Mabrur Sebelum Berangkat

Cerita Ringan Seputar Musim Haji

Mahli Zainuddin Tago

Foto Istimewa

Mabrur Sebelum Berangkat

Cerita Ringan Seputar Musim Haji

Oleh: Mahli Zainuddin Tago

Suasana musim haji sudah kembali terasa. Apalagi kuota haji Indonesia tahun ini kembali normal. Jamaah haji kloter pertama Indonesia sudah terbang menuju Tanah Suci pada Rabu 24 Mei 2023. Kini mereka tentu sedang khusyuk di Tanah Suci. Di samping para jamaah orang yang paling sibuk pada musim haji tahun ini tentu Prof Hilman Latief, Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh (PHU) Kemenag. Sebelum jadi Dirjen beliau Ketua Badan Pengurus Lazismu. Sekarang beliau Bendahara Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Sedangkan bagiku yang pernah bersama beliau di Lazismu musim haji selalu mengingatkan pada beberapa pengalaman kecil. Pengalaman sebelum berhaji pada 2015. Bukan tentang proses berhajinya. Tetapi tentang kejadian yang mengiringinya. Apalagi dikaitkan dengan pengalaman beberapa bulan terakahir. Pengalaman unik terakait rezeki. Bahwa rezeki dari Allaah bisa datang melalui banyak jalan dan dalam bentuk beragam.

Cerita dimulai pada awal Februari 2023. Aku didatangi beberapa kerepotan. Khususnya terkait Si Putih, mobil tungganganku setahun terakhir. Asik mengendarainya ke empat penjuru mata angin, bahkan sampai Kerinci dan Bromo, ternyata aku lupa beberapa hal mendasar. Pertama, pajak tahunan atau STNK mobil ini sudah mati sejak tiga bulan sebelumnya. Kedua, olinya minta segera diganti. Ketiga, ini yang paling berat, BPKB-nya hilang. Kami di rumah memang baru pindah kamar. Sehingga berbagai dokumen penting pindah tempat. Ketika akan mengurus pajak tahunan Si Putih ternyata BPKB-nya tidak ditemukan. Berhari-hari pikiranku tersita oleh hilangnya dokumen penting ini. Berbagai lemari dan rak disisir sehingga menjadi rapi dan bersih. Tetapi Si BPKB tetap tidak ditemukan. Entah bersembunyi dimana ia. Maka aku mencoba ikhlas menerima kenyataan. Aku mulai googling mencari info. Tentang bagaimana, syarat, dan biaya mengurus BPKB yang hilang.

Lalu aku mengurai benang kusut. Satu persatu masalah diselesaikan. Pertama menuju Nasmoco Bantul mengganti oli sekaligus servis rutin. Hasilnya Si Putih kembali gagah dan makin bertenaga. Berita gembiranya, semua gratis. Si Putih memang belum mencapai KM 40.000. Aku juga tidak terpikat tawaran lembut servis tambahan dari Nasmoco. Masalah pertama selesai. Hari berikutnya aku mengurus pajak tahunan Si Putih. Pagi sekali aku sudah di halaman parkir Samsat Jogja. Suasana masih sepi, aku dapat antrian nomor tiga, dan bisa masuk jalur cepat. Jalur khusus bagi pemilik yang mengurus sendiri pajak kendaraannya. Hanya butuh waktu lima belas menit dan STNK baru Si Putih sudah di tanganku. Masalah kedua selesai. Ketika menerima STNK baru aku dikagetkan oleh sapaan lembut karyawati Samsat, “Pak Mahli ya? Masih mengajar di UMY. Saya mahasiswa Bapak di FAI UMY, Prodi Eksya angkatan 2012… ” Betapa sempitnya dunia ini.

Lalu masalah ketiga, masalah terberat yaitu hilangnya BPKB Si Putih. Untuk ini aku menuju Nasmoco Jalan Magelang. Disini pada Nopember 2021 aku membeli Si Putih. Aku ingin konsultasi pada sales marketingnya. Beberapa saat kemudian Mas Agung Si Sales Marketing Nasmoco muncul. Belum sempat aku berbicara dia sudah mendahului. “Maaf Pak Mahli, saya memerlukan surat kuasa dari Bapak untuk bisa mengantarkan BPKB ke rumah Bapak. Syukurlah Bapak datang kesini… ” Mendengar kata BPKB disebut aku terperangah. Lalu memastikan, “Jadi BPKB Si Putih masih di sini?” Jawaban Mas Agung tegas, “Iya Pak.” Ternyata selama ini BPKB Si Putih belum aku terima dan masih tersimpan rapi di dealer Nasmoco. Maka terbanglah semua kuatir yang menghantuiku seminggu terakhir. Ketika aku sudah ikhlas dengan kehilangannya, ternyata Si BPKB masih tersimpan rapi di dealernya. Ini tentu sebuah rezeki dalam bentuk yang lain. Alhamdu lillaah.

