Muhammadiyah sebagai Ormas Keagamaan di Basis Umat
Oleh: Prof Dr H Haedar Nashir, M.Si
Muhammadiyah itu beridentas diri sebagai gerakan Islam yang mengemban misi dakwah dan tajdid. Posisi gerakannya sebagai organisasi sosial kemasyarakatan, yang membedakan dirinya dari organisasi politik. Muhammadiyah disebut sebagai gerakan keagamaan dan kemasyarakatan. Karenanya segala sesuatu yang betsifat keagamaan dan kemasyarakatan mesti menjadi perhatian utama Muhammadiyah. Termasuk bagi para anggota, kader, dan pimpinanan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan kelembagaan Persyarikatan.
Di antara ranah yang penting dari keberadaan gerakan Muhammadiyah sebagai organisasi kemasyarakatan dan keagamaan atau disingkat ormas keagamaan ialah basis jamaah atau komunitas di masyarakat. Kehidupan nyata umat dan warga masyarakat di mana Muhammadiyah berada sejatinya merupakan urat nadi gerakan Muhammadiyah. Jika Muhammadiyah tidak lagi kuat dan mengakar di umat dan masyatakat bawah maka rapuhlah keberadaan atau eksistensi Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan di negeri tercinta.
Karenanya apakah anggota, kader, dan lebih-lebih pimpinan Muhammadiyah di seluruh tingkatan dan organ kelembagaannya masih kuat sensitivitas dan perhatiannya terhadap kondisi kehidupan umat dan warga atau jamaah di akar rumpit atau grass-roots? Seperti bagaimana praktik hidup beragama, keberadaan masjid dan mushalla, aktivitas pengajian, kohesi sosial, hubungan antar warga dan tetangga, kegotongroyongan, dan denyut nadi kehidupan umat dan warga masyarakat di seluruh pelosok tanah air dari kota-kota hingga pedesaan dan daerah-daerah terpencil.
Apakah Muhammadiyah hadir secara nyata dan masif di akar rumput tersebut? Daripada terus sibuk dengan isu-isu politik praktis-partisan yang terlalu banyak menyedot perhatian yang ujungnya berupa kegundahan dan kontraproduktif yang sejatinya harus menjadi perhatian para aktivis dan lembaga partai politik sebagaimana porsi utama organisasi politik!
Problem di Bawah
Muhammadiyah masih memikiki banyak masalah yang penting untuk menjadi perhatian serius oleh seluruh kader dan pimpinan di setiap tingkatan. Masjid dan mushalla yang kurang terurus secara optimal, malah sebagaimana sering dilaporkan ada yang diserobot dan dikelola kelompok lain yang berbeda paham dengan Muhammadiyah. Pengajian umum yang kurang berjalan dengan baik, lebih-lebih untuk anak-anak muda, ketika lembaga-lembaga majelis taklim dari golongan atau kelompok lain hidup. Muhammadiyah kekurangan ustadz, mubaligh, imam, dan guru mengaji serta ahli-ahli agama yang dapat menjadi rujukan umat di bawah sementara yang tersedia dari pihak lain yang berbeda paham dengan Muhammadiyah.
Cabang dan Ranting masih banyak yang kurang aktif, kegiatannya lebih terbatas rutin, dan anggota pimpinannya tidak semua aktif dan menjadi penggerak di bawah. Gerakan dakwah komunitas hasil Muktamar Makassar 2015 tidak tersosialisasi dengan baik, sehingga tidak terlaksana. Kegiatan kaderisasi serta pembinaan paham agama dan ideologi tidak merata di semua Cabang dan Ranting, sehingga suksesi pun tidak berjalan dinamis sebagaimana mestinya. Pemikiran-pemikiran keisalaman produk Tarjih dan pemikiran-pemikiran resmi organisasi yang hebat-hebat pun tidak tersosialisasi secara masif sehingga tidak menjadi panduan dan acuan. Dikhawatirkan pemikiran keagamaan dan ideologi Muhamamdiyah tidak mendarahdaging dan menjadi alam pikiran utama para anggota, kader, dan pimpinan sehingga dalam membawa Persyarikatan seadanya.
Masalah kondisi amal usaha di bawah pun menjadi masalah yang tidak kalah berat. TK ABA atau PAUD yang di berbagai tempat yang kondisinya berat, termasuk untuk bertahan, karena banyak bersifat kerelawanan dan perjuangan. Sekolah-sekolah tingkat dasar dan menengah maupun pondok pesantren yang kondisinya masih perlu perhatian besar untuk perbaikan dan pengembangan. Demikian pula dengan klinik, balai kesehatan, pantu asuhan, dan usaha-usaha sosial ekonomi di bawah tidak jarang untuk bertahan hidup pun tidaklah mudah. Di bawah untuk membangun gedung amal usaha, masjid, dan tempat kegiatan yang sederhana pun tidak selalu mudah.
