Perpecahan
Beberapa generasi anak Indonesia yang lahir pasca kemerdekaan selalu diajarkan bahwa penjajah (Belanda/VOC) mempraktikkan politik devide et impera. Teori memecah-belah untuk berkuasa. Dengan strategi mengadu-domba para anak bangsa ini, Belanda dapat menancapkan kuku kekuasaanya di atas puing persatuan seluruh bangsa Indonesia. Hasilnya, selama tiga ratus lima puluh tahun lamanya bangsa Indonesia terjajah ole bangsa lain.
Itulah pelajaran yang didapat dan diajarkan anak-anak kita. Sejak duduk di bangku sekolah dasar.
Para anak bangsa yang berpotensi untuk menjadi pemimpin besar pasti akan diadu-domba oleh VOC untuk saling bertikai. Pangeran Mangkubumi, RM Said, Pangeran Notokusumo, serta Pakubuwono hanyalah sebagian kecil dari elite bangsawan jawa yang “diadu” penjajah pada masa itu. Sejarah akhirnya mencatat, Mataram Islam, kerajaan penerus Demak ini harus dibelah menjadi empat kerajaan kecil yang selalu menyimpan sekam pertikaian.
Namun, benarkah VOC Belanda yang menyebabkan para elite tanah jawa kala itu bertikai memperebutkan tahta dan melupakan kepentingan rakyat banyak? Apakah VOC serta-merta dapat ikut nimbrung dan menyebabkan Panembahan Tegal Arum berselisih dengan putra mahkotanya sendiri, kalau di antara mereka tidak ada nafsu untuk saling berkhianat?
Apakah VOC dapat membagi Kerajaan Jawa menjadi dua, kemudian menjadi empat kalau para elite saat itu mempunyai rasa saling percaya. Demikian juga halnya dengan Kasultanan Banten dan lainnya lagi.
Saat ini, di belahan dunia Islam yang lain juga sama. Suriah, Libyia, Afghanistan, Irak, Sudan, juga nyaris luluh-lantak. Setiap hari nyaris ada rakyat yang terpaksa menjadi korban pertikaian antar faksi (kelompok) yang tidak dapat lagi dihitung jumlah dan sekutunya.
Cerita yang berkembang dan kita dengar serta kita terima kemudian juga nyaris sama. Ada “kekuatan barat” yang intervensi ke sana. Menyulut perpecahan dan pertikaian yang tidak berkesudahan, sampai semua kota menjadi puing yang berserakan dan sebagian besar penduduknya menjadi pengungsi ke berbagai penjuru bumi.
Narasi yang kita terima itu mungkin memang benar. Ada skenario jahat yang entah disusun oleh siapa ataun kelompok apa yang ingin memporak-porandakan dunia Islam. Indonesia mungkin masuk dalam targetnya juga. Semua serba mungkin. Hasrat manusia untuk saling menguasai memang sudah tercipta sejak masa purba. Sebagaimana iblis yang senantiasa kukuh pada azamnya untuk menyesatkan semua anak keturunan Nabi Adam.
Walau begitu, ummat Islam pasti tidak akan mudah untuk jatuh dalam skenario dan rancangan jahat kelompok manapapun. Ummat Islam pasti akan dapat mengantisipasi semua makar dari bangsa apapun. Karena dalam diri ummat Islam yang sejati selalu tertanam jiwa untuk mawas diri. Terbiasa menghisab diri sendiri sebelum menghisab orang lain.
Umat Islam yang mempunyai Al-Qur’an pasti tidak akan berperilaku seperti ibu-ibu di tanah Jawa pada masa lalu. Yang ketika melihat anaknya terjatuh saat belajar berjalan malah menimpakan kesalahannya pada kodok yang berlari. Padahal tidak ada kodok di situ. Karena kalau ada Pangeran yang bertengkar bukan pasti karena diadu oleh VOC, mungin saja mereka sedang memperebutkan mainan baru.
Bangsa atau kelompok lain mungkin tidak suka umat Islam bersatu. Tetapi pecah dan bersatunya umat Islam itu sesungguhnya tergantung kepada kita sendiri. Bukan kepada orang lain. (s banie)
Sumber: Majalah SM Edisi 10 Tahun 2019