YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah-Muhammadiyah terus bertumbuh dan berkembang dalam segala bidangnya. Perkembangan basis massa disertai pula dengan pertumbuhan amal usaha hingga ke unit organisasi terkecil yaitu Ranting. Muhammadiyah juga melalang buana hingga ke dunia internasional, yang menggambarkan paradigma berpikir terbuka.
“Kalau kita bicara Islam berkemajuan, maka salah satu karakter yang harus kita miliki adalah kosmopolit. Dengan sikap kosmopit, Islam bisa maju,” ujar Prof Syamsul Arifin, dosen Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) dalam Pengajian Ramadhan PP Muhammadiyah tahun 1444 Hijriyah di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) pada Sabtu (25/3/2023).
Menurut Syamsul, Muhammadiyah sudah bergeser dari gerakan berbasis lokal kepada gerakan berorientasi internasional. Muhammadiyah mengalami internationalisasi dengan beberapa penanda. Pertama, munculnya PCIM di banyak negara. Fenomena diaspora ini dapat memfasilitasi ekspor gagasan Islam berkemajuan. Kedua, munculnya center of excellence seperti di MAC Melbourne Australia dan UMAM di Negeri Perlis Malaysia.
“Perkembangan ini bisa dipandang sebagai suatu tonggak capaian (milestone) internasionalisasi Muhammadiyah, yang nantinya akan berlanjut pada internasionalisasi Islam Indonesia yang berkarakter moderat,” ulasnya.
Pengembangan Islam berkemajuan dapat dipercepat dengan pengembangan Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang berdaya saing. Kemajuan Perguruan Tinggi diukur dengan produksi pengetahuan, bukan hanya dengan punya gedung yang megah. Guna melahirkan world class university, kata Syamsul, perlu pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), terkait ketercukupan, ketersediaan, hingga kompetensinya.
Perjalanan Muhammadiyah berada dalam suatu gerak dinamis, di dalamnya ada keterkaitan atau keterputusan dengan masa sebelumnya. Dalam pandangan Syamsul, Muhammadiyah mengikuti hukum alam seperti yang dialami semua organisasi, yang mengalami masa kelahiran, pertumbuhan, dan perkembangan. Jika nantinya tidak mampu merawat dinamika internalnya melalui sikap terbuka terhadap perubahan, maka suatu organisasi terancam menjadi tidak sehat dan bahkan akan mati.
Syamsul Arifin menyebut bahwa gerakan Muhammadiyah memiliki orientasi ganda: ke dalam dan ke luar. Ke dalam, Muhammadiyah harus terus-menerus menghidupkan etos pembaharuan atau tajdid. Ke luar, Muhammadiyah dituntut memberi kontribusi yang signifikan bagi kemajuan Indonesia. Sebagai bangsa yang religius dan Muslim mayoritas, agama perlu dihadirkan menjadi etos yang punya dampak signifikan yang membawa kemajuan dan keadaban. (Ribas)