Rezeki memang memiliki banyak bentuk. Selain uang rezeki bisa juga berbentuk ditemukannya barang hilang atau yang sudah dilupakan. Cerita tentang hilangnya BPKB Si Putih di atas menjadi contohnya. Dalam Al-Quran ada istilah yarzuqhu min haitsu laa yahtasib (diberi rezeki dari jalan tak terduga). Sejak merantau ke Jogja empat dasawarsa yang lalu sampai usia sejauh ini aku sering mendapat rezeki yang seperti ini. Maklumlah awak ini merantau lebih banyak bermodal semangat juang 45. Salah satu yang dahsyat aku alami pada musim haji 2015 yang lalu. Jauh lebih dahsyat dari soal hilangnya BPKB Si Putih. Aku dan istri sudah mendaftarkan diri untuk naik haji pada 2009. Kami mendaftar melalui skema Dana Talangan Haji dari Bank Syariah Mandiri (BSM). Dipastikan kami bisa berangkat haji pada 2014. Tetapi pada tahun ini kami menikahkan anak pertama kami. Maka keberangkatan haji ditunda ke tahun 2015.

Dua minggu menjelang Ramadan 2015 kejutan pertama terjadi. Pada suatu pagi aku ditelepon Uda Yun, panggilan dekatku untuk Allaahuyarham Prof. Yunahar Ilyas, M.Ag. Beliau diundang Kerajaan Saudi untuk umroh. Ini program baru. Sebelumnya sudah ada program undangan haji. Karena tidak berminat umroh lagi Uda Yun mencari orang lain sebagai penggantinya dan aku menjadi pilihan beliau. Karena sempat tidak yakin aku mengatakan pada Uda Yun bahwa tahun ini aku berangkat haji. Tetapi Uda Yun menegaskan aku harus berangkat. Ujar beliau, “anggap ini Mahli latihan haji.” Maka aku harus ikhlas menerima rezeki ini. Seminggu kemudian aku sudah berada di Haramain menjadi tamu Kerajaan Saudi Arabia. Tentu dengan layanan istimewa sebagai tamu raja. Bersamaku ada puluhan tokoh ummat Islam Indonesia. Di Tanah Suci bersama kami bergabung ratusan tokoh ummat Islam dari berbagai negara Asia Tenggara.

Dua bulan kemudian keluar pengumuman Kemenag bahwa biaya haji tahun 2015 adalah 36 juta Rupiah. Aku segera menuju kantor BSM untuk pelunasan. Dalam hitunganku kami masih kurang sekitar dua puluh juta. Tetapi sesampai di BSM tellernya berujar, “dana tabungan haji Bapak sudah melebihi biaya haji tahun ini. Lebihannya kami transfer ke rekening reguler Bapak.” Aku terkesima. Sang Teller memeriksa ulang dan memastikan dia tidak salah. Setelah lebihan dana masuk ke rekening regulerku, aku mengabari istriku. Dari diskusi dengannya aku sadar ada sesuatu yang aku lupakan. Bahwa dulu ketika mengambil Dana Talangan Haji ada beberapa syarat. Salah satunya menyetorkan sekian juta rupiah dari dana sendiri. Dana inilah yang lima tahun kemudian menjadi dana lebihan tabungan hajiku. Jadi niat mau menyetor malah mendapat setoran dari BSM. Inilah bentuk kedua rezeki min haitsu laa yahtasib menjelang naik haji. Alhamdu lillaah.

