Pelajaran dari Akhir Kehidupan Abu Thalib
Oleh: Tito Yuwono
Abu Thalib, Paman Nabi ﷺ yang mulia
Sangat sayang pada baginda
Sedari keci hingga dewasa
Membantu perjuangannya
Menjelang wafatnya
Nabi mendatanginya
Untuk menuntunnya
Laa ilaaha illallah, kalimat yang paling mulia
Disampingnya juga
Abu jahal sang durjana
Membisikkan kalimat yang menyesatkan
Untuk teguh dengan agama nenek moyang
Diakhir kehidupan
Terhadap ajakan Nabi, dia enggan
Lebih memilih agama nenek moyang
Diakhirat merasakan penyesalan
Pada artikel kali ini, akan kami sampaikan berkaitan dengan pelajaran-pelajaran yang dapat diambil dari akhir kehidupan Abu Thalib. Topik ini kami sampaikan juga pada pengajian ahad pagi, jamaah PA Sinar Melati Nurul Yasmin Yogyakarta.
Ketika kita mempelajari sirah Nabi, selain kita menjadi tahu perjalanan Nabi ﷺ kita yang mulia, juga banyak pelajaran yang diambil dari mempelajari sirah ini. Dalam perjalanan hidup Nabi ﷺ tentu melibatkan banyak orang dan bersentuhan banyak kalangan. Salah seorang yang sangat berperan dalam kehidupan Nabi adalah Abu Thalib, Paman Nabi ﷺ.
Sedari kecil, Rasulullah ﷺ beliau berpindah-pindah pengasuhan. Beliau ﷺ ditinggal ayahandanya (Abdullah) sejak berada dalam kandungan. Sehingga terlahirlah Beliau ﷺ dalam keadaan yatim. Setelah Beliau ﷺ lahir, Beliau ﷺ diasuh oleh Halimah Sa’diyah. Pengasuhan ini sudah biasa dilakukan di jazirah Arab pada waktu itu. Menurut Syaikh Shafiyurrahman dalam buku Sirah Nabi ﷺ, pengasuhan ini sudah menjadi kebiasaan Bangsa Arab pada waktu itu yang relatif sudah modern. Untuk menjauhkan anak-anak dari penyakit, serta tubuh dan otot menjadi kekar serta melatih untuk fasih dalam Bahasa Arab.
Setelah kejadian pembelahan dada oleh Malaikat Jibril membelah dada Nabi ﷺ, maka oleh Halimah, Nabi ﷺ dikembalikan kembali ke Ibundanya (Aminah). Kemudian Ibunda Nabi wafat sewaktu pulang dari ziarah ke makam Abdullah (ayahanda Nabi ﷺ), sehingga kepengasuhan Beliau ditangani oleh Kakek Beliau, yakni Abdul Muthalib. Setelah Abdul Muthalib meninggal, kepengasuhan dilanjutkan oleh paman Nabi ﷺ, yaitu Abu Thalib. Abu Thaib adalah seorang paman yang kurang berada, namun sangat sayang kepada Nabi ﷺ. Beliau mengutamakan keponakannya tersebut dibandingkan dengan anak-anaknya.
Menjelang wafatnya Abu Thalib
Peristiwa menjelang wafatnya Abu Thalib menjadi peristiwa yang sangat penting untuk diambil pelajaran. Ketika Abu Thalib sakit dan akan wafat, Rasulullah ﷺ mendatanginya dengan tujuan untuk berdakwah diakhir-akhir kehidupan Abu Thalib. Begitu juga dengan Abu Jahal, dia juga datang ke rumah Abu Thalib untuk mempertahankan agar Abu Thalib tetap pada agama nenek moyang.
Peristiwa ini tercantum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori:
أَنَّهُ لَمَّا حَضَرَتْ أَبَا طَالِبٍ الوَفَاةُ جَاءَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَوَجَدَ عِنْدَهُ أَبَا جَهْلِ بْنَ هِشَامٍ، وَعَبْدَ اللَّهِ بْنَ أَبِي أُمَيَّةَ بْنِ المُغِيرَةِ، قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِأَبِي طَالِبٍ: ” يَا عَمِّ، قُلْ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، كَلِمَةً أَشْهَدُ لَكَ بِهَا عِنْدَ اللَّهِ ” فَقَالَ أَبُو جَهْلٍ، وَعَبْدُ اللَّهِ بْنُ أَبِي أُمَيَّةَ: يَا أَبَا طَالِبٍ أَتَرْغَبُ عَنْ مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ؟ فَلَمْ يَزَلْ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَعْرِضُهَا عَلَيْهِ، وَيَعُودَانِ بِتِلْكَ المَقَالَةِ حَتَّى قَالَ أَبُو طَالِبٍ آخِرَ مَا كَلَّمَهُمْ: هُوَ عَلَى مِلَّةِ عَبْدِ المُطَّلِبِ، وَأَبَى أَنْ يَقُولَ: لاَ إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ، فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «أَمَا وَاللَّهِ لَأَسْتَغْفِرَنَّ لَكَ مَا لَمْ أُنْهَ عَنْكَ» فَأَنْزَلَ اللَّهُ تَعَالَى فِيهِ: {مَا كَانَ لِلنَّبِيِّ} [التوبة: 113] الآيَةَ
Ketika Abu Thalib hendak meninggal dunia, Rasulullah ﷺ mendatanginya. Di dekat Abu Thalib, beliau melihat ada Abu Jahal bin Hisyam, dan Abdullah bin Abi Umayah bin Mughirah. Rasulullah ﷺ menyampaikan kepada pamannya, ”Wahai paman, ucapkanlah laa ilaaha illallah, kalimat yang aku jadikan saksi utk membela paman di hadapan Allah.” Namun Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayah menimpali, ’Hai Abu Thalib, apakah kamu membenci agama Abdul Muthalib?’
