Muhammadiyah dan Tantangan Dakwah Akar Rumput
Oleh: Yandi
Kasus penolakan terhadap permohonan izin pemakaian masjid besar Malikul Falaah untuk pelaksanaan shalat idul fitri 1444 H oleh ketua Dewan Kemakmuran Masjid Besar (DKMB) kecamatan Rajapolah- Tasikmalaya, bergulir seperti bola salju.
Berita penolakan itu menjadi viral dan diperbincangkan oleh para netizen di media sosial dan berbagai portal berita online, baik lokal maupun nasional.
Ditengah gencarnya pemerintah melalui Kemenag mengkampanyekan moderasi beragama dimana toleransi menjadi bagian integral didalamnya. Fenomena penolakan ini adalah sebuah bentuk intoleransi yang merusak sendi sendi moderasi beragama yang sedang dibangun.
Dalam diksi yang lain bentuk penolakan ini adalah “regresi” alias kemunduran ditengah kebebasan dan pluralitas kehidupan keagamaan yang memperoleh jaminannya dalam konstitusi.
Rupanya sikap intoleran ini tidak hanya merasuki ketua DKMB Kecamatan Rajapolah. Akademisi sekelas Nadirsyah Hosen yang selama ini getol mengakampanyekan toleransi dan pluralisme agama, diam – diam memiliki cara berpikir yang sama sempitnya ,very short minded.
Intelektual yang berprofesi sebagai dosen ini dengan tegas mengatakan Muhammadiyah tidak perlu meminta fasilitas publik untuk shalat id karena memiliki metode penentuan 1 syawal yang berbeda dengan pemerintah. Tidak jelas apa yang sedang berkecamuk dihatinya, namun dari narasi yang disampaikan nampak menyiratkan ada upaya menyebar kebencian, kata Rektor UMJ mas Mamun Murod. Terus terang sampai disini penulis gagal memahami Nadirsyah Hosen.
Bagi Muhammadiyah dalam proses perjalanan panjangnya yang telah memasuki abad kedua, menghadapi hujatan, celaan dan kebencian yang ditunjukan oleh mereka yang tidak bertanggungjawab adalah urusan biasa.
Bahkan pada masa – masa awal periode formatifnya dialami sendiri oleh kyai Dahlan, difitnah, dituduh kafir, dipersekusi hingga langgarnya dibakar. Apakah kyai Dahlan gentar menghadapi tantangan dakwah seperti itu ? Sejarah menunjukan keluhuran akhlak kyai Dahlan, mereka yang mencaci maki malah didekati dan dirangkul.
Cerita serupa pernah dialami Pimpinan Ranting Muhammadiyah (PRM) Keji, kecamatan Muntilan – Magelang yang berhasil mendirikan sebuah amal usaha berupa pabrik kayu lapis dan furniture. Pabrik ini sekarang sukses dan telah menjangkau pasar luar negeri.
Tentu saja kisah suksesnya ini tidak diraih dengan mudah, penuh perjuangan dan pengorbanan. Di periode awal ketika pabrik ini baru berjalan, ada resistensi dari warga sekitar. Fitnah disebar dan dilaporkan ke Polisi,tidak puas sampai disitu pabrik pun kemudian dibakar.
Kejadian ini tidak menyurutkan para pimpinan ranting untuk terus mewujudkan mimpinya. Bantuan datang dari UMY melalui Prof. Dasron Hamid yang ketika itu menjabat sebagai Rektor. Dana disuntikan sebesar 1 M, pabrik kayu lapis pun kembali bangkit dan lebih kuat dari sebelumnya hingga akhirnya meraih sukses.
Kata Prof. Haedar sebagai organisasi Islam yang besar dan tua, Muhammadiyah telah teruji dalam melewati banyak tantangan dan situasi krusial dalam kehidupan keumatan dan dan kebangsaan.
Muhammadiyah sudah kenyang pengalaman dalam situasi pelik, sehingga tetap mampu melewati dengan tetap kokoh pada prinsip-prinsip yang melekat dengan paham agama, ideologi dan sistem organisasinya.
Kisah diatas membuktikan bahwa Muhammadiyah memiliki resiliensi atau kebertahanan menghadapi berbagai tantangan dan hambatan dakwahnya. Daya resiliensi ini tidak hanya membuat Muhammadiyah punya basis kekuatan untuk bertahan tapi juga terus berkembang dan mengalami kemajuan ( advancement) dalam trilogi bidang dakwahnya, yaitu schooling, feeding dan healing.
Cabang dan ranting yang berada di basis kepemimpinan akar rumput adalah ujung tombak gerakan dakwah Muhammadiyah, keduanya merupakan front liner yang menjadi eksekutor di lapangan atas semua keputusan, maklumat, dan surat edaran yang dikeluarkan PP. Muhammadiyah.
Kasus penolakan yang dialami PCM Rajapolah yang baru tujuh bulan berdiri adalah bagian dari dinamika dakwah. By implication, ini artinya para pimpinan diminta lebih merapatkan barisan dan memperkuat soliditas untuk lebih meneguhkan gerakan.
Bagi seorang kader penolakan, halangan dan rintangan tidak akan melemahkan langkah untuk terus maju. Sebaliknya itu semua menjadi “booster” yang menambah spirit perjuangan daya resiliensi dan jiwa militansi.
Wallahu ‘alam bishawab
Yandi, Ketua PCM Ciawi Tasikmalaya