Catatan Kritis Pra-Tanwir (2): Memperkuat Sistem Audit Keuangan IPM

ipm

Catatan Kritis Pra-Tanwir (2): Memperkuat Sistem Audit Keuangan IPM

Apakah IPM punya sistem audit keuangan? Sudah barang tentu. Mustahil organisasi pelajar terbesar di Indonesia itu melupakan barang yang begitu penting seperti sistem audit keuangan. Tanpa audit keuangan, IPM akan membusuk di dalam. Itu tak boleh terjadi.

Sistem audit keuangan itu dilakukan di tiap musyawarah tertinggi. Dari Musyawarah Cabang hingga Muktamar. Tapi, biasanya dilakukan mulai dari Musyawarah Daerah, Musyawarah Wilayah, dan Muktamar. Kenapa di Musyran dan sebagian Musycab tidak berjalan tentu Anda sudah maklum.

Apakah sistem audit keuangan IPM itu kuat? Itu lain hal. Perlu diperiksa secara lebih seksama. Sistem audit keuangan adalah instrumen untuk memastikan bahwa IPM adalah organisasi yang jujur dan transparan. Tanpa sistem audit keuangan, IPM jadi organisasi yang suka bohong. Suka serong dan main belakang.

Audit keuangan IPM dilakukan oleh tim verifikasi/pemeriksa keuangan, begitu bunyi AD/ART. Tim verifikasi dibentuk oleh musyawirin. Di Muktamar, tim verifikasi dibentuk oleh peserta tanwir. Di Musywil, tim verifikasi dibentuk oleh peserta konferensi pimpinan wilayah. Dan seterusnya. Komposisinya biasanya adalah mix antara PP dan PW untuk verifikasi keuangan PP, PW dan PD untuk verfikasi keuangan PW, PD dan PC untuk verifikasi keuangan PD.

Tim verifikasi ini semacam badan ad hoc. Artinya, ia didirikan untuk tugas khusus dalam waktu tertentu. Pasca LPJ diterima, tugasnya selesai. Purna. Tapi kan jarang terjadi LPJ tidak diterima. Kalaupun tidak diterima, ya tidak ada apa-apa setelah itu. Pimpinan tetap purna tugas. Soalnya, pimpinan yang baru juga sudah tidak sabar pengen naik. Jadi untuk apa memperlama masalah?

Sayangnya, tim verifikasi ini, sepedek pengetahuan saya, relatif lemah. Semoga asumsi ini salah. Untuk melakukan verifikasi keuangan selama dua tahun masa jabatan, tim ini memang punya waktu yang cukup panjang. Biasanya mereka bekerja sekitar tiga bulan sebelum pelaksanaan musyawarah. Dalam kurun waktu itu, tim ini akan mendapatkan banyak temuan. Misalnya, laporan keuangan tidak lengkap. Sebagian nota hilang. Penggunaan rekening pribadi. Dan seterusnya.

Ketika temuan-temuan itu disampaikan dalam musyawarah barang 10-15 menit, musyawirin biasanya akan mendengarkan dengan seksama. Lalu sebagian yang kritis mempertanyakan kepada yang bersangkutan. Sayangnya, pertanyaan itu sering menguap menjadi sekedar pertanyaan. Jarang sekali rekomendasi-rekomendasi tim keuangan ini yang dipenuhi oleh pihak-pihak yang bersangkutan secara serius. Lagi-lagi, semoga apa yang saya lihat ini salah.

Maka, bisa disimpulkan bahwa sistem audit keuangan di internal IPM ini relatif lemah. Lemahnya sistem audit keuangan membuat peluang praktik-praktik serong terbuka lebar. Tentu, kader-kader IPM tidak pernah berniat untuk melakukan perbuatan serong. Tapi, ketika kok kebetulan ada kesempatan, maka wassalam. Namanya juga manusia yang doyan duit. Transparansi dan integritas organisasi yang menjadi taruhan.

Sebagian kader bercerita pada saya. “Sistem pelaporan keuangan kita itu lemah sekali,” ujar mereka.

Setidaknya ada beberapa faktor yang melatarbelakangi hal ini. Pertama, perputaran uang di IPM itu besar. Sementara bendahara tidak memiliki kemampuan controlling yang cukup kuat dalam mengawasi perputaran uang di daerah-daerah. Dalam kasus PW yang memiliki wilayah yang luas, perputaran dana yang seharusnya dipegang langsung oleh bendahara biasanya akan dibantu oleh kader-kader PW yang ada di daerah yang tidak bisa dijangkau oleh bendahara. Kasus ini relevan baik di PD, PW, maupun PP.

Kedua, tim verifikasi biasanya takut kepada bendahara atau PU. Di PD misalnya, tim verifikasi diambil dari anggota-anggota bidang PD dan sebagian perwakilan PC. Orang-orang yang masuk ke tim ini biasanya adalah mereka-mereka yang hormat dan patuh pada PU, termasuk pada bendahara. Sehingga seringkali mereka merasa rikuh jika harus melakukan investigasi keuangan secara mendalam. Hal yang sama juga bisa terjadi dalam konteks PW dan PP.

