Semangat Islam karena Menghayati Nilai Jihad
Oleh: Ahmad Dimyanti
عَنْ أَبِى هُرَيْرَةَ قَالَ قِيْلَ يَارَسُوْلُ اللّهِ مَايَعْدِلُ الْجِحَادَ فِى سَبِيْلِ اللّهِ؟ قَالَ لاَيَسْتَطِيْعُوْنَهُ فَأَدُوْا عَلَيْهِ مَرَّتَيْنِ أَوْثَلاَثاً كُلُّ ذَالِكَ يَقُوْلُ لَايَسْتَطِيْعُوْنَهُ ثُمَّ قَالَ مَثَلُ الْمُجَاهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللّهِ كَمَثَلِ الصَّائِمِ القَانِتِ بِآيَاتِ اللّهِ لاَيَفْتُرُمِنْ صَلَاةٍ وَلاَصِيَامٍ حَتَّى يَرْجِعَ المُجَاهِدُفِى سَبِيْلِ اللّهِ (متفق عليه)
Artinya: Dari Abu Hurairah ra berkata: “Ditanyakan, wahai Rasulullah! Apakah yang menyamai (nilai/pahala) jihad fi sabillillah? Rasulullah menjawab: kalian tidak mampu menyamainya. Lalu mereka (sahabat) mengulangi (jawaban) “kalian tidak mampu menyamainya” (Laa tastathii’uunahu) dua kali atau tiga kali. Semua mereka mengatakan: “kalian tidak mampu menyamainya. “kemudian Rasulullah bersabda: “perumpamaan orang bersungguh-sungguh (mujahid) di jalan Allah itu seperti perumpamaan oarng yang berpuasa tunduk kepada ayat-ayat Allah, dia tidak berhenti dari shalat dan puasa sehingga mujahid fi sabilillah itu pulang” (Muttafaq ‘Alaihi).
Semangat Islam
setiap pertanyaan biasanya ada rasa semangatnya, entah besar atau kecil/rendah. Karena dia berkeinginan untuk mengetahui sesuatu yang menentukan rendah tingginya semangat. Artinya, jika suatu problema itu hal yang penting atau menyangkut nasib yang merugikan/membahagiakan, maka rasa ingin megetahui tentu tinggi. Jadi, seseorang yang sudah mengetahui (berilmu) sesuatu akan bersemangat untuk mengerjakan atau meninggalkannya. Pada hakikatnya, dengan ilmu pengetahuan atau pengertian, mengakibatkan orang berbuat.
Demikianlah proses kehidupan manusia, bila ditinjau dari aspek perasaan, fikiran, dan perbuatannya. Dan kalua tiga aspek itu dilandasi dengan iman, maka hidup dan kehidupannya bermanfaat (HR Abu Nu’aim, dari Ibnu Umar) sebagai identitas Mukmin.
Karena itu, dengan ilmu pengetahuan atau pengertian yang dilandasi iman, orang Mukmin akan memiliki semangat untuk berbuat kebaikan Islami. Berarti, ia memiliki semangat islam yang manifestasinya ialah selalu berbuat kebaikan menurut Islam secara sungguh-sungguh.
Dalam konteks ilmu dan semangat Islam, uraian Hadits menunjukan bahwa pertanyaan sahabat tentang nilai yang dapat menyamai nilai jihad fi sabilillah mengandung semangat Islam. Karena jawaban Rasulullah “Laa tastathii’uunahu” (kalian tidak mampu menyamainya), menjadikan penasaran bagi sahabat yang karena itu mereka mengulang sabda Rasulullah itu sampai tiga kali.
Dan karena mereka ingin lebih tahu tentang nilai jihad fi sabilillah. Ini berarti mereka akan mengamalkan nilai dan menghayati nilai jihad fi sabilillah. Itu menunjukan bahwa penghayatan secara tepat dan pengamalan nilai Islam secara ikhlas demi ridha Allah itu adalah wujud semangat Islam.
Setiap ajaran Islam bernilai tinggi sekali, berisi semangat Islam, menarik dan mempesona bagi Mukmin yang memahami dengan tepat dan mengamalkannya dengan ikhlas karena ridha Allah. Dan memang, sejak awal Islam telah menyeru dan membimbing manusia untuk berilmu pengetahuan, baik secara agamis maupun akademis dalam arti luas, beriman, berakhlaqulkarimah, dan beramal shaleh/beribadah/berjihad fi sabilillah (QS Al-‘Alaq : 1).
Jadi, siapa yang berislam secara sadar dengan pengertian/pemahaman yang tepat, mengahayatinya dan mengamalkannya sepanjang kemampuan berarti ia memiliki semangat Islam. Yang identitasnya ialah senantiasa beramal kebajikan dan berakhir di surga (HR. Tirmidzi, dari Abi Sa’ad Al-Khudri).
Nilai Jihad
Rasulullah menggambarkan perumpamaan nilai mujahid (orang yang berjihad) fi sabilillah seperti nilai/pahala orang yang berpuasa yang benar-benar tunduk kepada peraturan Allah. Yang berpuasa itu terus-menerus selama mujahid di medan jihad (di luar rumah), dan juga shalat. Artinya mujahid selama berjihad di luar rumah akan bernilai/berpahala senilai/sepahala orang yang shalat dan berpuasa terus-menerus selama mujahid belum pulang.
Menurut Islam, puasa serba bernilai/berpahala, hingga bau mulut orang yang sedang berpuasa berpahala. Dosa orang berpuasa yang lalu diampuni oleh Allah (H. Muttafaq ‘alaihi). Demikian itu kalau sejak sahur hinggan sahur lagi waktunya dipergunakan untuk beramal shaleh dan menahan diri tidak berbuat dosa. Juga shalat demikian pula, artinya buah shalat dapat mencegah perbuatan jahat dan munkar (QS Al-‘Ankabut: 45).
Untuk mencapai nilai yang tinggi dan sasaran shalat serta puasa, sungguh tidak mudah. Sama tidak mudahnya mencapai nilai jihad dan sasaran dari obyeknya yang multi komplek dan multi dimensional. Dan memang, obyek jihad meliputi semua aspek kehidupan manusia. Di antara sebab ketidak-mudahan itu karena kurang pengertian dan pemahaman tentang nilai jihad dan realisasinya, acuh tak acuh atau kurang serius.
Dan sebab yang lebih berat ialah mobilisasi potensi syetan yang selalu menggoda orang yang shalat, puasa dan jihad fi sabilillah. Termasuk kurang seriusnya dalam penanganan melawan godaan syetan dan soal ukhuwah Islamiyah dalam realisasinya.
Semua sebab itu merupakan ujian. Memang hidup ini hakekatnya ujian. Oleh karena itu, yang amat penting ialah mengatasi sebab tersebut. Dengan usaha pemahaman nilai jihad secara tepat, penghayatannya intensif dan realisasinya serius dengan ikhlas demi ridha dan tidak memohon pertolongan selain kepada Allah dengan sabar dan shalat (QS Al-Baqarah: 45).
Dengan demikian semangat islam akan terwujud karena keberhasilan menghayati nilai jihad dan menjadikan jihad sebagai pandangan hidup. (Hadi)