Singkat cerita akhirnya aku dan istri berangkat menunaikan ibadah haji pada 2015. Agar bisa fokus beribadah aku menyelesaikan semua urusan di tanah air. Termasuk urusan terkait amanah di Persyarikatan. Sebulan sebelum berangkat aku sibuk menyelesaikan sertipikat tanah milik PAUD Nuraini Kampus Dua, amal usaha Aisyiyah Ranting Ngampilan Jogja. Sebagai mantan ketua Ranting Muhammadiyah setempat aku ditunjuk ibu-ibu Aisyiyah menjadi ketua Tim Pengembangan Kampus Dua PAUD Nuraini. Bagian dari tanggungjawabku adalah mengurus akta jual beli dan sertipikat tanahnya. Untuk itu aku bolak balik mendatangi seorang notaris di Jalan Dokter Sutomo. Sambil bicara urusan tanah kami ngobrol cukup akrab. Kami sebaya. Sang Notaris alumni SMA Stella Duce. Seangkatan denganku sebagai alumni SMA Muhi. SMA kami sama-sama favorit di Jogja. Maka kami banyak bercerita tentang masa-masa SMA dulu.

Di sela sela obrolan Sang Notaris bercerita tentang seorang kliennya. Sang klien hendak menjual tanah yang berlokasi di Ringroad Barat, depan Kampus Terpadu UMY. Luasnya hampir 10.000 meter persegi. Pemilik tanah minta tolong untuk dicarikan pembeli dan menitipkan fotokopi dokumen tanahnya pada Sang Notaris. Karena tahu aku dosen UMY maka Sang Notaris meminta bantuanku untuk menjajagi kemungkinan UMY menjadi pembeli tanah tersebut. Lalu fotokopian dokumen tanah berpindah ke tanganku. Hari berikutnya aku menghubungi salah satu pengurus BPH UMY, menyampaikan barangkali UMY berminat membeli tanah tersebut, dan menitipkan fotokopian dokumen tanah tersebut. Itu saja. Tidak ada usaha lain. Beberapa hari kemudian aku bersama istri berangkat ke Tanah Suci, menunaikan ibadah haji. Melupakan semntara urusan duniawi di tanah air.

Selama di Tanah Suci aku dan istri menjalani ibadah haji seoptimal mungkin. Aku tidak terlalu asing dengan lokasi dan suasana Haramain. Tiga bulan sebelumnya aku kan sudah umrah atas undangan Raja Saudi. Tentu dengan fasilitas VIP. Pada perjalanan haji ini meski dengan fasilitas standar kami jalani penuh khidmat. Perjuangan berhaji justru lebih terasa melalui haji reguler. Di Arafah kami merasakan suhu udara 54 derajat Celcius. Membuat aku membayangkan beratnya panas api neraka. Juga bersyukur dengan nyamannya udara di tanah air Indonesia. Kami juga berhasil masuk ke Raudhah, tempat idaman jamaah haji dari segala penjuru bumi. Hal yang menarik, selama beberapa hari berturut-turut aku menerima SMS dari Sang Notaris di Jogja. Awalnya kabar bahwa UMY berminat membeli tanah kliennya yang berada di depan Kampus Terpadu UMY. Tulis Sang Notaris, “Utusan teman Bapak yang BPH UMY sudah menemui saya.”

Beberapa hari kemudian isi SMS Sang Notaris makin megerucut. Dia minta aku berdoa semoga transaksi terlaksana. Dia juga menegaskan ada bagianku sebagai penghubung. Terakhir dia mengabarkan transaksi dengan UMY sudah terjadi dan aku diminta mengirim nomor rekening. Hari berikutnya “Cling…” sebuah SMS Banking mengabarkan masuknya sejumlah dana ke rekeningku. Sang Notaris mentransfer separuh dari honornya sebagai perantara. Jumlahnya fantastis. Jumlah pastinya silahkan pembaca hitung sendiri. Aku tentu berterima kasih. Sang Notaris yang kebetulan Tionghoa Non Muslim ini sangat profesional. Dia menunaikan kata-katanya. Sedangkan bagiku, ini bentuk ketiga rezeki min haitsu laa yahtasib musim haji.

Selesai musim haji kamipun pulang ke tanah air. Setiap bertemu sahabat maupun kerabat tentu kami diminta bercerita pengalaman selama berhaji. Bagiku rasanya pengalaman uniknya justru dimulai sebelum dan awal berada di tanah suci. Khususnya terkait dengan sang notaris alumni Stella Duce itu. Mendengar cerita unik ini, Arif Jamali Muis, sahabat mudaku yang Wong Palembang berkomentar singkat “Itu namonyo Kando sudah mabrur sebelum berhaji.” Ado-ado bae Dindo ini. Semoga sepulang dari Tanah Suci haji kami memang mabrur. Aamiin.

Yogyakarta, 09 Juni 2023

Exit mobile version