TIONGKOK, Suara Muhammadiyah – Peduli pada para pekerja imigran khususnya yang berada di Tiongkok dan sekitarnya, prodi ekonomi pembangunan UAD mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat.
Bekerjasama dengan Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah Tiongkok, kegiatan ini dilaksanakan secara online, Jumat (30/9). Bentuk kerjasama ini adalah penyelenggaraan penyuluhan. Peserta kegiatan juga diikuti oleh pelajar dan mahasiswa dari berbagai negara, seperti Nigeria, China, dan Thailand.
Untuk memfasilitasi peserta dari negara lain, pemateri dan panitia menyediakan terjemahan setiap halaman materi yang dismapaikan dengan Bahasa Inggris dan Mandarin. Kegiatan dibuka oleh Muhammad Aziz, M.Cs., Ketua PCIM Tiongkok. Dalam sambutannya beliau mengutarakan pentingnya sikap Qonaah dalam hidup dan belajar berkata cukup sehingga dapat mengatur keuangan secara pribadi dengan baik dengan memiliki tabungan atau aset.
Selanjutnya materi disampaikan oleh Dr. Dini Yuniarti, M.Si. dan Budi Jaya Putra, S.Th.I. M.H.
Materi literasi keuangan oleh Dr. Dini diawali dengan penjelasan tahapan kehidupan dari mulai menerima, memberi dan menikmati secara finansial. Tahap menerima adalah sampai umur 25 tahun, tahap memberi sampai dengan umur 25-55 tahun, dan terakhir tahap menikmati adalah umur 55 tahun ke atas.
Dalam hal pengelolaan keuangan secara personal, harus membedakaan antara kebutuhan dan keinginan. Hal tersebut penting untuk menyeimbangkan keuangan agar tepat dan tidak merugikan di masa depan. Diharapkan juga kalaupun harus berhutang, maka harus dilakukan secara bijak. Pastikan total jumlah cicilan pinjaman tidak melampaui kemampuan keuangan Anda, yaitu maksimal sebesar 30% dari penghasilan bulanan.
Untuk mencari sumber pinjaman sebaiknya hindari pinjaman online yang illegal dan memberikan iming-iming persyaratan mudah akan tetapi bunganya tinggi. Dan terakhir hindari juga investasi bodong. Jangan tergoda mendapatkan imbal hasil yang tinggi dengan resiko yang rendah.
Pemateri selanjutnya, Bapak Budi menyampaikan tentang pengelolaan keuangan berdasarkan syariah. Umumnya orang akan memilih kaya daripada miskin, karena jika orang tersebut miskin akan kesulitan memenuhi kebutuhannya. Akan tetapi untuk urusan akhirat, Islam tidak memandang kaya atau miskin.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan oleh At-Tirmidzi (no. 2353, 2354) dan Ibnu Majah (no. 4122), dari Abu Hurairah dikatakan bahwa orang-orang fakir kaum muslimin akan memasuki surga sebelum orang-orang kaya (dari kalangan kaum Muslimin) selama setengah hari, yaitu lima ratus tahun. (HR. Bukhari dan Muslim)
Bukanlah kekayaan itu terletak pada banyaknya harta benda, melainkan kekayaan (yang hakiki) itu adalah kekayaan hati (qanaah). Hal ini menyatakan bahwa kekayaan yang seutuhnya adalah tidak dilihat dari harta saja, akan tetapi lebih luas yaitu terletak dari kekayaan isi hatinya, yaitu bersifat syukur, tidak iri terhadap orang lain, dan selalu merasa cukup atas apa yang dimilikinya.
Akan tetapi dalam Islam sebenarnya manusia disuruh agar bermanfaat kepada orang lain. “Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan sebahagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” (QS. Ali Imran: 92). (Budi/DF)