Idul Adha Momentum Reflektif kepada Diri Pribadi

Idul Adha Momentum Reflektif kepada Diri Pribadi

Idul Adha di Kampus 4 UAD

YOGYAKARTA, Suara Muhammadiyah – Uiniversitas Ahmad Dahlan (UAD) bekerjasama dengan LPSI, Masjid Islamic Center dan PERSADA mengadakan shalat idul Adha di Lapangan sepak bola kampus IV UAD pada hari Rabu (28/06) berdasarkan keputusan MTT PP Muhammadiyah. Qaem Aulassyahied salah satu anggota Majelis MTT PP yang bertindak sebagai imam dan khatib.

Hal pertama yang disampaikan Qaem adalah bahwa salah satu untuk memulai hari yang mulia ini. Karena ada ulama mengatakan:

أَعْيَادُ الْإِسْلَامِ تُبْدَءُ بِالتَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ لِأَنَّهُ عِيْدُ الطَّاعَةِ بَعْدَ الطَّاعَةِ لَيْسَتْ اِنْطِلَاقًا وَرَاءَ الشَّهَوَاتِ وَلَيْسَتْ سِبَاقًا إِلَى النَّزَاوَاتِ وَلَيْسَتْ إِنْتِهٰكَ لِلْمُحَرَّمَاتِ

Perayaan-perayaan di dalam Islam haruslah dimulai dengan tahlil dan takbir, karena hari-hari besar Islam adalah hari ketaatan setelah ketaatan. Tidaklah ia dilaksanakan didasarkan atas hawa nafsu, tidaklah ia dijalankan karena keinginan-keinginan pribadi dan juga tidak diakhiri dengan hal-hal yang diharamkan oleh Allah swt.

“Maka kaum muslimin sekalian, sedari dari awal perlu kita insyafi bersama. Bahwa idul adha di dalamnya terdapat kurban namun kurban semata-mata itu saja. Mengalirkan darah dari hewan-hewan yang kita sembelih bukanlah tujuan utamanya. Tetapi, ada dimensi spiritualitasnya yang harus kita hayati dengan keimanan kita dalam rangka ketaatan dan beribadah kepada Allah swt.” Kata Qaem.

Allah swt yang telah mengatakan dengan tegas di dalam al-Qur’an:

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَٰكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَىٰ مِنْكُمْ ۚ كَذَٰلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَىٰ مَا هَدَاكُمْ ۗ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.(Q.S. Al-Hajj: 37)

Ditegaskan juga oleh syaikh Wahbah Zuhaili, “Bahwa ketika seseorang berkurban, maka kualitas kurbannya tidak ditentukan dari seberapa mahal binatang kurbannya tetapi ditentukan dari seberapa takwa ketika ia berkurban dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah”.

Qaem menerangkan bahwa dimensi ketaatan dalam kurban idul adha, dapat temukan dalam salah satu fungsi dari idul adha sendiri yaitu sebagai pengingat momentum sejarah. Sejarah di mana ada seorang hamba dimuka bumi ini yang telah berhasil membuktikan ketatan dan ibadahnya di hadapan Allah swt, sehingga Allah telah menetapkan hamba ini sebagai hamba yang berhasil dan patut untuk diteladani. Yaitu nabi Ibrahim AS. Allah swt berfirman:

وَاتَّخَذَ اللّهُ إِبْرَاهِيمَ خَلِيلاً…

dan sungguh Allah telah memilih/menjadikan nabi Ibrahim sebagai kekasihnya (Q.S. An-Nisa: 125)

“Inilah salah satu bukti nyata bahwa nabi Ibrahim adalah hamba yang berhasil. Karena kaum muslimin kita tahu bersama, ketika seseorang telah menjadi kekasih Allah maka tidak ada satupun di dunia ini yang tidak bisa ia dapatkan. Karena Allah kekasihnya adalah tuhan yang maha memiliki semuanya. Tidak ada hal yang dapat menyusahkan dirinya, karena Allah kekasihnya adalah ilah yang maha memberikan perlindungan. Bahkan sekiranya dunia seisinya memusuhi nabi Ibrahim pun tidak akan pernah bisa memberikan kekecewaan pada nabi Ibrahim. Karena Allah kekasih nabi Ibrahim adalah zat yang maha memberikan kebahagiaan. Dan itulah yang telah didapatkan nabi Ibrahim sebagai kekasih Allah swt.” Tambahnya.

Momentum idul adha ini menjadi sebuah perenungan secara reflektif dengan bertanya kepada diri pribadi. Apa yang pernah dilakukan nabi Ibrahim sehingga ia bisa menjadi hamba yang berhasil membuktikan ketaatannya di hadapan Allah swt? Menurut Khalid Muhammad Khalid salah satu ulama yang merumuskan dari kisah nabi Ibrahim untuk menjadi hamba yang sukses dalam taat kepada Allah, itu ada dua hal, yaitu:

Pertama, nabi Ibrahim adalah manusia yang berhasil melewati ujian  kehidupan yang diberikan oleh Allah swt. Padahal kaum muslimin sekalian, kehidupan yang paling berat di muka bumi ini adalah kehidupan para nabi.

Kedua, untuk berhasil dari ujian tersebut maka nabi Ibrahim punya modal yang paling penting yaitu modal keimanan dan akidah kepada Allah yang begitu murni.

Dari tafsir at-Thabari di dalamnya diceritakan ketika nabi Ibrahim hendak dilempar ke dalam api oleh Namrud, malaikat Jibril datang untuk menawarkan pertolongan tetapi nabi Ibrahim dengan tegas menolak pertolongan itu lalu mengatakan, “Aku hanya menggantungkan hidupku kepada zat yang menciptakan makhluk yaitu Allah swt bukan makhluk yang diciptakan oleh Allah swt”

Oleh karena itu, menurut imam at-Thabari yang menolong nabi Ibrahim bukanlah malaikat Jibril tetapi yang menolong nabi Ibrahim adalah Allah langsung dengan mengatakan, “Wahai api, jadilah dingin dan menyelamatkan nabi Ibrahim AS”

Qaem mengingatkan kepada para Jamaah untuk mengingat sajak yang ditulis oleh Muhammad Iqbal yaitu, “di tengah-tengah api Namrud milikilah iman Ibrahim niscaya engkau dapati taman-taman Jannatun naim.” kiat yang bisa dilakukan agar berhasil sebagaimana nabi Ibrahim adalah dia tidak hanya memberhasilkan dirinya tetapi juga berhasil mendidik istri dan anak-anaknya menjadi hamba-hamba yang taat di hadapan Allah swt.

“Semoga Allah memampukan kita untuk meneladani teladan nabi Muhammad dan nabi Ibrahim, agar Allah menjadikan kita manusia-manusia yang mampu melewati ujian-ujian kehidupan. Agar Allah memberikan kita akidah dan iman yang murni yang bisa menyelamatkan kita dari api-api kemaksiatan dan agar Allah menjadikan keluarga-keluarga kita, calon keluarga adalah keluarga-keluarga muslim yang nanti Allah kumpulkan di surga” tutupnya. (Badru Tamam)

Exit mobile version