Belum termasuk problem warga massyarakat di akar rumput. Warga yang dhuafa mustadhafin lebih-lebih setelah pandemi Covid-19 makin berat hidupnya. Mereka tidak bisa menyekolahkan anaknya, kesulitan ke rumah sakit yang memadai meski sudah ada BPJS, mengalami banyak problem sosial yang tidak sederhana seperti kekerasan, dililit utang ke lintah darat, tidak memiliki rumah tinggal, dan mata pencaharian yang tidak pasti untuk hidup sehari-hari.Terbuka kemungkinan karena kesulitan hidup lalu pindah keyakinan dan tidak dapat menjalankan agama dengan baik. Ketika kontestasi politik hanya menjadi alat pendulang suara dengan segala iming-iming maupun memperoleh uang-uang transaksional yang tidak mendidik mereka untuk mandiri dan menjaga marwah.
Proyeksi Ke Depan
Sungguh penting bagi para pimpinan di seluruh tingkatan dan lini organisasi semakin menaruh perhatian yang besar dan terfokus bagaimana memecahkan masalah-masalah Muhammadiyah di akar rumput dan jamaah atau komunitas itu secara lebih masif, terstruktur, dan terprogram dengan baik dan seksama. Diperlukan mobilisasi energi dan potensi semua pimpinan di semua struktur organisasi. Jika memperhatikan kondisi permasalahan Muhammadiyah secara nyata di bawah maka nyaris tidak ada kesempatan untuk sibuk mengurus isu-isu politik yang bukan bidang garap Muhammadiyah sebagai ormas keagamaan.
Apalagi tergoda untuk calon mencalonkan orang, padahal partai politik saja masih belum bergerak meskipun menjadi lahan garap utamanya. Apalagi menyalahi Kepribadian dan Khittah Muhammadiyah. Padahal Muhammadiyah sendiri selain memiliki masalah yang perlu menjadi agenda utama untuk dipecahkan, juga memerlukan muhasabah tentang relasinya dengan masyarakat luas.
Cobalah bertanya seberapa banyak warga masyarakat yang merasa dekat, simpatik, dan tertarik untuk menjadi bagian atau afiliasi dengan Muhammadiyah? Menurut survei Alvara Research Center (ARC) tahun 2016, secara umum masyarakat mengenal Muhamamdiyah cukup besar (94,3%), sedangkan NU dikenal lebih besar lagi (97%) dan Front Pembela Islam atau FPI dikenal oleh 68,8% responden. Tapi hal yang mengejtukan, mereka yang merasa berafiliasi dengan Muhammadiyah hanya 14,6% sedangkan untuk NU 50,3% dan FPI lebih kecil lagi dari Muhammadiyah. Adapun hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2019 mereka yang merasa menjadi bagian dari Muhammsiyah hanya 4,3% dan NU 49,5%.
Memang hasil survei dapat diperdebatkan, tetapi tidak ada salahnya menjadi bahan perhatian dan instrospeksi diri siapa tahun faktual di lapangan. Karena berbagai sebab atau faktor, termasuk pendekatan dakwah yang keras dan tidak atau kurang hikmah, Muhammdiyah kurang memperoleh simpati bagi khalayak umum yang awam. Sebaliknya boleh jadi para pimpinan Muhammadiyah karena sibuk dengan amal usaha dan sebagian terninabobo oleh isu-isu politik, kemudian abai dan tidak menaruh perhatian serius untuk menggarap warga masyarakat umum untuk menjadi sasaran dakwah sekaligus mendekatkan afiliasi mereka kepada Persyarikatan. Musahabah itu penting agar tidak merasa berada di zona aman dan nyaman dalam pergerakan membawa Muhammadiyah menjadi unggul dan memperoleh dukungan positif dari masyarakat seluas-luasnya untuk kepentingan dakwah dan tajdid membangun khayra ummah.
Ke depan penting diproyeksikan pemetaan sosial mengenai keberadaan Muhammdiyah di tengak dinamika sosial masyarakat akar rumput secara nasional. Setelah itu dibikin peta-jalan (road-map) untuk pengembangan Muhammadiyah dalam masyarakat Indonesia yang majemuk agar gerakan Islam modern ini dapat diterima seluas mungkin secara inklusif oleh masyarakat Indonesia dari berbagai segmen dan golongan sosial.
Bagaimana konsep Dakwah Komunitas hasil Muktamar Makassar 2015 sebagai reaktualisasi Gerakan Jamaah dan Dakwah Jamaah (GJDJ) serta Dakwah Kulturan 2002 dapat diimplementasikan dalam peta jalan gerakan Muhammadiyah di Indonesia. Pemetaan strategis ini penting sebagai bagian terintegrasi dari mewujudkan dan menyebarluaskan Islam Berkemajuan yang selama ini menjadi isu dan perspektif penting dari gerakan Muhammadiyah abad kedua!
Sumber: Majalah SM Edisi 13 Tahun 2022