Aplikasi Profil Pelajar Pancasila dalam Gotong Royong Membangun Peradaban dan Pertumbuhan Global
(Refleksi Hari Lahir Pancasila)
Oleh: Wakhidah Noor Agustina, S.Si.
Bangsa Indonesia dengan keberagaman budayanya, memiliki ciri khas yang telah dikenal sejak dahulu hingga sekarang sebagai jati diri bangsa, yaitu gotong royong. Aktivitas sosial yang merupakan kepribadian dan budaya bangsa ini, berakar kuat dalam kehidupan bermasyarakat yang tumbuh dari masing-masing individu. Sikap kebersamaan yang tanpa pamrih tersebut timbul dari setiap individu dengan tujuan untuk meringankan beban, sebagai tradisi masyarakat dalam pengamalan dan pelestarian nilai-nilai Pancasila.
Gotong royong dapat dimaknai sebagai kegiatan yang dilakukan bersama untuk mencapai suatu hasil yang didambakan. Istilah yang berasal dari Bahasa Jawa, gotong (mengangkat) dan royong (bersama), yang diturunkan dari budaya masyarakat desa dengan kebiasaan saling menolong di saat membangun atau memindahkan rumah, menggotongnya secara bersama menggunakan tandu yang berasal dari batang royong (ruyung), yaitu tumbuhan yang menjulang tinggi sejenis kelapa. Ruyung dikenal juga sebagai enau atau aren dengan nama latin Arenga pinnata, sebagai tanaman serbaguna yang dapat tumbuh besar dan tinggi dengan batang yang kokoh dan bagian atasnya tertutup serabut hitam yang disebut ijuk, sebagai bagian dari pelepah daun yang menyelubungi batang.
Budaya gotong royong di masyarakat ini mengandung muatan saling menolong, toleransi, dan solidaritas antar sesama warga. Tradisi ini telah tertanam dalam masyarakat Indonesia, terutama di pedesaan, yang sangat sejalan dengan pemikiran Islam. Dalam Islam, harus saling menolong dan berbuat baik terhadap siapapun sebagaimana dalam QS. An-Nisa ayat 36 yang artinya: “Dan sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan berbuat baiklah kepada dua orang tua, karib kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat, ibnu sabil, dan hamba sahaya yang kamu miliki.”
Sebagai agama yang mengajarkan berbagai hal dalam kehidupan, Islam juga mengatur tentang tolong-menolong, karena sesama Muslim adalah bersaudara. Tolong-menolong tersebut juga dibatasi dalam hal kebaikan dan takwa, serta adanya larangan tolong-menolong dalam hal kejahatan, sebagaimana QS. Ali Imron: 104 dan Al-Maidah:2. Berdasarkan kedua ayat tersebut, dapat kita lihat peran penting agama untuk dijadikan sebagai pegangan hidup. Antara agama dengan tradisi yang telah ada, dapat berjalan saling berdampingan, dan antar sesama masyarakat merasa sebagai sebuah keluarga dengan persaudaraan yang dekat.
Semangat gotong royong dapat menciptakan kerukunan antara sesama masyarakat berbangsa dan bernegara dalam membangun peradaban bangsa, sebagai bagian dari unsur kebudayaan yang halus, maju dan indah, seperti kesenian, ilmu pengetahuan, adat sopan santun, keterampilan menulis, organisasi kenegaraan, serta kebudayaan yang didukung dengan teknologi informasi di tengah masyarakat kota yang maju dan kompleks.
Dalam membangun peradaban tidak dapat dilepaskan dari manusia sebagai subjek pembentuk budaya luhur kelompok masyarakat yang tercermin dari kualitas kehidupan manusia di masyarakat. Kualitas hidup dapat diukur dari tingkat kesejahteraan, ketenteraman, kedamaian dan keadilan. Dalam membangun peradaban, bangsa Indonesia harus mampu mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dengan membangun sumber daya manusia yang terampil dalam memanfaatkan lptek, berbudaya dan bermoral yang berakar dari nilai-nilai agama.
Menurut cendekiawan Bernard Lewis, unsur pokok suatu peradaban adalah agama. Sedangkan Huntington menulis bahwa agama merupakan karakteristik sentral yang menentukan peradaban. Selain faktor agama tersebut, membangun peradaban dengan memanfaatkan tradisi keilmuan melalui pendidikan yang berkualitas, ditopang oleh pendidikan akhlak sebagai basis pembentukan karakter bangsa atau akhlak sebagai jantung peradaban.
