Puasa, Lebaran dan Solidaritas Sosial
Pesan Sholat Id di PRM Legoso dan Pondok Cabe Ilir
Oleh: Ahsan Jamet Hamidi*
Banyak parkara yang harus saya syukuri pada perayaan idul Fitri di tahun ini. Saya bisa merayakan prosesnya dalam waktu yang berbeda-beda namun tidak kehilangan makna. Mulai dari tahap persiapan sholat Id, hingga tradisi bersalam-salaman dan bermaaf-mafaan bersama dengan semua tetangga di lingkungan tempat tinggal, kerabat, hingga rekan-rekan sesama dalam satu Komunitas.
Sebagai ketua ranting di lingkungan Muhammadiyah, saya harus memfasilitasi penyelenggaraan sholat Idul Fitri secara lengkap di Perguruan Muhammadiyah pada Jum’at 21 April 2023. Marwah organisasi keagamaan itu harus saya jaga. Salah satunnya ketika harus memfasilitasi perayaan sholat Idul Fitri yang terjadi satu tahun sekali.
Ritual sholat id yang difasilitasi oleh Muhammadiyah nanti akan diikuti oleh banyak warga. Mereka tidak semuanya berafiliasi dengan Muhammadiyah. Untuk itu, performa Persyarikatan harus dijaga dengan baik. Para pengurus memilih Perguruan Islam Ruhama milik UHAMKA Ciputat Timur, sebagai sentra kegiatan sholat Id. Pilihan itu pas. Lapangan dan lahan parkirnya cukup luas. Sumber daya manusianya lengkap dan cakap.
Tepat pada hari H, semua sudah siap. Hujan gerimis yang turun sejak pukul 2.00 berhenti pada pukul 5.00. Pagi itu, mendung tetap bertengger di langit, hingga suasana sholat id terasa adem. Dr. Din Wahid, didualat menjadi khatib. Seorang mantan atase Pendidikan Indonesia di Negeri Belanda, ketua PP Muhammadiyah, sekaligus Wakil Rektor IV di UIN Jakarta. Tema yang dia sampaikan selaras dengan Gerakan Muhammadiyah, tentang “Gerakan Sosial Keagamaan”. Cara berkhutbahnya rileks dan ringan. Alurnya runtun, sistematis, dengan tata bahasa yang sangat mudah dimengerti. Hal paling penting lainnya, khutbah disampaikan dalam waktu singkat dan padat.
Sang imam sholatpun juga tidak kalah keren. Hakam Almas Arrobih, namanya. Anak muda, lulusan Sekolah Muhammadiyah Boarding School Bogor. Dia merupakan pegiat di IMM Ciputat, dan sedang kuliah di UIN Ciputat. Bacaan ayat anak muda ini fasih, lembut dan enak di telinga. Dia memilih ayat-ayat yang tidak terlalu panjang ataupun terlalu pendek.
Perkara penunjang lainnya alhamdulillah bisa berjalan lancar. Mulai dari petugas kebersihan yang rata-rata perempuan. Mereka sigap, dan memiliki standar kebersihan tinggi. Tidak ada secarik kertaspun tertinggal di lapangan usai sholat. Semua beres dan bersih seperti semula. Bagian pengelolaan kotak amal juga telah bekerja dengan penuh tanggungjawab, transparan dan akuntabel. Banyak orang ikut terlibat dan saling mengawasi. Saking banyaknya kendaraan, petugas parkir harus bekerja keras, pontang panting kesana kemari. Untunglah, mereka terbantu oleh KOKAM yang selalu siaga.
Spirit Puasa Menumbuhkan Solidaritas Sosial
Dalam khutbahnya, sang khatib berpesan bahwa kita telah mampu melewati peristiwa bersejarah yang mungkin hanya terjadi dalam seumur hidup. Selama lebih dari 2 tahun, dunia diterpa pandemi Covid-19, yang membatasi mobilitas semua umat manusia. Ia telah mengubah pola komunikasi, interaksi, perilaku, dan bahkan membatasi kebebasan manusia yang paling esensial. Selama itu, kita diimbau untuk menghindari kerumunan, menghindari pertemuan-pertemuan dalam jumlah besar, termasuk untuk ibadah.
Implikasi dari pembatasan tersebut cukup beragam. Sebagian orang harus belajar menghadapi persoalan baru yang ditimbulkan. Ketika kerumunan harus dibatasi, implikasi ekonominya secara otomatis akan sangat terasa.
Secara sederhana, itu itu bisa dilihat dengan mudah. Ketika sentra industri dan perdagangan menjadi sepi, transaksi antara pedagang dan pembeli menurun secara drastis. Banyak yang harus terkena dampak. Mulai dari pengelola parkir, sopir angkutan, penyedia jasa angkut barang, kuli panggul, pengangkut sampah, semua terkena dampak.
Alhamdulillah, kita mampu melewati masa-masa pembatasan itu dengan tetap bisa survive. Aktifitas ibadah, sosial, ekonomi dan budaya sudah kembali normal. Oleh karenanya, sungguh relevan jika kita mengingat firman Allah yang berulang-ulang disebut dalam surat al-Rahman,
“Nikmat apa lagi yang engkau dustakan”?
Kita boleh berbangga, bahwa saat menghadapi pandemi, warga secara sadar bersikap begitu guyup-rukun, mampu membangkitkan rasa solidaritas dengan penuh rasa empati, simpati, welas asih, kasih sayang dalam membantu mereka yang kurang beruntung dan sedang terkena dampak akibat covid 19. Semangat yang muncul itu adalah manifestasi lain dari spirit puasa ramadhan.
