Memaksimalkan Fundraising LAZ di Tengah Pandemi Covid-19

Memaksimalkan Fundraising LAZ di Tengah Pandemi Covid-19

Irvan Shafullah

Upaya lembaga-lembaga zakat untuk tetap bertahan dan membantu  masyarakat memang terus digencarkan. Hampir semua LAZ berupaya semaksimalkan mungkin untuk meningkatkan fundrasing dan juga memperlebar jangkauan pendistibusian walaupun di tengah pandemi covid 19. Berbeda memang dengan ramadhan ramadhan sebelumnya. Bulan ramadhan adalah bulan yang dirasa sangat‘mudah’ bagi amil amil LAZ yang melakukan fundraising, sebab di bulan inilah kesadaran masyarakat untuk beribadah terutama bersedekah dan membayar zakat sangatlah tinggi.

Hal itu senada dengan apa yang disampaikan oleh M Fuad Nasar, Direktur Pemberdayaan Zakat dan Wakaf Baznas, yang ramadhan tahun lalu BAZNAS menargetkan pengumpulan zakat sekitar 3,5 triliun dari target keseluruhan  sekitar 10 triliun. Bahkan sebagaimana dikutip dari hidayatullah.com pada (4/5/19), ada salah satu LAZ berbasis masjid yang mencatat penerimaan zakat di hari hari akhir ramadhan mencapai angka tertinggi 2 Milyar sehari. Tentu angka itu sangat fantastis bagi lembaga zakat yang berbasis masjid. Beda lagi tentunya dengan penerimaan yang diperoleh oleh LAZ setingkat nasional seperti Nurul Hayat, Baitul Mall Hidyatullah, Lazis Muhammadiyah, Lazisnu, Yatim mandiri dll, tentu akan melebihi itu.

Sayangnya, ramadhan ini tidak seperti ramadhan kemarin. Guncangan sosial ekonomi akibat pandemi covid 19 ini tidak hanya dirasakan oleh perusahaan atau UMKM yang biasanya menjadi mitra LAZ, tapi juga LAZ sendiri yang mengelola zakat infaq shodaqoh juga terdampak. Terbukti memang penerimaan donasi maupun ZIS di ramadhan ini agak menurun, atau sebagian stagnan dan ada juag yang bertambah sedikit demi sedikit. Padahal berbagai upaya termasuk program sudah diluncurkan semenarik mungkin. Sedangkan satu sisi, masyarakat dibawah/penerima hak (mustahiq) juga sudah menunggu peran LAZ dalam menyelesaikan masalah sosial ekonomi masyarakat di tengah pandemi covid 19 ini.  

Maka kiranya memang diperlukan startegi-strategi khusus untuk “closing” agar LAZ tetap dapat survive dan perannya dirasakan oleh masyarakat.

Empat Kuadran : Effort VS Closing

Dalam strategi marketing, setidaknya terdapat empat pilihan cara yang sangat menentukan produk kita dipilih atau tidak oleh konsumen. Dalam hal ini, konsumen adalah mereka yang mempercayakan pembayaran ZIS atau donasinya kepada kita selaku pengelola LAZ yang seterusnya kami sebut sebagai muzakki. Pertama, ada LAZ yang memiliki banyak tools (alat) dan juga sudah melakukan banyak upaya tapi sedikit sekali closing atau belum berhasil meyakinkan konsumen. Kedua, adalah mereka yang sedikit sekali melakukan upaya dan juga akhirnya belum berrhasil atau sedikit sekali mendapatkan kepercayaan. Ketiga, adalah mereka yang banyak sekali melakukan effort (upaya) tapi juga mendapatkan banyak closing atau kepercayaan dari masyarakat. Keempat, adalah mereka yang sedikit sekali melakukan effort tapi mendapatkan banyak closing atau mendapatkan kepercayaan dari masyarakat dengan berbagai syarat.