Rasulullah ﷺ terus mengajak pamannya untuk mengucapkan kalimat tauhid, namun dua orang itu selalu mengulang-ulang ucapannya. Hingga Abu Thalib memilih ucapan terakhir, dia mengikuti agama Abdul Muthalib dan enggan untuk mengucapkan laa ilaaha illallah.
Kemudian Rasulullah ﷺ bertekad,” Demi Allah, aku akan memohonkan ampunan untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.”
Lalu Allah menurunkan firman-Nya di surat at-Taubah ayat 113. (HR. Imam Bukhari)
Surat Attaubah ayat 113:
مَا كَانَ لِلنَّبِىِّ وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ أَن يَسْتَغْفِرُوا۟ لِلْمُشْرِكِينَ وَلَوْ كَانُوٓا۟ أُو۟لِى قُرْبَىٰ مِنۢ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُمْ أَصْحَٰبُ ٱلْجَحِيمِ
Artinya: Tiadalah sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat(nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahim.
Juga dalam Surat Al-Qoshosh ayat 56 Allah Ta’ala berfirman;
إِنَّكَ لَا تَهْدِى مَنْ أَحْبَبْتَ وَلَٰكِنَّ ٱللَّهَ يَهْدِى مَن يَشَآءُ ۚ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ
Artinya: Sesungguhnya kamu tidak akan dapat memberi petunjuk kepada orang yang kamu kasihi, tetapi Allah memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya, dan Allah lebih mengetahui orang-orang yang mau menerima petunjuk.
Pelajaran yang dapat dipetik
- Ewuh Perkewuh (sungkan) dengan orang lain sehingga merugikan diri sendiri dunia dan akhirat. Abu Thalib adalah orang yang sangat sayang serta mendukung perjuangan Nabi ﷺ. Namun ketika ada 2 pilihan, yaitu pilihan yang ditawarkan Nabi ﷺ dengan bersyahadat dan pilihan yang ditawarkan oleh Abu jahal yaitu dengan mengikuti agama nenek moyang, maka akhirnya memilih mengikuti agama nenek moyang mereka. Diksi yang digunakan oleh Abu jahal adalah apakah kamu enggan atau membenci agama abdul muthalib. Dengan diksi seperti itu Abu Thalib memilih milah/agama nenek moyangnya. Enggan dan sungkan untuk memilih ajakan Nabi Muhammad ﷺ untuk bersyahadat
- Rasulullah ﷺ tidak bosan-bosan berdakwah walaupun ditolak berkali-kali
Rasulullah ﷺ tidak bosan-bosannya mengulang dakwah Beliau walaupun ditolak, sampai akhir hayat Abu Thalib. Ini adalah teladan bagi kita semua untuk tidak jemu dan bosan dalam mengajak kepada kebaikan. Dan ketika kita menjumpai keluarga kita yang menjelang ajal, maka kita berusaha untuk menuntunnya terus menerus, terlebih kepada Bapak Ibu kita. Dalam konteks dakwah dalam masyarakat, juga tidak perlu putus asa dan patah semangat jika yang datang ke kajian hanya bisa dihitung jari,
- Tawakkal dalam berdakwah, ikhitar diusahakan, hasil akhir diserahkan Allah
Ketika kita berdakwah, kita harus menyadari ini bagian ikhtiar kita untuk memperbaiki diri dan masyarakat. Sehingga kita mesti bertawakkal terhadap hasilnya, kita serahkan kepada Allah Ta’ala. Kita tidak perlu memaksakan diri seakan-akan kita yang memberikan hidayah. Karena hidayah hanya dari Allah Ta’ala. Dengan demikian jalan dakwah ini akan terasa ringan.
- Larangan memohonkan ampun bagi non muslim
Dari hadis di atas yang kemudian turun ayat dalam surat Annisa ayat 113, maka kita bisa mengambil pelajaran bahwa dilarangnya kita memintakan ampun bagi orang non muslim yang telah meninggal walaupun dia orang-orang dekat kita, baik dekat secara keluarga maupun pertemanan. Ketika ada berita lelayu yang meninggal adalah non muslim kita cukupkan untuk mengucap innalillahi wainna ilaihi raji’un.
- Syirik adalah dosa yang tidak terampuni
Kita ketahui bersama bahwa Abu Thalib sangat sayang kepada kepada Nabi ﷺ, melindungi dan mendukung perjuangan Nabi ﷺ, namun karena meninggal dalam keadaan beragama kesyrikan maka ini dosa yang tak terampuni. Maka kitapun juga tidak mencukupkan akhlaq yang terlihat baik, namun juga harus menjaga tauhid sampai akhir hayat kita.
Demikian tulisan ringan ini, Semoga Allah Ta’ala berikan istikamah kepada kita untuk beriman sampai akhir hayat kita.
Wallahu a’lamu bishshowab. Nashrun minallahi wa fathun qarib.
Tito Yuwono, Dosen Jurusan Teknik Elektro-Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, Sekretaris Majelis Dikdasmen PCM Ngaglik, Sleman, dan Ketua Joglo DakwahMu Almasykuri Yogyakarta