Oleh Agusliadi (Komisioner KPU Bantaeng)
Seuntai kisah nyata. Lentik jemari ini bermaksud menari di atas touchscreen menyusuri perjalanan yang seakan melukiskan life mapping, peta kehidupan dari bergelut dengan tumpukan pasir dan semen menuju nikmatnya kemewahan hotel berbintang.
Saya lahir dari keluarga yang dalam perspektif ekonomi di bawah standar kehidupan yang layak, begitupun dari perspektif mental rohaniah kehidupan keluarga dan lingkungan sulit rasanya untuk sebuah konstruksi karakter yang matang. Hanya ada satu pesan yang sangat berharga dari orang tua meskipun baru terasa saat ini “jangan menjadi seperti diriku”, selain itu saya punya kemampuan otak yang membuat diri ini memiliki dan mengantarkanku sebagai pelajar yang terbaik peringkat satu umum saat itu dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah Pertama sampai Sekolah Menengah Kejuruan meskipun pada saat tingkat SMK saya hanya mampu sebagai peringkat terbaik di kelas.
Sekelumit keterbatasan yang mengiringi perjalanan hidupku yang masih terpahat indah dalam relief ingatan ini dan tidak cukup ruang waktu untuk menorehkannya, sehingga pada saat itu sejak bangku sekolah: SMP saya harus berbagi waktu antara menuntut ilmu dan mencari nafkah sendiri. Setiap libur saya ikut menjadi kuli bangunan selain waktu libur setiap pulang dari sekolah saya bekerja sebagai kuli bengkel las. Ini saya jalani dari SMP sampai Kelas 2 SMK. Namun meskipun demikian saya masih mampu belajar dan memiliki prestasi terbaik, di tengah suasana rumah yang hanya diterangi lampu minyak tanah dan dinding udara. Udara dan terik matahari leluasa menyapa kami setiap hari.
Jauh sebelum mengerti dan memahami kehidupan dan manajemen pengembangan diri, pepatah “buah jatuh tidak jauh dari pohonnya”, sebagai penjara mental bagi sebagian orang, diri ini dari lubuk hati paling dalam, senantiasa saya bantah. Secara mental-psikologis-spiritual saya wajib jauh dari pohon itu. Saya harus keluar dari penjara mental itu.
Penjara mental itu akan menjadikan kehidupan kita tetap berada dalam lingkaran kehidupan yang sedang dirasakan sebagai warisan leluhurnya. Selain itu akan menjadi diri ini kurang dinamis. Membutakan diri dan melumpuhkan langkah bergerak menuju masa depan yang cemerlang.
Jauh sebelum memahami ilmu DNA dan arti Hijrah dalam perspektif dan konteks fungsional to change, perubahan, dalam niatan hati sudah terpatri embrio bahwa saya harus move on, kelak menjadi sumber inspirasi dan motivasi bagi orang lain.
Dari buruh/kuli bangunan dan bengkel las sampai menjadi Komisioner KPU Kabupaten adalah sebuah life mapping yang di dalamnya ada tata kelola potensi diri, sebuah sentrapetal, fokus pada diri, melakukan sebuah inner journey. Tiupan Asmaul Husna dalam diri kita oleh Allah dan susunan huruf kimiawi dalam DNA yang terdapat pada diri kita adalah bibit potensi yang built in dan sebagai human capital dalam dimensi profan untuk merubah status kehidupan.
Dalam mekanisme ON OFF DNA, dengan susunan huruf kimiawi yang bisa dirangkai sampai triulnan informasi mampu mengubah peta kehidupan setiap manusia bahkan yang sebelum dinilai bukan bakat kita bisa menjaga bakat tanpa perlu memandang usia. Ini adalah sejenis operating system (OS) yang Allah program sebagai software dalam sistem komputerisasi manusia.
