Oleh: Ahmad Fatoni
إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Kita boleh berbeda pendapat bahwa perilaku hedonisme telah menjadi gaya hidup umat masa kini. Beberapa sikap hedonis tercermin dari tujuan hidup mereka yang hanya untuk kesenangan pribadi, tidak peduli kepentingan orang lain, dan tidak pernah puas terhadap apa yang dimiliki. Sikap hedonis lainnya, cenderung diskriminatif, sombong dan suka pamer harta, serta melihat sesuatu dari segi materi semata.
Gaya hidup yang sangat konsumtif juga begitu dominan. Membeli sesuatu bukan karena dorongan kebutuhan namun lebih karena ingin mengikuti mode dan bersaing untuk tampil lebih hebat dari yang lain walaupun penghasilannya sebenarnya kurang mendukung.
Sebagian dari mereka bahkan berani melakukan pelanggaran hukum untuk mendapatkan uang dalam skala besar dengan cara paling mudah dan cepat. Itu dilakukan demi memenuhi ambisi untuk tampil hidup mewah di kalangan komunitas tempat mereka beraktivitas. Semua-mua itu lalu dipertontonkan di depan publik untuk menunjukkan segala kehebatan yang dimilikinya.
Sikap itulah yang dikenal dengan istilah gaya hidup hedonis. Budaya hedonisme dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, misalnya pengaruh kerabat atau teman, faktor bacaan, tontonan dan lain sebagainya.
Jamaah Jumat rahimakumullah
Hedonisme erat kaitannya dengan godaan dan nafsu manusia akan kesenangan semata. Hedonisme akan berakibat buruk baik bagi individu yang menjalaninya maupun lingkungan di sekitarnya. Dampak hedonisme akan membuat hidup seseorang malah tidak bahagia. Berikut di antara dampak buruk dari gaya hidup hedonis:
Pertama, meningkatkan perilaku konsumtif
Hedonisme yang kita kenal sekarang sudah bergeser maknanya dari mengejar kesenangan yang bisa bermacam bentuknya, menjadi lebih ke bentuk materi dan perilaku konsumtif. Dalam upayanya untuk memuaskan kesenangannya akan materi, seorang hedonis bisa saja menghabiskan barang dan jasa yang tersedia secara berlebihan. Seorang hedonis begitu mudah menghamburkan uang demi sekedar pamer merk atau barang mahal.
Dan orang-orang yang suka menghamburkan harta untuk perkara yang tidak bermanfaat itu termasuk saudara setan. Allah SWT berfirman,
وَلا تُبَذِّرْ تَبْذِيرًا إِنَّ الْمُبَذِّرِينَ كَانُوا إِخْوَانَ الشَّيَاطِينِ
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan.” [QS. Al-Isra’: 26-27]
Kedua, memiliki pandangan hidup serbainstan
Seorang hedonis akan melihat suatu harta sebagai hasil akhir dan tidak terlalu menganggap proses untuk mencapai hasil akhir tersebut. Akibatnya, seseorang akan melakukan pembenaran dalam memenuhi semua kesenangannya, meskipun tindakan yang dilakukannya salah.
Penganut hedonisme cenderung melakukan apa pun meskipun harus melanggar hukum, hanya untuk memenuhi kesenangannya sendiri. Mengambil harta orang lain baik sedikit atau banyak secara batil jelas perbuatan yang sangat mengganggu rasa aman orang lain.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.” [QS. An-Nisā’: 29]
Ketiga, berorientasi pada harta
Seorang hedonis bisa saja memiliki pandangan semu bahwa memiliki barang-barang berteknologi mutakhir dan serba mewah adalah suatu kemuliaan bagi dirinya. Inilah ciri-ciri hedonisme yang kemudian memunculkan sikap sombong.
Para hedonis merasa berada di strata sosial yang tinggi. Perasaan bahwa dia lebih unggul atau kelas yang berbeda dari orang lain. Perasaan superior atas makhluk Allah yang lain yang berangkat dari persepsi yang menyimpang bahwa apa yang ada pada dirinya lebih unggul dari yang lain adalah cara berpikir ala Iblis.
