Mengulas Makna ‘La ilaha illallah’

Mengulas Makna 'La ilaha illallah'

Ustadz Nur Kholis

YOGYAKARTA. Suara Muhammadiyah- Rasulullah saw bersabda, ”Iman itu lebih dari 70 (tujuh puluh) atau 60 (enam puluh) cabang, cabang iman yang tertinggi adalah mengucapkan ‘La ilaha illallah’, dan cabang iman terendah adalah membuang gangguan (duri) dari jalan, dan rasa malu merupakan cabang dari iman.” (HR Bukhari-Muslim).

Ustadz Nur Kholis dalam ceramah tarawih yang ke-10, Jum’at (31/03) menerangkan bahwa ucapan ‘La ilaha illallah’ adalah kalimat iman yang paling utama dan mengandung konsekuensi yang luar biasa. Bahkan sejak awal agama Islam diturunkan oleh Allah di sebuah tempat yang tingkat peradabannya paling rendah, ada tempat yang peradabannya lebih maju seperti Persia dan Romawi.

Namun Islam tidak diturunkan ke sana, melainkan pada tempat yang peradabannya rendah. Dengan kalimat tersebut peradaban yang begitu rendah berubah menjadi peradaban yang paling tinggi pada masanya. Hanya dalam tempo waktu 23 tahun, Rasulullah saw membawa misi utama agamanya yaitu mentauhidkan Allah. Kalimat tersebut juga bisa merubah peradaban yang tidak diperhitungkan menjadi peradaban yang amat diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain.

“Sepertinya kalimat ini sederhana tetapi konsekuensinya luar biasa. Dengan pernyataan bahwa selain Allah itu adalah makhluk bukan Tuhan. Maknanya kalimat ini membawa kesetaraan manusia, sehingga manusia punya peluang yang sama untuk mampu berkontribusi sesuai dengan kapasitas yang dia miliki, maka kalimat ini menghapus satu sistem nasabiyah menjadi sistem kasabiyyah,” terangnya.

Dari perkataan beliau, maka mulia dan tidaknya seseorang tinggi dan rendahnya derajat seseorang ditentukan bukan oleh nasabnya lagi tetapi oleh kerja kerasnya.

اِنَّ اَكۡرَمَكُمۡ عِنۡدَ اللّٰهِ اَ تۡقٰٮكُمۡ

“Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa.”‌ (QS:Al-Hujurat:13)

Dengan kalimat tersebut pernyataan yang menjadi yang paling mulia disisi Allah hanya orang-orang yang bertakwa. Orang tersebut yang memobilisasi sosial secara vertikal, sehingga naik peringkat itu ada tiga kuncinya dalam agama, yaitu:  Pertama, adalah iman yang kuat. Kedua, pengetahuan yang hebat. Ketiga adalah akhlakul karimah. Orang-orang yang memiliki tiga kompetensi itu yang akan mampu naik peringkat dalam bertakwa pada Allah.

“Sekalipun nasab bagus tetapi kalau imannya rapuh, pengetahuannya kurang, dan akhlaknya tidak terpuji, maka dia pun akan berderajat rendah di mata kalimat ‘La ilaha illallah’.  Dengan kalimat ini pula yang membuat seseorang setara,” tutupnya. (Sakila Ghina Athifa Eka Bhavani)

Exit mobile version