Tragedi Indonesia
Oleh: Dr Masud HMN
Amat berharga kiranya kesimpulan historisnya May Brian tentang Tragedi Indonesia. Ia menyatakan bahwa pembangunam ekonomi Indonesia yang tinggal landas gagal dan stagnan. Karena tidak sesuai dengan masyarakat Indonesia.
Seperti yang dinyatakan dalam buku Indonesia yang dapat kita temukan di biolografi atau perpustakaan (UIN Paskasarjana Syarif Hidatullah Jakarta, 2022) dimana Brian May mengeluarkan pengamatannya. Penulis merasa beruntung dapat memabaca buku tersebut meski– sudah dua puluh tahun lamanya—walau dalam bentuk kopian.
Dari bukunya berjudul Indonesian Targedi kita belajar dari sejarah Indonesia banyak yang bisa diambil poinnya. Misal pengalaman di bidang ekonomi dan politik masa lalu. Agar persoalan itu jadi pembelajaran dan tidak mengulang kembali.
Seperti analis ekonomi dan politik May Brian dalam bukunya Indonesian Tragedy menyimpulkan terjadi diktator pemerintah dan kekuasaan bidang ekonomi. Kata sisiolog dari Agence Press France itu telah terjadi pemaksaan kekuasaan dalam bidang ekonomi yang tidak sesuai dengan kultur dan psikologi bangsa Indonesia.
Buku yang tebalnya 417 halaman itu penulisnya menemukan esensi politik Suharto era 1968 hingga 1973 itu adalah ekonomi yang dijalankan dengan kekuasaan politik, May Brian menunjukkan dalam analisanya dengan jelas tujuannnya agar tidak terulang lagi.
Politik dimaksud terlihat nyata di Indonesia, memang dia orang kuat karena ia menjadi pahlawan membubarkan Komunis tahum l965, sebab itu didukung pemimpin di belakangnya. Sayang ia kemudian dimanfaatkan orang beraliran barat di belakangnnya.
Berawal dari kuasanya mengubah politik ekonomi pembangunan Indonesia semula dari blok timur atau komunis ke blok barat atau kapitalis. Dengan topik yang ambisius optimistik “tinggal landas” dengan kangkangan barat kapitalis Amerika. Namun dipaksakan dan dengan agenda yang sistematis.
Strateginya adalah menempatkan kuasa militer dan menjadikan berkuasa penuh di Indonesia. Memberikan support yang tinggi, dimaksudkan pujian membutakan matahati Suharto. Sehingga Indonesia yang penduduknya yang beragama dan mayoritas Muslim menjadi kapitalis tak peduli agama, sekuler yang tiada menjalankan petunjuk Tuhan.
Amat terkenallah pujian terhadap ekonomi Indonesia tinggal landas itu membutakan mata hati Suharto. Menyandang gelar Bapak Pembangunan Indonesia dan Presiden terlama berkuasa. Hampir 33 tahun lamanya memegang kekuasaan.
Konsep dimaksud sukses memabuk kepayangkan Suharto, Bapak dari dunia yang pro kapitalis Amerika dan anti komunis. Konsep ekonomi sebagai panglima itulah pembangunan ekonomi dilestarikan yakni dengan mengirim berlajar intelektual Indonesia ke univeritas Amerika untuk kemudian menjadi pejabat.
Kosimpulannya Suharto terbawa oleh Kapitalis dan jajarannya. Maka tidaklah heran kalau dibentuk poros Indonesia menjadi negara yang berhubungan dekat dengan Amerika. Dimana dua Negara itu adalah Negara yang beraliran sekuler saling bahu membahu.
Kesimpulan itu yang ditemukan May Brian sebagai Indonesian Tragedy. Yaitu Negara Islam Indonesia menjelma jadi berbalik dan seiya sekata dengan Amerika, kapitalis, internasional. Dengan sekaligus anti islam dalam penerepan sekulerisme dan amat mengherankan dan terjadi.
Seperti kita mengenal petisi 50 yakni orang-orang yang menentang konsep sekulerime dengan menandatangani pernyataan melayang surat pada Presiden Suharto menolak konsep ekonomi yang sekuler itu. Presiden Suharto menindak mereka dengan meghalangi keluar negeri, berkegiatan politik, dan sebagaianya.
Dalam aplikasinya konsep tinggal landas ekonomi iti gagal dan stagnan, hingga terjadilah huru hara 1998 yang menurunkan Suharto. Dan pemerintah jatuh dan diganti dengan yang baru.
Akhirnya dalam masa reformasi dua puluh tiga tahun berlalu agaknya masa merenung kembali. Yakni mempelajari dan mengambil langkah kita yang tepat ke masa depan. Semoga!
Dr Masud HMN, Dosen Pascasarjana Universitas Muhamadiayah Prof Dr Hamka (UHAMKA) Jakarta