Efek Domino Transformasi Teknologi bagi Dunia Pendidikan
Oleh: Muhammad Syaikhul Islam
Transformasi teknologi pendidikan yang digagas oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) menjadi langkah strategis mengantarkan pendidikan Indonesia ke gerbang kemajuan. Langkah transformasi dimaksud juga relevan untuk menjawab ragam tantangan dan tuntutan dunia pendidikan di era digital.
Transformasi teknologi pendidikan mutakhir ini dapat dibilang cukup masif. Tak lebih dari tiga tahun berjalan, proses transformasi telah berdampak luas dan secara langsung dapat dirasakan oleh warga pendidikan di Indonesia. Platform Merdeka Belajar merupakan salah satu bukti transformasi yang sedang berproses berjalan dengan baik. Platform tersebut membuka akses pengembangan diri bagi warga pendidikan secara mandiri dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan di masing-masing lokal.
Dalam rilis pers akhir September 2022, Kemendikbudristek menyatakan bahwa 1,6 juta guru telah mengakses dan memanfaatkan platform gratis tersebut. Dampak lain dari transformasi tersebut adalah terbentuknya 3.500 komunitas belajar para guru dan terkumpulnya sekira 55.000 konten belajar mandiri yang dikreasi para guru.
Pada platform Merdeka Belajar juga terdapat lebih dari 92.000 konten pembelajaran yang telah diunggah para guru sebagai bentuk aktualisasi potensi diri sekaligus untuk menginspirasi, menstimulasi, dan mengapresiasi sesama guru. Dampak positif lainnya, lebih dari 141.000 sekolah/madrasah telah terbantu dalam mengetahui kondisi literasi, numerasi, karakter siswa, serta kualitas pembelajaran melalui Rapor Pendidikan.
Secara alamiah, transformasi teknologi pendidikan juga mengharuskan kepala sekolah dan guru lebih memahami 280 indikator Asesmen Nasional, sehingga mendorong para penggiat pendidikan tersebut melakukan refleksi dan perbaikan berdasarkan nilai Rapor Pendidikan yang dicapai pada tahun sebelumnya.
Sedangkan pada tataran perguruan tinggi, Kemendikbudristek mengklaim, transformasi teknologi pendidikan telah membantu terfasilitasinya lebih dari 724.000 mahasiswa melalui program Kampus Merdeka dan melibatkan lebih dari 2.700 dunia usaha dan dunia industri (DUDI) untuk berperan aktif pada program tersebut. Selain itu, sebanyak 43.000 praktisi dan profesional bergabung dan berkontribusi pada program Praktisi Mengajar.
Langkah masif transformasi teknologi pendidikan, hemat penulis, setidaknya telah membawa efek domino positif bagi dunia pendidikan di tanah air. Pertama, dilahirkannya platform cerdas Merdeka Belajar menjadi ajang ‘provokasi’ bagi para guru dan penggiat pendidikan lainnya untuk berlomba-lomba mengunggah dan memublikasikan karya kreatif mereka. Ibarat market place, platform Merdeka Belajar telah menjadi ajang promosi berbagai gagasan dan produk para guru dalam memajukan pendidikan di Indonesia.
Kedua, transformasi teknologi pendidikan berhasil menciptakan kebiasaan positif bagi dunia pendidikan. Penggiat pendidikan dan juga peserta didik sebagai bagian penting proses pembelajaran ‘dipaksa’ untuk lebih mengakrabi teknologi sekaligus mampu mengaplikasikannya dengan baik dalam berbagai ragam aktivitas pendidikan. Dalam konteks ini, transformasi teknologi pendidikan berperan signifikan membentuk budaya dan karakter positif warga pendidikan sebagai sebuah tuntutan zaman yang tidak dapat dihindari.
Ketiga, transformasi teknologi pendidikan, khususnya melalui Rapor Pendidikan, mampu memberikan potret obyektif kondisi sekolah/madrasah yang tersebar di seantero negeri. Ini merupakan modal dan faktor penting bagi pemangku kepentingan (stakeholders) pendidikan untuk melakukan refleksi, evaluasi, pemantauan, dan revitalisasi lembaga pendidikan masing-masing. Rapor Pendidikan juga menjadi pelecut bagi dinas pendidikan di masing-masing daerah dan sekolah/madrasah untuk memacu perkembangan diri/lembaga.
Keempat, transformasi teknologi pendidikan juga mampu menghadirkan semangat kompetisi yang sehat dan terbuka di dunia pendidikan, baik di kalangan sekolah/madrasah, maupun perguruan tinggi. Lembaga pendidikan secara tidak sadar dibawa ke ranah kompetisi yang positif sekaligus menjadi seleksi alam bagi lembaga pendidikan tersebut apakah dapat bertahan (survive) atau tidak di era disruptif ini. Kompetisi yang ada tentunya berdampak positif bagi masyarakat karena mereka semakin memiliki banyak pilihan untuk memilih lembaga pendidikan yang dinilai baik, sesuai, dan memenuhi harapan.
Kelima, transformasi teknologi pendidikan secara langsung maupun tidak langsung telah memaksa kepala sekolah/madrasah dan guru untuk dapat memahami dengan baik indikator-indikator sukses Asesmen Nasional. Hal ini penting, mengingat kepala sekolah/madrasah dan guru merupakan ujung tombak dalam pencapaian visi dan misi pendidikan. Sekolah/madrasah yang mampu memahami dan mencapai target indikator-indikator tersebut dengan baik, maka akan sangat membantu upaya pemerintah dalam mendongkrak mutu pendidikan melalui Asesmen Nasional.
Akhirnya, transformasi teknologi pendidikan menjadi keniscayaan dalam ikhtiar memajukan pendidikan di Indonesia. Dalam upaya ini, Kemendikbudristek sebagai conductor perubahan tidak dapat berjalan sendirian, tapi harus mendapat dukungan dari seluruh pemangku kepentingan pendidikan, terutama para kepala sekolah/madrasah dan guru sebagai front liner implementasi visi dan misi pendidikan. Penulis optimis, dengan kebersamaan semua pihak, proses transformasi akan terus membawa dampak positif yang lebih luas dan mengantarkan pendidikan tanah air ke level yang lebih baik lagi di masa depan. Semoga.
Muhammad Syaikhul Islam, Wakil Ketua Pimpinan Pusat Forum Guru Muhammadiyah (FGM)