Ketiga, toh ketika akhirnya tim verifikasi menemukan berbagai temuan yang janggal, musyawirin biasanya malas mengawal isu itu. Karena energi musyawirin akan habis untuk kontestasi perebutan kekuasaan dan konsolidasi atau rekonsiliasi pasca musyawarah selesai. Ini jamak terjadi. Pada saat yang sama, bendahara, PU, atau aktor-aktor yang dimintai pertanggungjawaban oleh tim verifikasi jelas diuntungkan. Karena temuan yang mengarah ke kesalahan mereka tidak terlalu diperhatikan oleh publik.

Apalagi, pengawalan isu di musyawarah biasanya bersifat politis. Jika yang bermasalah adalah senior sendiri, atau bagian dari koalisi, maka tidak ada yang berani mengkritik. Tapi kalau yang bermasalah adalah lawan politik, maka kritik berbunyi kencang sekali. Kritik-kritik itu bisa dibungkam oleh hitung-hitungan politik di warung kopi.

Peran LPPK

Maka, idealnya, verifikasi keuangan di IPM dilakukan oleh auditor yang profesional. Yang tentu tidak rikuh terhadap pimpinan yang diverifikasi, sekaligus mampu mengawal hingga laporan diberikan secara jelas sekalipun musyawarah sudah selesai dan kader-kader sibuk dengan hal-hal politis.

Untuk diketahui, Muhammadiyah telah memiliki tim auditor yang disebut dengan Lembaga Pembina dan Pengawas Keuangan (LPPK). Lembaga ini bertugas untuk membantu pimpinan dalam menjalankan pembinaan dan pengawasan terhadap pengelolaan keuangan dan kekayaan persyarikatan, amal usaha dan organisasi otonom Muhammadiyah.

IPM bisa meminta tolong kepada LPPK untuk melakukan verifikasi keuangan. Dengan meminta audit dari pihak luar, tentu beberapa faktor yang menyebabkan lemahnya sistem verifikasi keuangan IPM sebagaimana tersebut di atas bisa diminimalisir.

Tentu, bendahara tidak perlu membuat laporan yang rigid dan rumit seperti perusahaan profesional. Cukup sederhana saja. Toh IPM bukan perusahaan. Tapi tetap aliran dananya harus dilacak dari hulu sampai hilir. Dan yang melacak haruslah orang yang kompeten dan bebas dari kepentingan politik IPM.

Memperkuat Tim Verifikasi

Jika tidak mau menggunakan pihak luar, maka ada opsi kedua. Yaitu dengan memperkuat tim verifikasi. Misalnya, dalam kasus Musywil, tim verifikasi memasukkan unsur PW, PD, ditambah PP. Dalam kasus PD, maka tim verifikasi terdiri dari unsur PD, PC, plus PW. Jadi, pimpinan di atasnya turut masuk sebagai tim verifikasi. Lalu bagaimana dengan PP? Di sinilah letak kesulitannya. Rasa-rasanya, opsi kedua ini hanya bisa berlaku bagi PW dan PD saja.

Kalau sekiranya masih kurang kuat juga, maka tim verifikasi perlu dibuat sebagai tim kerja profesional. Artinya, tim ini perlu dibiayai secara mandiri. Saya sering berkata, kalau lembaga media mau maju, harus dikasih duit. Karena pekerjaan media adalah pekerjaan yang jauh lebih berat dari pimpinan pada umumnya.

Hal yang sama juga berlaku bagi tim verifikasi. Tim verifikasi harus bekerja serius. Melakukan investigasi, mengecek laporan, mendata temuan, dan yang terpenting adalah mengawal temuan itu bahkan sampai setelah musyawarah selesai. Persoalan kita kan temuan itu selalu selesai seiring selesainya musyawarah. Tidak ditindaklanjuti. Tidak ada follow up. Pihak-pihak yang harus bertanggung jawab bisa bebas melenggang kesana kemari.

Maka, agar punya tenaga untuk mengawal hingga pasca musyawarah, tim verifikasi harus dibayai. Agar bahan bakar terus menyala. Tak perlu banyak, cukup sekedar untuk beli bensin saja. Tim ini juga harus dilantik dan disumpah sebagaimana layaknya pelantikan pimpinan. Mereka harus berjanji atas nama Tuhan untuk menegakkan kebenaran dan keadilan dalam konteks pelaporan keuangan IPM yang jumlahnya tidak sedikit itu.

Wal akhir, untuk memperkuat transparansi keuangan, sudah selayaknya laporan keuangan IPM di setiap tingkatan dilaporkan secara berkala secara transparan ke publik. Teknisnya bisa bermacam-macam. Bisa melalui platform MyIPM, atau bisa melalui email ke pimpinan di bawah sekaligus di atasnya.

Rasa-rasanya, tidak cukup berat jika setiap tiga bulan bendahara harus melakukan update laporan keuangan dan mengunggahnya ke laman MyIPM. Sehingga seluruh kader IPM di Indonesia dapat saling melihat dan mengawasi. Laporan itu tentu akan memudahkan dan mempercepat proses verifikasi yang akan dilakukan di tiap akhir periode. Jika merasa berat, perlu dipertimbangkan lagi dan jangan rebutan posisi bendahara!

Yusuf R Yanuri, Kader Ikatan Pelajar Muhammadiyah

Exit mobile version