Hukum Memakai Software Bajakan
Pertanyaan:
Assalamualaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Saya seorang pelajar, mendapati di sekitar saya banyak sekali penggunaan software bajakan. Jadi saya mau bertanya :
- Hukum penggunaan software bajakan, dimana aplikasi seperti Photoshop, Windows, Microsoft, Coreldraw dan sebagainya dijual dengan harga yang sangat mahal. Anggap satu software seharga satu juta rupiah. Misal satu perusahaan mempunyai 40 komputer, maka pasti memerlukan biaya yang sangat mahal hanya untuk sebuah software. Supaya tidak mengeluarkan biaya mahal, alternatifnya adalah menggunakan software bajakan. Membajak software tidak sama sepenuhnya seperti mencuri, karena tidak membuat barang hilang dari pemilik, namun memperbanyak. Jadi, bagaimana hukum penggunaan software bajakan?
- Terkait software bajakan, bagaimana hukumnya jika software tersebut digunakan untuk bekerja? Hal ini karena ketika digunakan untuk bekerja dan mencari uang, masih memerlukan kemampuan dan usaha keras dari orang tersebut, tidak sekedar mencari keuntungan dengan software bajakannya. Bagaimana hukum uang yang didapat?
Sekian pertanyaan dari saya, mohon maaf bila ada kekurangan.
Wassalamu alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Ihsan Al-Khalili (disidangkan pada Jum’at, 14 Dzulhijjah 1437 H / 16 September 2016 M)
Jawaban:
Wa alaikumus salam wa rahmatullahi wa barakatuh.
Terima kasih atas pertanyaan saudara. Software merupakan program komputer yang memiliki fungsi tertentu. Untuk mendapatkan software biasanya menggunakan dua cara. Pertama dengan cara membeli. Software ini terdapat dalam kepingan CD/DVD, kemudian dipasang (install) ke komputer/laptop. Lalu dalam proses pemasangan, pengguna diharuskan memasukkan kode tertentu (serial number) yang terdapat di kemasan CD/DVD software tersebut sehingga mendapatkan lisensi atau izin resmi untuk menggunakannya. Software seperti ini dijual dengan harga yang cukup mahal, bisa mencapai jutaan rupiah.
Kedua dengan tanpa membeli CD/DVD, yaitu mengunduh dari internet, atau mengcopy dari komputer lain. Dikarenakan merupakan sebuah program komputer, software dapat dengan mudah digandakan dan dipasang di banyak komputer. Namun software yang didapat dari mengunduh atau mengcopy adalah versi percobaan atau trial. Artinya pengguna akan diberikan kesempatan menggunakan software tersebut dalam jangka waktu tertentu. Apabila sudah mencapai batas waktu, maka software ini tidak bisa digunakan lagi dan pengguna harus memasukkan kode (serial number) untuk dapat menggunakannya kembali. Kode ini harus dibeli dari perusahaan pembuat software. Jadi bisa dikatakan perusahaan software mendapatkan pemasukan dari adanya kode tersebut.
Pembajakan yang sering terjadi adalah memasang software yang didapat dari internet, atau hasil kopian lalu menggunakan suatu program khusus yang dapat membuat kode serial number dan merekayasa software sehingga tidak perlu membeli kode serial number untuk mendapatkan lisensi. Hal ini dapat menyebabkan kerugian bagi perusahaan pembuat software, karena perusahaan tidak mendapatkan keuntungan dari software yang diproduksi. Kerugian akibat pembajakan sangat besar, di antaranya karena:
- Biaya yang digunakan untuk meneliti, mengembangkan dan membuat software sangat mahal
- Klaim untuk mendapatkan hak cipta atas suatu produk terbilang cukup mahal
Selain itu, sebagian besar perusahaan pembuat software adalah korporasi asing, sehingga saat produknya dijual di Indonesia tentu akan menjadi mahal karena kurs rupiah yang lemah dibanding mata uang asing (dolar dan lainnya). Oleh karena itu wajar jika software-software dijual dengan harga tinggi dikarenakan faktor di atas.
Masalah pembajakan ini sebenarnya sudah pernah dijelaskan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid dalam fatwanya, namun berkenaan dengan masalah buku bajakan. Dalam syariat Islam, merugikan orang lain adalah hal yang haram dilakukan. Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa pembajakan ini dapat merugikan pihak perusahaan pembuat software. Mengenai masalah ini, terdapat ayat-ayat yang menyebutkan tentang larangan merugikan atau berbuat dzalim pada orang lain sebagai berikut:
وَلَا تَبْخَسُوا النَّاسَ أَشْيَاءَهُمْ وَلَا تَعْثَوْا فِي الْأَرْضِ مُفْسِدِينَ [الشعرآء، 26: 183].
