YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Peran keummatan dan kemanusiaan ‘Aisyiyah harus terus menerus digelorakan sebagaimana dakwah ‘Aisyiyah selama ini. Perempuan punya kewajiban yang sama dengan laki laki dalam berbuat amal saleh.” Hal tersebut disampaikan oleh Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah dalam Pengajian Ramadan 1444 H Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah yang berlangsung pada Ahad (9/4/2023).
Dalam pengajian Ramadan 1444 H bertema “Kepemimpinan Profetik Perempuan Berkemajuan dalam Perdamaian dan Kebangsaan” ini Salmah menyebut upaya untuk terus bergerak dinamis memerlukan kekuatan para pimpinan serta kadernya. “Daya gerak lini organisasi ‘Aisyiyah tergantung pada idealisme dan kepemimpinan ibu-ibu semua baik tingkat pusat maupun ranting,” ujar Salmah. Sehingga dalam mewujudkan kepemimpinan gerakan yang dinamis perlu dikembangkan fungsi kepemimpinan transformatif dalam ‘Aisyiyah maupun dalam kehidupan umat dan bangsa.
“Kepemimpinan model transformatif tersebut sejalan dengan spirit Islam dan uswah hasanah Nabi Muhammad SAW yang membawa perubahan sebagai jalan kemajuan untuk membangun peradaban yang utama,” terang Salmah. Menurutnya fungsi kepemimpinan transformatif yang mengacu kepada kepemimpinan profetik dalam ‘Aisyiyah akan mampu membawa ‘Aisyiyah menjadi lebih dinamis dan inovatif dalam mengembangkan dakwah pencerahan melalui amal usaha dan program-program praksis untuk pembebasan, pemberdayaan, dan pemajuan kehidupan umat dan bangsa. “Kepemimpinan Aisyiyah memerlukan peran-peran transformasional sebagai jalan dinamis mewujudkan misi dakwah dalam Quran Surat Ali Imran 104 dan 110.
Bahwasanya nabi bersabda, “Kullukum ra’in wa kullukum mas’ulun ‘an ra’iyatihi” yang artinya “Setiap kamu adalah pemimpin dan setiap kamu akan diminta pertanggungjawaban atas kepemimpinan.”
Oleh karena itu para pemimpin ‘Aisyiyah di mana pun berada menurut Salmah harus selalu siap berkhidmat dalam menjalankan tugas-tugas organisasi untuk kemajuan umat dan bangsa serta tegaknya peradaban umat manusia.
Hal ini sejalan dengan tujuan Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah yaitu menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benrnya. Masyarakat Islam yang sebenar-benarnya ini dijelaskan oleh Salmah memiliki sifat-sifat yang khas sebagaimana termuat dalam Tafsir At Tanwir jilid 2, yakni berjiwa besar, terkemuka atau berada di depan dalam segala kebaikan yang disenangi semua orang, pencerah, bersih, unggul, berkearifan tinggi, berwawasan luas, religisu, efektif, efisien.
Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy dalam keynote speechnya menyebut bahwa kepemimpinan profetik adalah kepemimpinan yang menerapkan karakter kepimpinan rasul atau para nabi terutama kepemimpinan yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad saw. “Kepemimpinan profetik meneladani empat sifat wajib karakter utama Rasul yakni sidiq, amanah, tabligh, dan fatonah,” terang Muhadjir.
Pemimpin yang Sidiq memiliki arti jujur yang dalam arti yang luas berintegritas. “Jadi bukan sekedar jujur tetapi dalam diri seorang pemimpin memiliki sikap yang tegas sesuai dengan apa yang diucapkan dan dipikirkan dan dilakukan dan selalu bepihak pada kebenaran.”
Kemudian pemimpin memiliki sifat amanah atau terpercaya. Maknanya ketika kita mendapatkan tanggung jawab, mendapatkan tugas dari masyarakat yang memberikan mandat kepada kita maka kita harus melaksanakan dengan sebaik-baiknya. “Tanggung jawab seorang pemimpin ketika memegang amanah bersifat vertikal maupun horizontal yang berpegang teguh pada Allah swt dan berpegang pada amanah umat yang mempercayai kita,” terang Muhadjir
Kemudian sifat yang ke-tiga adalah tabligh yang artinya menyampaikan. Rasul disebut Muhadjir memiliki karakter utama adalah penyampai atau deliver. Karakter menyampaikan ini dalam arti apa yang pemimpin sampaikan harus diterima dan dipahami oleh orang lain. “Maka harus membedakan antara mengirim atau to send dengan menyampaikan atau to deliver. Apa yang kita kirim belum tentu sampai tetapi kalau menyampaikan kita pastikan apa yang kita berikan sampai kepada pihak sasaran.”
Selanjutnya, sifat Fatonah atau cerdas yang ditandai dengan kemampuan berpikir krisis kreatif dan inovatif. “Kita harus selalu curiga, harus selalu skeptis terhadap hal yang masuk dalam pikiran kita karena bersikap spektis adalah awal mula dari pikiran kritis.” Berpikir kiritis menurut Muhadjir akan membuat orang berpikir kreatif, kreatif termasuk dalam hal kemampuan stimulus untuk menerima hal baru dan kemudian bisa merespon dengan tepat, kalau itu masalah maka dia bisa mencari solusi atas masalah itu.”
Peran perempuan dalam hal kepemimpinan ini disebut Muhadjir menjadi krusial bahkan penentu “Karena kita tahu tidak ada sebuah bangsa yang tumbuh besar tanpa perempuan karena dari perempuan akan menjamin bahwa proses regenerasi proses keberlangsungan sebuah bangsa akan terjadi,” ujarnya. (Suri)