Penerapan Profil Pelajar Pancasila dengan Berpuasa

Penerapan Profil Pelajar Pancasila dengan Berpuasa

Penerapan Profil Pelajar Pancasila dengan Berpuasa

Oleh: Wakhidah Noor Agustina, S.Si.

Ramadhan yang seringkali dinamakan dengan syahrut tarbiyyah atau bulan pendidikan. Dengan rangkaian ibadah yang kita jalani, sebagai sarana untuk menempa diri menjadi pribadi yang lebih baik dari sebelumnya. Yang menjalani training selama sebulan ini bukan hanya siswa (anak) akan tetapi juga orang dewasa menjadi pesertanya.

Sangat tepatlah kiranya jika kita menjadikan momentum Ramadhan ini untuk membangun Profil Pelajar Pancasila sebagaimana yang dicetuskan dalam Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2022 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024. Tujuan Pendidikan sebagaimana diutarakan Bapak Pendidikan, Ki Hadjar Dewantara adalah untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat.

Pelajar diharapkan memiliki identitas berkualitas dengan profil pelajar Pancasila yang terdiri dari 6 dimensi, yaitu: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong,  mandiri, bernalar kritis, dan kreatif. Elemen kunci dari profil beriman, bertakwa kepada Tuham YME, dan berakhlak mulia meliputi akhlak beragama, akhlak pribadi, akhlak kepada manusia, akhlak kepada alam, serta akhlak bernegara.

Profil gotong royong dapat diwujudkan dengan pembiasaan bersama dalam keluarga atau di masyarakat (Masjid) menyiapkan buka puasa dan merapikan kembali tempat sholat. Pada profil kreativitas dan bernalar kritis, anak diajarkan untuk tetap melakukan literasi (Tadarrus), mengikuti kajian agama dan mendiskusikannya. Profil kebhinekaan global, dapat ditanamkan dengan toleransi terhadap perbedaan, saling menghargai dan memahami keragaman suku bangsa, agama, dan budaya. Sedangkan profil kemandirian dapat ditanamkan selama kegiatan keagamaan di sekolah (pesantren kilat) atau di masyarakat, sehingga anak belajar menyiapkan semua keperluan tanpa bantuan orang tua.

Selama Ramadhan, di saat pahala dilipatgandakan dan dikabulkannya doa, menjadi momentum yang tepat untuk penguatan Pendidikan karakter dengan melatih pribadi siswa (anak) dan pengajarnya dalam meningkatkan kecerdasan spiritual yaitu menguatkan karakter religious. Menjalankan puasa dengan dasar landasan hukum yang kuat sehingga bukan hanya wajib namun dengan berpuasa diharapkan akan membentuk pribadi yang bertakwa sebagaimana dinyatakan pada QS. Al-Baqarah ayat 183 bahwa Puasa Ramadhan diwajibkan bagi orang-orang yang beriman untuk menggapai taqwa.

Penerapan karakter positif yang dapat ditumbuhkembangkan saat Ramadhan ini meliputi:

Pertama, Puasa mendidik dalam pengendalian emosi. Kita dilatih untuk mengendalikan emosi agar sanggup melalui tantangan selama berpuasa.  Secara Kesehatan mental, puasa menjadi bagian penting yang dapat mengendalikan fungsi otak manusia, Pre Frontal Cortex (PFC) yang aktif biasanya akan sangat bermanfaat untuk mengontrol fungsi emosi. Fungsi emosi dikendalikan di bagian otak, amigdala. Amigdala yang mengalami gangguan emosi berada dalam keadaan aktif, sehingga PFC tidak berfungsi. Dengan puasa, akan melatih PFC, sebagai rem, sehingga mengaktifkan pertimbangan yang dapat membuat orang menjadi sadar.

Kedua, Puasa menumbuhkan kejujuran. Jujur terhadap diri dan orang lain, karena puasa dijalankan dengan penuh kesadaran, tanpa pengawasan dari manusia lainnya. Sebagai ibadah yang hanya diketahui diri sendiri dan Allah SWT saja, tidak ada yang tahu apakah seseorang berpuasa atau tidak, sudah batal atau belum, melainkan hanya dirinya sendiri.

Ketiga, Puasa mendidik kedisiplinan. Disiplin untuk tidak makan dan minum, mengendalikan hawa nafsu, disiplin waktu sahur dan berbuka puasa, serta waktu sholat.

Keempat, Puasa melatih kerja keras dan semangat belajar. Meskipun berpuasa, kita tetap bekerja untuk mencari nafkah dan belajar bagi yang menuntut ilmu di bangku pendidikan atau dengan mengikuti kajian/ceramah. Kita tetap menjalankan ibadah puasa, meskipun tanpa pengawasan manusia.

Kelima, Puasa menumbuhkan toleransi. Puasa melatih diri secara pribadi maupun berkelompok untuk menumbuhkan sikap toleransi, saling menghargai dan menghormati perbedaan antara satu dengan yang lainnya.

Keenam, Puasa mendidik kesabaran. Dengan berpuasa, kita menahan hawa nafsu dari makan dan minum, menahan diri dari perkataan dan perbuatan sia-sia termasuk riya.
Intinya, melalui puasa itupula kita diharapkan mampu mengendalikan hawa nafsu dan keinginan yang buruk.

Ketujuh, Puasa mendidik rasa empati. Dengan merasakan lapar dan haus, timbul rasa empati dan kepedulian kita terhadap sesama, dapat merasakan penderitaan orang lain sehingga ikhlas memberikan bantuan bagi yang membutuhkan dan tumbuh kepekaan sosial.

Kedelapan, Puasa menambah rasa syukur. Mensyukuri nikmat terutama makan dan minum yang tidak dapat dirasakan oleh orang lain. Dengan kelebihan harta, dimanfaatkan untuk membantu sesama, sehingga semakin mendekatkan kita kepada Sang Khaliq.

Kesembilan, Puasa membuat hidup sehat. Peneliti Jepang, Prof. Yoshinori Ohsumi dalam risetnya yang dinamakan autofagi menemukan bahwa puasa dalam waktu tidak kurang dari 8 jam dan tidak lebih dari 16 jam akan membuat tubuh membentuk autophagisom, protein khusus di seluruh tubuh, yang dianalogikan dengan sapu yang mengumpulkan sel-sel mati yang tidak bermanfaat bahkan dapat membahayakan tubuh, dari sel kanker dan virus serta bakteri penyebab penyakit, yang akan dihancurkan dan dimakan oleh protein tersebut dan dikeluarkannya dari tubuh.

Kesepuluh, Puasa melatih kesederhanaan. Harta, kedudukan, dan nikmat dunia lainnya ssebagai titipan Allah SWT jangan sampai melalaikan kita. Kita syukuri nikmat tersebut dengan hidup sederhana dan tidak berlebih-lebihan, sebagaimana dalam QS. Al-a’raf: 31 yang artinya: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah setiap (memasuki)  masjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.”

Mari kita manfaatkan masa pelatihan selama sebulan ini dengan mengajak keluarga kita membiasakan karakter positif sehingga meraih ampunan dan derajat mulia sebagai insan yang bertaqwa.

Wakhidah Noor Agustina, S.Si., Sekretaris Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kudus dan Guru di SMA Negeri 2 Kudus

Exit mobile version