Bahkan jika ilmu mekanisme on off DNA ini kita pahami kemudian diintegrasikan dengan ilmu mekanisme kerja alam bawah sadar ini bisa melahirkan sebuah Quantum Skill. Premis Quantum Skill sependek ingatan saya, saya belum pernah membaca dan mendengarnya. Istilah Quantum Skill, saya rumuskan sendiri untuk menggambarkan bahwa skill dengan predikat profesional dan terbaik bisa kita capai tanpa perlu menghabiskan durasi waktu yang cukup lama dalam realitas kehidupan faktual. Dalam gambaran konkret bahwa mungkin ada orang baru satu tahun menggeluti pekerjaan tertentu tetapi jauh lebih profesional daripada yang sudah puluhan tahun menggeluti pekerjaan yang sama. Saya teringat dengan buku yang berjudul Being Happy, penulisnya saya lupa karena buku koleksi saya itu sudah puluhan tahun entah kemana. Dalam buku itu salah satu hal inspirasitf sebagai landasan ilmiah Quantum Skill, bahwa latihan mental jauh lebih efektif daripada latihan fisik. Bahkan saya menemukan di dunia barat teori ini diaplikasikan untuk meningkatkan skill pembalap mobil dengan cara menciptakan alat simulator road race.
Manajemen tata kelola potensi diri, tidak cukup dengan mekanisme on off DNA dan mekanisme kerja alam bawah sadar. Namun kita harus paham dan mengaplikasikan dalam realitas konkret terkait konsep HIJRAH. Hijrah tidak hanya dipahami dalam perspektif geografis dan historis, tetapi dipahami dalam perspektif sosial termasuk perspektif psikologis yang memiliki relevansi dengan mekanisme on off DNA dan alam bawah sadar.
Ketika lembaran kehidupan ini saya buka kembali, Perubahan yang terjadi pada diri ini vberawal dari sebuah Hijrah yang oleh Rasulullah dijadikan sebagai sebuah strategi untuk membangun peradaban Islam. Hijrah yang saya lakukan bukanlah Hijrah untuk meninggal tanah kelahirannya tetapi Hijrah yang dilakukan adalah perpindahan dari satu titik pergaulan ke titik pergaulan lainnya. Ketika saya tersentak dari kebiasaan Nekrofili, saya mulai berpindah bergaul di wilayah Kompleks Masjid Raya Bantaeng yang dikenal sebagai Lumbung Pengkaderan Muhammadiyah Bantaeng. Ali Syariati dalam Sosiologi Islam banyak mengupas bahwa Hijrah jangan semata – mata dipahami sebagai sebuah peristiwa sejarah sebagai dari faktor geografis atau politis. Ali Syariati juga memahami bahwa Hijrah merupakan prinsip filosofi dan sosial yang luar biasa dan bahkan dipahami sebagai faktor utama dalam kebangkitan peradaban disepanjang sejarah.
Dua puluh tujuh peradaban yang dipahami oleh Ali Syariati yang diketahui dalam sejarah semuanya lahir dari hijrah yang mendahuluinya. Dan bahkan baginya tidak ada pengecualiaan untuk aturan ini. Peradaban Amerika hingga yang paling kuno yang kita kenal, peradaban Sumeria-terwujud di puncak hijrah.
Hijrah saya yang sangat sederhana berupa perpindahan dari titik pergaulan yang satu ke titik pergaulan lainnya telah membuka cahaya terang benderang. Berawal dari Sebuah Kompleks Masjid Raya Bantaeng, yang dikenal lumbung Pengkaderan Muhammadiyah penulis mulai disirami dengan cahaya Islam, saya dipahamkan betapa pentingnya sebuah bangunan kehidupan dan diberi kesempatan untuk mencelupkan diri dan bangkit.
Dibalik pintu bertuliskan Ikatan Remaja Muhammadiyah Bantaeng diri ini digembleng, dibina untuk mencintai Islam dan bangunan pengetahuan.
Dari starting point inilah, saya menabung dan membangun human capital, sosial capital bermuara pada sebuah personal branding tentang sebuah keberanian mencapai sesuatu yang dalam pandangan sebagian orang sulit dan bahkan itu oleh sebagian orang disematkan pula bahwa itu mustahil bagi diri ini. Namun benteng psiko-teologik-transendental yang kokoh yang berbasis pada Maha kasih sayang Allah dan Maha Kekuasaan Allah mampu membendung segalanya bahkan menginspirasiku untuk berselancar di atas ombak.
Diri ini yang pada masa remajanya sebagai buruh bangunan, kuli bengkel las, sebagai instruktur komputer, tenaga Kontrak Pengadilan Agama, termasuk Bappeda, kini sebagai Komisioner KPU Bantaeng.
Perjalanan ke Makassar, Rabu, 27 Februari 2019