Pertanyaan:
Assalamu ‘alaikum wr. wb.
Dengan hormat, saya ingin bertanya, bagaimana hukumnya, jika kami mengambil kredit di bank untuk membayar ONH agar segera dapat nomor urut keberangkatan? Dengan pertimbangan bahwa, sulit kami mengumpulkan uang cash untuk mencukupi pembayaran ONH secara langsung. Jika kami mengambil kredit, lalu membayar uang muka ONH, maka sudah dapat nomor urut dan waktu keberangkatan.
Wassalamu ‘alaikum wr. wb.
Haidir Fitra Siagian (disidangkan pada Jum‘at, 28 Shafar 1439 H / 17 November 2017 M)
Jawaban:
Wa ‘alaikumussalam wr. wb.
Terima kasih atas pertanyaan yang saudara ajukan kepada kami. Pertanyaan yang hampir sama sudah pernah dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid 8 halaman153. Untuk lebih jelasnya kami uraikan di bawah ini.
Pada dasarnya, menunaikan ibadah haji itu tidak wajib hukumnya atas orang yang belum mempunyai istitha‘ah (kemampuan), sebagaimana firman Allah swt,
… وَلِلهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ … [ال عمران، “: ٩٧].
… Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah … [QS. Ali Imran, 3: 97].
Salah satu arti istita‘ah di sini adalah kemampuan dari aspek keuangan atau biaya perjalanan ibadah haji, yang lebih populer dengan istilah Ongkos Naik Haji (ONH) dan sekarang dikenal juga dengan Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH). Jadi jika seseorang belum mempunyai biaya untuk BPIH, maka tidak wajib hukumnya menunaikan ibadah haji. Oleh karena itu kami menganjurkan supaya tidak perlu berhutang hanya karena untuk mengerjakan sesuatu yang belum menjadi kewajiban. Apalagi jika hutang tersebut kepada bank atau siapa saja yang ada syarat harus membayar bunga.
Mengenai bunga bank, juga sudah pernah dimuat dalam Tanya Jawab Agama Jilid 8yang merupakan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah nomor 8 tahun 2006. Untuk lebih jelasnya kami uraikan di bawah ini:
Bunga (interest) adalah riba karena (1) merupakan tambahan atas pokok modal yang dipinjamkan. (2) tambahan itu bersifat mengikat dan diperjanjikan.
Riba itu haram. Dalil yang menunjukkan hukum riba itu haram ialah ayat al-Qur’an dan Hadis Rasulullah saw. Di antara ayat yang menunjukkan keharamannya adalah surat al-Baqarah (2): 275, sebagai berikut,
… وَأَحَلَّ اللهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا …
… padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba
Ayat-ayat lainnya antara lain terdapat dalam surat Ali Imran (3) ayat 130 serta surat ar-Ruum (30) ayat 39.
Adapun Hadis Rasulullah saw, antara lain riwayat Imam al-Bukhari dan Muslim,
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ اجْتَنِبُوا السَّبْعَ الْمُوبِقَاتِ قِيلَ يَا رَسُولَ اللهِ وَمَا هُنَّ قَالَ الشِّرْكُ بِاللهِ وَالسِّحْرُ وَقَتْلُ النَّفْسِ الَّتِي حَرَّمَ اللهُ إِلَّا بِالْحَقِّ وَأَكْلُ الرِّبَا وَأَكْلُ مَالِ الْيَتِيمِ وَالتَّوَلِّي يَوْمَ الزَّحْفِ وَقَذْفُ الْمُحْصَنَاتِ الْغَافِلَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ .
Dari Abu Hurairah (diriwayatkan) bahwa Rasulullah saw bersabda: Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan! Beliau ditanya; wahai Rasulullah, apakah perkara tersebut? Beliau berkata: Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa yang Allah haramkan kecuali dengan haq, memakan riba, memakan harta anak yatim, lari dari peperangan, menuduh seorang wanita mukmin yang suci dan baik berbuat zina [HR. al-Bukhari nomor 2560 dan Muslim 129, dengan lafal dari Muslim].
Wallahu a‘lam bish-shawab.
Sumber: Majalah SM Edisi 2 tahun 2019