Aksi umat Islam dalam memberikan shodaqah, infak dan zakat yang biasa muncul pada bulan Ramdhan terus terpelihara hingga saat-saat tertentu ketika dibutuhkan. Gerakan buka puasa bersama menjamur di masjid-masjid selama bulan puasa. Santunan buat anak yatim dan masyarakat yang kurang mampu dikoordinasikan oleh berbagai individu, kelompok dan organisasi. Jumlah pendapatan kotak amal di masjid-masjid selama Ramadan meningkat. Semuanya ini menunjukkan bahwa kepedulian sosial umat Islam kepada sesama, terutama kepada kelompok masyarakat yang kurang beruntung, kelompok yang terpinggirkan secara ekonomi, cukup baik .
Spirit ramadhan itu perlu terus dirawat, hingga secara otomatis bisa muncul dalam setiap peristiwa yang terjadi. Misalnya saat terjadi bencana akibat gunung meletus, banjir bandang, gempa bumi ataupun tsunami. Sikap mulia seperti yang diajarkan olen Nabi Muhammad itu sarat dengan kepedulian sosial yang terwujud dalam pelaksanaan aksi bersama.
Perbuatan mulia tersebut adalah bukti adanya kesalehan baik individual maupun sosial dalam diri pelakunya. Kesalehan individual, bisa terwujud dalam bentuk ibadah sholat, puasa, haji dst. Itu saja dirasa tidak cukup. Manusia juga harus memiliki kepedulian sosial yang manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh orang lain.
Sejak tahun 2018 – 2022, berdasarkan riset tentang World Giving Index yang dilakukan oleh Charities Aid Foundation, di tahun 2022, Indonesia dinobatkan kembali menjadi negara yang paling dermawan se-dunia dengan index 68. Angka ini mengalahkan negara-negara kaya seperti, Amerika Serikat, Australia dan Selandia Baru, yang angkanya jauh di bawah Indonesia, yakni di angka 59, 54 dan 51 secara berturut-turut.
Menurut analisa beberapa ahli pilantropi, kebiasaan berderma orang Indonesia ini dipengaruhi oleh ajaran agama dan tradisi lokal. Di samping ajaran agama seperti perintah mengeluarkan zakat, infaq dan shodaqah, dan nilai-nilai local Indonesia seperti gotong royong mendorong masyarakat Indonesia untuk berderma secara sukarela. Oleh karena itu, tidak heran jika terjadi suatu bencana alam di sebuah kota atau desa tertentu, seperti banjir atau longsor, masyarakat Indonesia dengan senang hati segera membantu saudara-saudara mereka yang terkena bencana melalui berbagai saluran yang dikoordinir oleh berbagai organisasi masyarakat atau masyarakat sipil.
Tingginya kebiasaan berderma ini sejalan dengan perhitungan potensi zakat, infaq, shodaqah dan wakaf yang dihitung oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional). BAZNAS menghitung bahwa potensi zakat di Indonesia mencapai 327 trilyun rupiah setiap tahunnya. Potensi zakat ini dihimpun dari zakat penghasilan, pertanian, perkebunan, peternakan dan sektor lainnya. Dari potensi tersebut, dana zakat yang terkumpul pada tahun 2021 baru mencapai14,1 trilyun saja. Artinya, pengumpulan zakat pada tahun 2021 belum mencapai 5% dari potensi zakat yang bisa kumpulkan secara maksimal.
Selanjutnya, berdasarkan buku Outlook Zakat Indonesia 2023 yang diterbitkan oleh BAZNAS, proyeksi pengumpulan zakat pada tahun 2023, berkisar antara 31,2 trilyun jika menggunakan asumsi pesimis, hingga 33,8 trilyun rupiah dengan menggunakan asumsi optimis. Artinya, dengan asumsi optimisme saja, proyeksi pengumpulan pada tahun 2023, baru mencapai 10% dari potensi yang ada.
Ada banyak manfaat yang bisa diwujudkan dari dana zakat yang dikumpulkan. Para pengelola zakat bisa memaksimalkan penggunaan dana tersebut untuk menanggulangi kemiskinan, meningkatkan kualitas pendidikan umat, meningkatkan layanan kesehatan dst.
Tantangang ke Depan
Kita masih memiliki tantangan berat dalam hal pengelola zakat, sodaqoh dan infaq. Mendorong umat Islam agar bersedia memberikan dana zakat kepada lembaga pengelola zakat, harus didahului oleh kemampuan manajerial yang baik. Mulai dari tahap mengumpulkan, menyalurkan dan mempertanggungjawabkan secara transparan dan akuntabel.
Memberikan laporan yang baik saja dirasa tidak cukup. Dalam setiap tahapan kerja, harus ada tim pengawas yang bekerja secara aktif dan penuh waktu. Pengawasan tidak cukup hanya pada tahap eksekusi dan evaluasi. Pengawasan harus ada pada keseluruhan proses pengelolaan dana zakat. Mengapa? Karena sikap percaya alias trust dari warga masyarakat akan muncul manakala para pengelola mampu menerjemahkan ajaran dasar agama yang bertumpu pada prinsip sidiq, amanah, tablig, fatonah itu pada takaran aksi nyata.
*Ketua PRM Legoso, Ciputat Timur