Dimensi Pendidikan Profetik dalam Hadist Jibril

Dimensi Pendidikan Profetik dalam Hadist Jibril

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Pada suatu kesempatan ketika para sahabat berkumpul dengan Rasulullah saw, tiba-tiba seorang laki-laki datang dengan pakaian serba putih, rambut yang sangat hitam tidak ada kesan bahwa dia sedang melakukan safar (perjalanan jauh). Tidak seorangpun di antara sahabat mengenal siapa laki-laki tersebut, lalu tiba-tiba laki-laki ini langsung duduk menghampiri Rasulullah (dalam riwayat disebutkan lututnya berdempetan dengan lututnya nabi sembari meletakkan tangan di atasnya)  lalu dia bertanya tentang apa itu Iman, Islam dan Ihsan serta kapan terjadinya hari kiamat… (H.R. Muslim).

Ustaz Jannatul Husna saat membuka ceramah tarawih yang ke-6, Senin (27/03). Menjelaskan  bahwa berdasarkan hadist tersebut dimensi Islam itu terbagi tiga dari hadits tersebut. Pertama, persoalan akidah. Kedua, persoalan syariah. Ketiga persoalan akhlak. Pada kesempatan kali ini, beliau menyampaikan terkait dimensi pendidikan profetik dalam hadis tersebut. Hal yang dapat dilihat dalam hadist tersebut yaitu pertama, tentang hubungan guru dan murid. Kedua tentang kesungguhan belajar dan mengajar. Ketiga tentang strategi belajar dan mengajar.

Dalam dimensi profetik yang dapat dilihat dalam hadist tersebut, yaitu pertama, ketika seseorang hendak belajar itu tidak cukup dengan niat, melainkan harus diiringi dengan persiapan yang matang. Ini yang digambarkan pada saat malaikat saat datang dalam keadaan yang sangat rapi dan bersih. Karena itu, digambarkan pula bahwa seorang pembelajar sejati itu harus mempersiapkan dirinya dengan matang baik secara jasmani maupun rohani, ketika ingin menuntut ilmu.

Kedua, digambarkan dalam hadis tersebut bahwa “seorang pembelajar rambutnya sangat hitam”, makna dari hal itu bahwa momentum terbaik untuk seseorang belajar adalah di waktu muda, karena semangat yang masih tinggi. Dalam hal ini, seseorang harus memanfaatkan 5 perkara sebelum datang 5 perkara, yang salah satunya adalah waktu muda sebelum datangnya waktu tua. Ketiga, disebutkan bahwa dia langsung duduk berhadapan dengan rasulullah saw, sehingga malaikat yang datang ini menunjukkan sebagai tanda kedekatan guru dengan muridnya atau sebaliknya.

“Oleh karena itu, para penuntut ilmu jangan menjauhi guru, tidak perlu takut kepada guru, yang perlu kita lakukan sebagai murid ialah hormat kepada guru.  Guru adalah sumber ilmu dan bersikaplah sopan kepada sumber ilmu itu,” tegasnya.

Namun, ada yang paling penting dari yang sudah disebutkan di atas yaitu, tentang kejujuran antara guru dan murid. Karena sesuai dengan redaksi hadis di atas ketika Rasulullah saw ditanya mengenai kapan kiamat tiba, beliau menjawab,  “tidaklah yang ditanya ini tidak lebih tahu daripada anda yang bertanya kapan terjadinya kiamat”.

“Ini merupakan bentuk kejujuran ilmiah yang harusnya dipegang oleh para pendidik dan pembelajar zaman ini. Ketika kita harus terus update informasi mengenai metode mengajar, belajar dan seterusnya, dan yang penting ketika kita tidak tahu jangan kita mengada-ngada.” Terangnya.

Seperti yang dikatakan oleh Abdullah Ibni Mas’ud, bahwa “Siapa yang tahu sesuatu maka tunaikan dan sampaikan, tetapi jika dia tidak tahu sampaikan bahwa dirinya belum tahu dan akan mencari tahu”.

“Inilah insan-insan Rabbani yang diinginkan oleh Alquran. Ketika apa yang dia tahu dia sampaikan dan apa yang dia tidak tau dia mau belajar,” tutupnya. (Sakila)

Exit mobile version