Globalisasi sebagai salah satu bagian dari peradaban manusia yang terus bergerak tanpa batas di tengah-tengah masyarakat, memiliki hubungan yang erat dengan kemajuan teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Semuanya merasakan dampak globalisasi ini, semua ikut andil dalam perkembangan globalisasi. Globalisasi merupakan proses integrasi internasional yang terjadi karena pertukaran pandangan dunia, produk, pemikiran, dan aspek-aspek kebudayaan lainnya. Islam memandang globalisasi sebagai suatu hal yang baru seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan teknologi informasi yang dibarengi dengan perkembangan ilmu yang sangat pesat ini mempengaruhi pola kehidupan masyarakat secara global. Hal ini memberikan dampak tersendiri bagi kehidupan masyarakat kita. Istilah “dunia dalam genggaman”, yang menggambarkan kehidupan kita sekarang ini. Begitu mudahnya kita meraih informasi yang dapat diperoleh dalam waktu yang sangat singkat dari belahan dunia manapun, memberikan perubahan terhadap kehidupan di tengah masyarakat dalam praktik keagamaan, tradisi, serta budaya kita.
Peran Pancasila sangat diperlukan di era globalisasi sebagai filter untuk memilah dan memilih budaya yang dapat diterima serta memberikan manfaat bagi bangsa dan negara. Pancasila juga hadir sebagai alat untuk menjaga eksistensi kepribadian bangsa. Ketahanan Pancasila diuji ketika dunia memasuki era globalisasi dengan banyaknya ideologi alternatif yang merasuk dalam segenap sendi-sendi bangsa melalui media informasi yang mudah dijangkau semua komponen.
Perkembangan ilmu dan teknologi yang sangat pesat ini memberikan pengaruh yang signifikan terhadap tradisi masyarakat dengan budaya ketimurannya, canggihnya teknologi informasi memberikan dampak positif dan juga negatif. Di samping “dunia dalam genggaman”, tidak kita pungkiri ada akibat lain yang terjadi, yaitu dekadensi moral seiring dengan terkikisnya nilai-nilai yang selama ini kita pegang. Munculnya egoisme, hilangnya rasa malu, semangat gotong royong yang perlahan sirna dari jati diri bangsa, akan memberikan dampak terhadap tatanan kehidupan dunia. Hal ini menuntut kecerdasan kita secara intelektual dan spiritual agar dapat menjadi filter terhadap derasnya arus globalisasi.
Pendidikan di Indonesia dipengaruhi perkembangan globalisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi dengan tantangan yang tidak kalah beratnya yaitu era pasar bebas, karena akan membuka peluang bagi lembaga pendidikan dan tenaga pendidik dari mancanegara masuk ke Indonesia. Dalam rangka menghadapi pasar global tersebut, maka kebijakan pendidikan nasional harus dapat meningkatkan mutu pendidikan, baik akademik maupun non-akademik, dengan memperbaiki manajemen pendidikan agar menjadi lebih produktif, efisien, dan memberikan akses yang luas bagi masyarakat untuk mendapatkan pendidikan.
Pendidikan memiliki peran yang sangat penting dalam perkembangan teknologi informasi ini, yang menuntut kita harus berpikir kritis, mampu beradaptasi dan berinovasi. Kurikulum Merdeka dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel, dengan fokusnya pada materi esensial dan pengembangan karakter serta kompetensi peserta didik. Dengan karakteristik pembelajaran salah satunya berdasar pada projek pengembangan soft skills dan karakter yang sesuai dengan profil pelajar Pancasila. Pelajar Pancasila merupakan perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat, dengan kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama, yaitu: beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, berkebhinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.
Gotong royong dalam membangun peradaban dan pertumbuhan global dapat kita wujudkan bersama dengan mengaplikasikan dimensi gotong royong dan dimensi kebhinekaan global dari enam dimensi Profil Pelajar Pancasila. Gotong royong dapat mempererat persatuan dan kesatuan bangsa melalui kerjasama yang teratur, rasa kebersamaan, persaudaraan, dan keakraban antar warga.
Setiap pelajar Indonesia memiliki kemampuan bergotong royong, kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah, dan ringan, dengan elemen-elemennya: kolaborasi, kepedulian, dan berbagi. Hidup bersama menyelaraskan dan menerima segala perbedaan dengan berupaya membangun kolaborasi, saling peduli, dan berbagi dengan sesama sebagai ikhtiar pengembangan yang berpandangan jauh ke depan, bangkit menjadi bangsa yang bermartabat dan jaya sebagai pemenang dalam globalisasi.
Wakhidah Noor Agustina, S.Si., Guru SMA Negeri 2 Kudus dan Sekretaris Majelis Ekonomi dan Ketenagakerjaan Pimpinan Daerah ‘Aisyiyah Kudus