Guyonan Ala Muhammadiyah
Oleh: Ma’mun Murod Al-Barbasy
Ada permintaan, bagi yang berlebaran Jumat (Muhammadiyah) diminta tidak demonstratif. Rasanya tanpa diminta pun, Muhammadiyah selama ini dalam beribadah penuh dengan kesunyian. Jauh dari kesan demonstratif kok.
1. Takbiran secukupnya dan tidak pakai Toa berlebihan, khawatir mengganggu tetangga masjid, apalagi yang bukan Muslim.
2. Salat tarawih juga tidak banyak-banyak rakaatnya, cukup hanya 8 rakaat plus witir 3 rakaat, rileks dan menggembirakan.
3. Tak juga pakai bangun-bangunin sahur yang terkadang sangat mengganggu orang yang baru istirahat di jam-jam dinihari. Mencoba membangun kesadaran.
4. Tak juga pakai tadarrusan yang memakai Toa hingga larut malam, karena tidak dituntut khatam berkali-kali selama bulan Ramadhan.
5. Kalau selesai salat fardhu, ketika yang lain baca Allahumma anta al-salâm, warga Muhammadiyah baca Allâhumma lantas jalan.
6. Kalau makan ayam opor juga hanya di dalam rumah.
7. Kalau Salat Id pakai sarung, paling merk sarungnya Atlas, Wadimor, atau Gajah Duduk. Kalaupun pakai BHS ya kelas “Cosmo” yang berharga Rp. 350 ribu, karena di Muhammadiyah memang jarang pakai sarung dan tidak pernah memperhatikan merk sarung yang mahal-mahal, jauh dari kesan hedon dan riya.
8. Kalau pun salat pakai peci, juga sepertinya tak pernah memperhatikan merk peci, Awing atau BHS. Yang penting pantes dan warnanya masih hitam.
9. Kalau silaturrahim lebaran “tanpa beban” karena memang tidak bawa beban (oleh-oleh) apa pun. Tulus silaturrahim.
10. Kalau jelang salat Id harus buat banyak pengumuman pelaksanaan salat Id, karena sebagai organisasi berlebel “modernis” di negara manapun jumlah anggotanya pasti sedikit, jadi harap maklum.
11. Kalau khutbah hanya sekali dan biasanya agak lama, karena lama dan sebentarnya khutbah tak terkait dengan tipis dan tebalnya isi amplop.
12. Kalau lebarannya duluan, jumlah jamaahnya lebih banyak, karena prinsip umat Islam yang cenderung pragmatis dan transaksional: “ikut puasa yang paling akhir memulainya dan ikut lebaran yang paling duluan”.
Indah dan enaknya bermuhammadiyah.
Ma’mun Murod Al-Barbasy, Rektor UMJ