“Dan janganlah kamu merugikan manusia pada hak-haknya dan janganlah kamu merajalela di muka bumi dengan membuat kerusakan. [QS. asy-Syu’ara (26): 183].
لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ [البقرة، 2: ٢٧٩].
“ … kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya” [QS. al-Baqarah (2): 279]
Selain itu terdapat hadis yang juga membicarakan tentang larangan merugikan orang lain, yaitu:
لَاضَرَرَوَلَاضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan (merugikan) diri sendiri dan tidak boleh pula membahayakan (merugikan) orang lain.” [HR. Ibnu Majah dari Ibnu Abbas]
Dari ayat-ayat dan hadis di atas, dapat dipahami bahwa pembajakan tidak dapat dibenarkan karena dapat merugikan perusahaan pembuat software.
Hukum Menggunakan Software Bajakan
Lalu bagaimana hukum menggunakan software bajakan? Membajak dan mencuri merupakan dua tindakan yang dapat merugikan orang lain dan pada saat yang sama menguntungkan pelakunya. Tentu hal ini tidak dapat dibenarkan.
Kemudian bagaimana dengan pembajakan software, apakah sama dengan pencurian? Jika dilihat sekilas, pembajakan tampak agak berbeda dengan pencurian, karena membajak tidak menghilangkan sesuatu dari pemiliknya, tetapi memperbanyak sesuatu tersebut. Namun Islam memandang bahwa segala sesuatu yang memiliki nilai kehartabendaan adalah harta, termasuk di dalamnya hak-hak atas sesuatu. Dalam hal ini software adalah sesuatu yang memiliki nilai kehartabendaan dan memiliki harga, meskipun tidak memiliki wujud yang nyata.
Pembuat software pun memiliki hak untuk melakukan segala hal atas kepemilikannya, sehingga apabila ada pihak lain yang ingin menggunakan software tersebut, ia harus mendapatkan izin dari pemiliknya (pembuat software). Selain itu, software merupakan karya hasil kerja keras pembuatnya, yang di dalamnya terkandung hak atas kekayaan intelektual. Penggunaannya harus seizin pemilik hak tersebut. Hak ini juga dilindungi oleh undang-undang, yaitu Undang-undang nomor 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Oleh karena pembajakan adalah penggunaan manfaat suatu benda tanpa seizin pemiliknya, maka membajak sama dengan mencuri izin menggunakan software. Dikatakan mencuri izin karena sebagaimana sudah diterangkan di atas pembajak melakukan suatu rekayasa sehingga seakan-akan mendapatkan lisensi/izin resmi dari pembuat software. Oleh karena itu menggunakan software bajakan tidak dapat dibenarkan dan harus dihindari.
Bagaimana jika software bajakan ini digunakan untuk bekerja mencari uang, yang di dalamnya masih harus ada usaha dan kerja serta tidak sekedar mencari keuntungan saja dari software bajakan ini? Masalah penggunaan software bajakan sebagai alat untuk bekerja dan menghasilkan uang dapat dibagi dalam rincian sebagai berikut.
Pertama, orang yang mendapatkan keuntungan murni dari pembajakan. Artinya, ia membajak suatu software, kemudian mengomersialisasikannya atau menjualnya kepada pihak lain, maka hasil penjualannya adalah haram. Sebagaimana analogi (qiyas) dari hadis tentang jual beli barang yang haram:
إِنَّ اللهَ عَزَّ وَجَلَّ وَرَسُولَهُ حَرَّمَ بَيْعَ الْخَنَازِيرِ وَبَيْعَ الْمَيْتَةِ وَبَيْعَ الْخَمْرِ وَبَيْعَ الْأَصْنَامِ.
“Allah Azza Wa Jalla dan rasul-Nya telah mengharamkan jual beli babi, bangkai, arak dan berhala” [HR. Ahmad dari Jabir bin ‘Abdullah].
Inti dari hadis di atas adalah Allah melarang manusia untuk menjual sesuatu yang haram. Hal ini juga dapat diterapkan pada penjualan software bajakan. Hukum keharaman jual beli babi, bangkai, arak dan berhala dapat diaplikasikan pada penjualan software bajakan, karena benda-benda tersebut memiliki hukum yang sama yaitu haram. Oleh karena itu uang hasil penjualan software bajakan adalah haram.
Kedua, orang yang menggunakan software bajakan untuk bekerja. Ia menggunakannya sebagai alat untuk bekerja, semisal dalam hal administrasi, desain, maupun sarana berkarya (menulis dan sebagainya), maka hasil yang didapat dari usahanya tersebut tetaplah halal. Larangannya hanya terdapat pada kegiatan pembajakannya, dan dosanya juga hanya ada saat membajak saja.
Wallahu a’lam bish-shawab
Rubrik Tanya Jawab Agama Diasuh Divisi Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tulisan ini pernah dimuat di Majalah SM Edisi 14 Tahun 2017