YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – “Orang yang utama selalu mengerjakan perbuatan dan pekerjaan yang utama. Oleh karena itu tidak heran jika para sahabat Nabi saw bertanya kepada beliau tentang apa saja amalan-amalan dan pekerjaan-pekerjaan yang utama. Ketika menjawab pertanyaan ini, ternyata kita dapati Nabi saw menjawabnya dengan berbagai macam jawaban. Pertanyaannya sama tapi jawabannya bermacam-macam, di antara lain jawaban beliau amalan apakah yang paling utama beliau menjawab, iman kepada Allah dan rasulnya, kemudian jihad fisabilillah, kemudian haji yang mabrur ini jawaban Rasulullah ketika ditanya tentang amalan apa yang paling utama.” Buka ustadz Muhammad Ichsan, Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah dalam ceramah tarawih yang ke-26 pada hari Ahad (16/04).
Dalam kesempatan lain Nabi menjawabnya dengan jawaban yang lain. Jawaban beliau adalah shalat tepat waktu, kemudian berbakti kepada orang tua, kemudian jihad di jalan Allah. Dalam kesempatan lain juga Nabi menjawab pertanyaan para sahabat bahwa amalan yang paling dicintai oleh Allah itu adalah amalan yang terus-menerus dikerjakan walaupun sedikit. Jadi, jawabannya juga berbeda.
Kemudian dalam kesempatan lain Nabi bersabda:
“Sebaik-baik kalian adalah yang mempelajari al-Qur’an dan mengajarkannya.” (HR. Tirmidzi)
Artinya amalan yang terbaik untuk menjadi orang yang terbaik itu adalah orang yang belajar dan mengajarkan Alquran. Dalam kesempatan lain Nabi ditanya juga siapakah orang yang terbaik? Maka beliau menjawab “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain.”
“Jawaban Nabi yang bermacam-macam untuk satu pertanyaan ini membuat para ulama berbeda pendapat. Jadi apa ukuran amalan yang terbaik itu? Ada yang mengatakan bahwasanya amalan yang terbaik itu tergantung kepada kesulitan mengerjakannya. Semakin sulit dan berat untuk mengerjakan itulah amalan yang utama dan yang paling utama. Jadi, untuk orang-orang yang sulit untuk bangun shalat tahajjud umpamanya, pada malam-malam biasa bukan pada saat Ramadhan. Maka amalan yang paling utama baginya adalah shalat tahajjud. Orang-orang sulit untuk berpuasa sunnah, maka amalan yang paling utama baginya adalah puasa sunnah.” Jelasnya.
Ada juga pendapat yang lain yang mengatakan bahwa amalan yang utama itu bukan yang sulit. Melainkan amalan yang bermanfaat bagi orang lain. Jadi semakin banyak manfaatnya kepada orang lain bukan hanya pada dirinya sendiri maka itu lebih utama daripada amalan yang dikerjakan untuk dirinya sendiri. Contohnya membaca Al-qur’an dengan sedekah. Membaca Al-qur’an itu pahala dan manfaatnya untuk dirinya sendiri, sedangkan sedekah manfaatnya bukan hanya untuk dirinya sendiri tapi juga untuk orang lain. Rasulullah Bersabda:
Sungguh aku berjalan bersama saudaraku yang muslim untuk sebuah keperluan lebih aku cintai daripada beri’tikaf di masjid ini -masjid Nabawi- selama sebulan penuh.” (HR. Thabrani)
Pendapat ketiga amalan yang paling utama bukan ditentukan seberapa bermanfaatnya tetapi yang paling utama adalah yang tepat sesuai dengan waktunya dan dengan kondisi orang tersebut. Sebagai contoh ketika sedang membaca Al-qur’an, kemudian ada tamu datang ke rumah. Maka amalan yang lebih utama pada saat itu adalah menyambut tamu dibandingkan melanjutkan membaca Al-qur’an.
“Lalu pertanyaannya amalan apakah yang paling utama pada bulan Ramadhan? Amalan yang paling utama ketika kita sudah berada pada 10 malam yang terakhir. Nabi saw apabila sudah masuk 10 yang terakhir beliau itu menghidupkan malam seluruhnya yang mengartikan bahwa beliau tidak tidur. Kemudian beliau juga tidak sendirian tapi juga membangunkan keluarganya untuk sama-sama tidak tidur. Pada 10 malam yang terakhir itu beliau bersungguh-sungguh dalam beribadah kepada Allah terutama dalam beri’tikaf untuk meraih Lailatul Qadar.” Terangnya
Amalan kita itu dinilai bukan yang pertama bukan yang pertengahan, melainkan amalan kita yang paling terakhir. Artinya kalau kita menutup Ramadhan itu dengan amalan yang tidak bermanfaat, maka kita rugi.
Rasulullah saw bersabda:
“Sesungguhnya amalan itu yang paling menentukan di sisi Allah itu adalah penutupnya”
“Oleh karena itu marilah kita semakin mengkencangkan ibadah kita diakhir-akhir bulan Ramadhan ini, karena kita tidak tau apakah kita bis bertemu kembali dengan ramadhan,” tutupnya. (Sakila Ghina)