YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah- “Waktu yang paling kita tunggu ketika bulan puasa adalah waktu adzan Maghrib. Oleh karena itu pernahkah kita memperhatikan bahwa di hari pertama puasa kita berbuka puasa di jam 17.51 wib lalu sekarang jadwal berbuka puasa di jam 17.45 wib? artinya ada perbedaan jadwal buka puasa sampai hari ini, sekitar 6 menit dan akan terus berbeda sampai akhir bulan Ramadhan. Lalu pertanyaannya adakah dari kita yang memperhatikan mengapa ada perbedaan waktu dari hari ke hari?” Buka ustadz Rusydi Umar, Wakil Rektor UAD bidang Akademik dalam ceramah Tarawih kali ini di Masjid Islamic Center UAD, Selasa (04/04).
Rusydi menerangkan bahwa waktu berbuka puasa atau waktu adzan maghrib di tempat yang sama, jika diperhatikan di jam 17.51 wib itu ada 3 hari. Artinya dari 120 detik perbedaan itu jika dibagi 3 ada 40 detik, maka setiap hari itu kita maju 40 detik.
“Mengapa demikian? Karena bumi yang kita injak ini, dalam keadaan berputar dirotasinya itu mengalami kemiringan sebanyak 23 derajat yang seharusnya dia tegak sehingga membuat arah matahari berbeda. Maka itulah penyebabnya sehingga waktu berbuka itu selalu maju dan mundur tergantung pada bulan apa kita berpuasa”. Jelasnya.
Hal ini berpengaruh juga untuk umat muslim yang di belahan bumi utara mereka bisa berpuasa 18 – 19 jam sehari jika pada saat di musim panas. Di Indonesia menganut dua sistem kalender. Pertama, kalender Syamsiah dan kalender Qomariah. Agama Islam sendiri menggunakan kalender yang Qomariah di mana jumlah harinya berbeda dengan jumlah yang ada di kalender Syamsiah. Hal itu membuat umat muslim yang di belahan bumi utara yang berpuasa 18-19 jam itu tidak dialami dari tahun ke tahun. Jadi selalu berkurang dan terus berkurang, karena setiap tahun Ramadhan selalu maju 11 hari. Sehingga nanti ada saatnya di belahan bumi utara yang dahulunya puasanya itu 18 jam mereka hanya akan puasa selama 3 jam saja. Karena Indonesia berada di garis khatulistiwa pada lintang derajat 0, maka jarak maju mundurnya tidak terlalu jauh dan hanya selisih setengah jam saja.
Lalu Rusydi menjelaskan perbedaan jam berbuka puasa, ternyata karena bumi itu bentuknya bulat, dan bumi berotasi pada porosnya sehingga waktu itu selalu berbeda pada setiap daerahnya. Hal ini perlu disampaikan juga karena pada saat hari raya idul fitri pasti jatuh pada 1 Syawwal, tetapi 1 syawwalnya bisa saja berbeda dalam kalender Syamsiah. Di Muhammadiyah 1 Syawwal akan jatuh pada hari Jum’at, karena Muhammadiyyah menganut sistem Hisab. Yaitu melihat bulan dengan ilmu pengetahuan. Hal ini terjadi karena bulan dan matahari itu sudah beredar menurut garis edarnya, dan dengan kecepatan yang konstan tidak berubah-ubah. Sehingga bisa dihitung sampai di mana, jam berapa dan kapan waktunya matahari berada di suatu tempat tertentu.
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan (Allah) Yang Mahaperkasa, Maha Mengetahui.” (Q.S. Yasin: 38)
Disampaikan juga bahwa matahari itu mempunyai garis edarnya, sehingga matahari memiliki garis edar dan itulah ketentuan Allah. Lalu dengan bulan pun demikian, sebagaimana Allah berfirman:
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنَاهُ مَنَازِلَ حَتَّىٰ عَادَ كَالْعُرْجُونِ الْقَدِيمِ
“Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.” (Q.S. Yasin: 39)
Pada ayat itu dijelaskan, bahwa yang pertama bulan itu mengelilingi bumi. Dan bumi memiliki garis edarnya. Kedua, matahari dalam mengelilingi galaksi yaitu bima sakti juga ada garis edarnya masing-masing. Maka pada ayat 40 dijelaskan:
لَا الشَّمْسُ يَنْبَغِي لَهَا أَنْ تُدْرِكَ الْقَمَرَ وَلَا اللَّيْلُ سَابِقُ النَّهَارِ ۚ وَكُلٌّ فِي فَلَكٍ يَسْبَحُونَ
“Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malampun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya.” (Q.S. Yasin: 40)
“Matahari dan bulan berada pada garis edarnya. jadi marilah kita selalu memperhatikan keadaan alam kita ini. Seperti apa yang terjadi di fenomena alam kita ini, supaya kita selalu menjadi orang-orang yang selalu bersyukur dan teringat kepada Allah swt,” tutupnya. (Sakila)