Kita sering dan sangat dekat sekali dengan cara LAZ yang ketiga dan keempat. Karakter ketiga biasanya di dilakukan oleh LAZ yang harus bersusah payah sejak awal untuk mengadakan tools dan melakukan berbagai upaya untuk mencapai target. Seperti promosi, sponsor dan lain lain, dan itu membutuhkan biaya yang tidak sedikit. Tapi itu sebanding dengan target yang dicapai. Sedangkan, karakter keempat yang biasanya tercermin dari pendapatan masjid/ takmir masjid atau lembaga lembaga yang sudah lebih dulu berdiri dan menjaga kepercayaan dari masyarakat. Biasanya untuk survive dan mencapai target, toolsnya sudah tersedia dan sudah ada tapi sedikit, targetnya juga sudah tercapai. Tapi biasanya masalahnya, dampaknya sering kali kurang dirasakan oleh masyarakat.

Tidak semua memang bisa dikelompokkan begitu saja sesuai empat kuadran diatas. Tapi minimal itulah yang mendekati dan seringkali kita rasakan biasanya sebagai pengelola LAZ.

Lantas kira kira apa jawaban yang tepat ? tentu semua akan memilih “Banyak Closing dan Sedikit Effort”. Dalam bahasa millenial, sedikit bekerja banyakin rebahan. Atau bahasa mudahnya, usaha minim hasil melimpah. Apa itu bisa? baiklah mari kita coba.

3 Prinsip Strategi Pemasaran

Tiga tahu lalu, saat mengawali bekerja sebagai amil. Saya sangat kelimpungan dan seringkali strees dalam menyelesaikan masalah. Apalagi harus memimpin dan merintis dari awal, tidak ada tools, SDM minim, kantor tidak ada, ndak punya backround di LAZ dll. Saya sadari itu adalah perjudian hidup yang sangat berat dan saya hampir putus asa. Perjudian yang saya maksud adalah kita belum bisa mengukur langkah dan upaya apa yang bisa dilakukan untuk mencapai target. Alhasil hanya berjalan saja, dan itu saya akui sangat berbahaya bagi perkembangan sebuah organisasi.

Tapi perlahan lahan akhirnya (kami sebagai tim) menemukan titik temunya. Setahun ini tim kami sangat menikmati bekerja di lembaga fundraising. Anggota kami, cukup empat orang ndak lebih. Kami juga sudah tidak lagi melakukan ‘perjudian’ dalam melangkah, semua terukur dan bisa dilihat progrees serta perkembangannya. Lalu apa kuncinya?

Kami menerapkan strategi yang tidak biasa memang dan terkesan ‘mendobrak’. Pertama adalah, Sensational Offer, penawaran yang selalu sensasional dan mampu membuat konsumen ‘klepek-klepek’. Apa cirinya? Aneh, inovatif, kreatif, belum ada sebelumnya (Amati, tiru, modifikasi) dan sampai pada esensi. Yang akhirnya itu menjadi ciri khas dan branding tersendiri bagi lembaga kami. Kedua adalah, Tecnology Solution  yaitu teknologi otomatisasi akan sangat membantu mempercepat proses konversi. Yang kedua ini, kita bisa melihatnya dari perubahan perilaku masyarakat yang biasanya bersedekah secara konvensional berubah ke arah digital fundaising. Semacam kitabisa.com, matahatimu dan platform lainnya. Ketiga, adalah based on data. Mau diakui atau tidak, hari ini data menjadi ‘mata uang baru’ yang menjadi penentu gerakan atau program kita, berhasil atau tidak. Tanpa basis data yang kuat, maka bisa jadi hari ini kita berkembang, besok kita menjadi lemah dan akhirnya tamat.

Amil adalah mereka yang sedang mencari Jodoh

Pertanyaan yang muncul sekarang bagaimana menerapkan strategi itu di tengah pandemi covid-19 seperti ini?

Ada banyak cara memang. Tapi kali ini saya akan mengutip salah satu strategi yang bisa jadi tepat untuk diterapkan dalam situasi ini, namanya Sofie Models. Hasil pembelajaran kami yang tergabung dalam affiliate pathership di salah satu lembaga trainer pengembangan diri yang dikemukakan oleh Ibu Sofie beatrix, seorang writerpreneur.

