Idul Fitri dan Tradisi Lebaran

Idul Fitri dan Tradisi Lebaran

Foto Ilustrasi

Idul Fitri dan Tradisi Lebaran

Oleh: Amalia Irfani

Idul Fitri adalah momen sakral bagi umat Islam seluruh dunia. Hari kemenangan setelah sebulan lamanya bergelut dengan hawa nafsu, menghindari perbuatan keji dan munkar. Setiap insan berlomba mengumpulkan banyak pahala untuk mendapatkan ridha, kasih sayang dan ampunan dari Allah SWT.

Idul Fitri terindentik dengan silahturahim, kunjung mengunjungi, hidangan kuliner,  kue-kue enak dan bermacam jenis rasa, mudik atau balek kampong. Mudik atau balek kampung adalah tradisi yang lestari dan menjadi identitas muslim Indonesia dalam menyambut 1 Syawal. Kerinduan akan menggelora bagi perantau yang telah lama meninggalkan kampung halaman. Ada guratan kekecewaan saat orang yang dinanti tidak dapat berkumpul dalam suasana idul fitri.

Yang jauh diseberang pun merasa hampa sebab tidak dapat bertemu dengan sanak keluarga terkasih. Banyak faktor penyebab mengapa perantau tidak dapat pulang kampung setiap perayaan lebaran. Salah satunya libur H- lebaran dan H+ lebaran dengan rentang waktu (hari) yang pendek.

Makna Silahturahim dalam Perayaan Idul Fitri

Makna dari perayaan Idul Fitri  adalah upaya untuk merefleksi diri dengan kesyukuran dan kegembiraan karena Allah SWT.  Kita harus dapat menampilkan diri sebagai muslim terbaik dengan bertambah pengalaman dan berkurangnya sisa hidup. Jangan kita maknai  Idul Fitri hanya tentang   pakaian baru, dan makanan yang mewah sebagai tanda kebahagiaan. Walaupun pada dasarnya umat muslim disunnahkan untuk menggunakan pakaian baru, tetapi secara hakikat, bukan itu makna sesungguhnya dari perayaan Idul Fitri. Idul Fitri adalah kembalinya seorang hamba Allah ke fitrah. Hidup menjadi lebih baik dan baik dari sebelumnya.

Lebih baik dari sebelumnya memiliki makna mendalam yang tidak hanya terucap dibibir. Tetapi menjadi sebab dan semangat untuk melakukan perubahan dengan tujuan kualitas hidup.  Misalnya memperbaiki hubungan yang kurang harmonis dengan saudara atau kolega dengan melakukan silahturahim untuk bermaafan.   Kunjung mengunjungi atau silahturahim merupakan identitas muslim dan menjadi budaya yang jamak dilakukan oleh umat Islam Indonesia juga di dunia tiap momen Idul Fitri. Jika pada hari biasa kita disibukkan dengan aktifitas atau kesibukan sehari-hari sehingga tidak ada waktu bertemu  dengan sanak saudara dan keluarga,  maka berbeda saat perayaan Idul Fitri. Semangat berkumpul, kegembiraan bersilahturahim dan saling mengunjungi sangat terasa karena keikhlasan dengan saling memaafkan, membuka sekat perbedaan pendapat, ruang hati untuk tidak lagi membenci atau mendendam. Kunci kembali ke fitrah adalah dengan memaafkan dan tidak mempersoalkan perbedaan yang memang ada atau tampak.

Buya Hamka pernah berkata “Jika ingin melihat orang Islam maka lihatlah ketika hari raya Idul Fitri, itulah orang Islam. Tetapi jika mau melihat orang beriman maka datanglah ke masjid ketika shalat subuh”. Sebuah kalimat yang menandakan bahwa Idul Fitri merupakan momen penting dan besar bagi umat Islam penjuru dunia. Ia adalah identitas sekaligus kekuatan yang tidak dimiliki oleh umat lain.

Tradisi Islam dan Tradisi Lokal

Tradisi Islam dapat dipahami sebagai suatu adat kebiasaan yang di dalamnya terdapat nilai-nilai Islam yang terakulturasikan. Nilai baik yang berasal dari budaya lokal sejatinya adalah kekuatan dakwah Islam, yang dikenal dengan istilah dakwah kultural. Muhammadiyah menjadikan pendekatan budaya sebagai strategi perjuangan untuk mengedukasi masyarakat sesuai tuntunan Al Qur’an dan Hadits Rasulullah SAW. Dakwah kultural adalah upaya  memahami dan memaksimalkan berbagai potensi kultural masyarakat  sebagai jalan untuk menanamkan Islam yang membumi, yakni Islam yang bisa merubah potensi menjadi gerak kemajuan sosial dan bermanfaat bagi semesta.

Gerakan Islam Muhammadiyah meyakini bahwa, bermanfaat harus merangkul berbagai kebaikan diri bangsa sebagai kekuatan serta  jati diri dalam  melakukan perubahan. Istilah berlebaran adalah salah satu tradisi lokal yang telah merujuk pada identitas umat Islam Indonesia.

Amalia Irfani, Mahasiswa Doktoral Sosiologi UMM dan Devisi Penguatan Politik Perempuan LPPA PWA Kalbar

Exit mobile version