudah melakukan internasionalisasi, dimana Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) sudah berdiri di banyak negara.
“Tapi Muhammadiyah Singapura bukan PCIM, melainkan organisasi yang berdiri sendiri. Pak Din Syamsuddin menyebutnya sebagai adik dari Muhammadiyah di Indonesia,” jelas Ambo Asse.
Nakhoda Unismuh yakin, pengalaman menggerakkan dakwah Muhammadiyah di Singapura dan Malaysia bisa menjadi bahan bagi para aktivis Muhammadiyah dalam mengembangkan aktivitas dakwah.
Secara khusus, Prof Ambo Asse menceritakan kemajuan Muhammadiyah di Malaysia, yang saat ini sudah mendirikan perguruan tinggi, yaitu Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM).
“Saat ini kita ditantang oleh Pimpinan Pusat supaya Universitas atau Perguruan Tinggi Muhammadiyah –Aisyiyah mengisi itu, mengirim alumni dan dosen kita kuliah di sana, baik S2 dan S3,” lanjut Ambo Asse.
Tantangan itu harus dipenuhi, katanya, sebab Unismuh Makassar memiliki peran dalam mendukung pendirian UMAM. “Apalagi Rektor Unismuh, juga merupakan bagian dari anggota Badan Pembina Harian di kampus itu,” pungkas Prof Ambo Asse.
Acara ini dirangkaikan dengan penandatanganan Nota Kesepahaman (MoU) antara Unismuh Makassar dan Muhammadiyah Islamic College Singapura, dalam pengembangan Catur Dharma Perguruan Tinggi.
Selain itu, acara ini juga merupakan bagian dari rangkaian Ta’aruf Mahasiswa Baru Ma’had Al Birr Unismuh Makassar. Kegiatan diikuti sekitar 600 orang, yang merupakan dosen dan mahasiswa Unismuh Makassar. (Hadi/Riz)