قَالَ يَا إِبْلِيسُ مَا مَنَعَكَ أَنْ تَسْجُدَ لِمَا خَلَقْتُ بِيَدَيَّ ۖ أَسْتَكْبَرْتَ أَمْ كُنْتَ مِنَ الْعَالِينَ قَالَ أَنَا خَيْرٌ مِنْهُ ۖ خَلَقْتَنِي مِنْ نَارٍ وَخَلَقْتَهُ مِنْ طِينٍ
“Hai iblis! Apakah yang menghalangi kamu sujud kepada yang telah Ku-ciptakan dengan kedua tangan-Ku? Apakah kamu menyombongkan diri ataukah kamu (merasa) termasuk orang-orang yang (lebih) tinggi? Iblis berkata, “Aku lebih baik daripadanya, karena Engkau ciptakan aku dari api, sedangkan dia Engkau ciptakan dari tanah”. [QS. Shād:75-76]
Jamaah Jumat rahimakumullah
Melihat fenomena hedonisme yang marak di dunia nyata maupun jagad maya, umat Islam perlu mewaspadainya. Kendati tak selamanya hedonisme bermakna negatif, akan tetapi karena pemahamannya yang lebih mengedepankan kesenangan sesaat, maka hal tersebut dapat menjurus kepada hal-hal yang negatif belaka. Bahkan hedonisme sangat merusak baik secara akal sehat maupun secara syariat.
Kunci hidup bahagia itu dua, yakni tahu diri dan tahu batas. Seseorang yang tahu diri ialah mengerti dia ada di mana, posisinya di mana, tujuan hidupnya apa, dan lain sebagainya,
Adapun orang yang tahu batas ialah tahu batas dalam mengendalikan keinginan-keinginan serta mampu mengontrol dirinya sepenuhnya. Banyak orang yang gelisah hidupnya justru penyebabnya adalah ia lupa batas diri. Dia tidak tahu gaya hidupnya terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Kita berlindung kepada Allah SwT dari menjadi orang-orang yang terpengaruh dengan gaya hidup hedonis yang sedang marak belakangan ini. Semoga Allah SwT mengaruniakan kepada kita kebahagiaan yang sejati, baik di dunia ini maupun di akhirat nanti.
بارَكَ اللهُ لِي وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ. وَنَفَعَنِي وَاِيِّاكُمْ بما فيه مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أقُوْلُ قَوْلِي هَذا وَأسْتَغْفِرُوا اللهَ لَيْ وَلَكُمْ فَاسْتَغْفِرُوْهُ إنَّهُ هُوَ الْغَفُوْرُ الرَّحِيْمُ.
Khutbah Kedua
الْحَمْدُ للهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللهُ، أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلهَ إِلَّا اللهُ الْمَلِكُ الْحَقُّ الْمُبِيْنُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ صَادِقُ الْوَعْدِ الْأَمِيْنُ،
اللّهُمَّ فَصَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَآلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، أَمَّا بَعْدُ،
فَأُوْصِيْنِي وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى اللهِ حَقَّ تُقَاتِهِ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ،
إِنَّ اللهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِي يَا أَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا، اللّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ الْأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَالأَمْوَاتِ إِنَّكَ أَنْتَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ يَا قَاضِيَ الْحَاجَاتِ،
اللّهُمَّ اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدِيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا، اللّهُمَّ أَعِنَّا عَلَى ذِكْرِكَ وَشُكْرِكَ وَحُسْنِ عِبَادَتِكَ، اللّهُمَّ أَمِتْنَا عَلَى الْإِسْلَامِ وَالْإِيْمَانِ، رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِيْنَ إِمَامًا، رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ، سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ، وَالْحَمْدُ للهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ، أَقِيْمُوا الصَّلَاةَ!
Ahmad Fatoni, Dosen Pendidikan Bahasa Arab FAI-UMM