Pertama, Stalking calon anda. Perlu kiranya sebelum melangkah kita mengerti dulu demografi (usia, jenis kelamin, pendidikan, keuangan, status dan lainnya) calon customer kita. Juga daya interest yang meliputi kebutuhan, kesukaan, kebiasaan, hobby, gaya hidup dll. Cara stalkingnya, kita bisa mengamati kesukaan atau postingannya di media sosial, karakter foto profilnya, caranya membuat status. Atau jika kita mengenalnya, malah lebih bagus dan sangat terukur.

Perubahan pola hidup konsumen (Muzakki) saat ini sangat dipengaruhi oleh perubahan pola kerja, perubahan strategi bisnis, perubahan kebutuhan prioritas. Yang akhirnya mau tidak mau kita sebagai amil harus mampu berdaptasi dengan karakteristik ‘pasar baru’ ini. Kunci utamanya adalah kita mendengarkan permintaan konsumen (muzakki) dan kita mau untuk terus berdaptasi dengan produk dan strategi pendekatan marketing yang berubah ubah.

Kedua, buat strategi untuk akad. Kita bisa membagi muzakki kita dengan tiga fokus dan tentunya pendekatannya pun juga berbeda. Pertama adalah New customer (muzakki baru), yang baru mengenal lembaga dan program kita serta baru bergabung atau sekedar mengerti. Pendekatannya ada pada kekuatan ‘pedekate’ yang dilakukan oleh amil, termasuk memahami serta berempati kepada kebutuhan klien. Termasuk kebutuhan laporan keuangan, progres dan lain sebagainya. Termasuk kita bisa berkolaborasi dengan komunitas atau lembaga lain yang sama sama fokus dalam bidang ini. Kedua, exist customer adalah mereka muzakki yang sudah bergabung dengan kita dan menjadi donatur tetap. Pendekatan dan pelayanan yang harus ditingkatkan adalah fast response atau kecepatan merespon pertanyaan dan permintaan serta berbagi informasi. Amil siap sedia jika dimintai pertolongan dan membangun komunikasi yang erat dengan muzakki. Yang ketiga adalah mereka yang masuk dalam kategori viralmen.  Mereka inilah yang juga menjadi donatur tetap kita atau mereka yang berempati terhadap gerakan kita serta ikut pula menjadi influencer bagi program serta lembag kita. Dan bisa jadi ini profesinya bisa tidak kita sangka sangka. Pengalaman kami, ada yang hanya sebagai pedagang buah, penjual telur dan beras di pasar sampai pemain sepak boila profesional dan lain sebagainya. Mereka tidak hanya muzakki tapi juga ikut terlibat aktif mengkampanyekan kebaikan kepada orang orang disekitarnya. Tugas kita sebagai amil adalah menciptakan dan memviralkan testimoninya, dan menciptakan muzakki muzakki baru dalam kategori ini.

——-

Sebenarnya ada yang lebih penting dari sekedar pencapaian hasil fundrasing yang bersifat angka, Apa itu? Yaitu kepercayaan customer atau muzakki kepada kita dan lembaga kita. Kadang usaha atau effort yang saat ini sedang kita rintis untuk mrncapai target,  bisa saja hasilnya memang belum tampak. Tapi keberanian untuk memulai itulah kekuatannya. Kalau usaha saat ini yang kita bangun sudah banyak tapi hasil/ target belum maksimal. Bisa jadi kekuatannya ada pada ketekunan saja untuk menjalaninya. Atau bisa saja usaha dan target sudah sejalan, program sudah sejalan, branding sudah tercipta. Kekuatannya ada pada terus belajar dan mau melakukan adaptasi untuk mengimbangi perubahan.

Terakhir, apapun peran kita jangan pernah lupa melibatkan Allah dalam setiap urusan kita.

Irvan Shafullah, Lazismu Lamongan

Exit mobile version