Teks Putusan Tarjih
زَكَاةَ الْفِطْرِأِذَا غَرُبَتْ شَمْسُ آخِرِرَمَضَانَ وَكَانَ لَكَ سَاعَةٌ فَأَدِّ زَكَاةَ الْفِطْرِصَاعًا مِنْ طَعَامِكَ قَبْلَ الصَّلَاةِ طُهْرَةً لِصَوْمِكَ طُعْمَةً لِلْمَسَاكِيْنَ
بَادِرْ بِصَرْفِ زَكَاتِكَ عَلَى مُسْتَحِقِّيْهَاالثَّمَانِيَةِ …….. إِلَّا زَكَاةَ الْفِطْرفَاصْرِفْهَا عَلَى الْفُقَرَاءِ وَالْمَسَكِيْنِ وَلَا بَأْسَ أَنْ تُعَجِّلَ بِأِخرَاجِهَاقَبْلَ أَوَانِهَا
Zakat Fitri. Apabila terbenam matahari pada akhir Ramadhan, sedang kamu berkelapangan rezeki, maka keluarkanlah zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari bahan makananmu sebelum shalat Id, untuk membersihkan puasamu dan untuk makanan orang-orang miskin.
Segerakanlah keluarkan zakatmu kepada delapan golongan yang berhak menerimanya … adapun zakat fitrah, bagikanlah kepada orang-orang fakir dan miskin. Zakat itu boleh kamu keluarkan sebelum waktunya.
Teks Putusan Tarjih ini menjelaskan zakat fitri yang meliputi, pertama, kewajiban membayar zakat fitri, kedua waktu pembayarannya, yaitu ketika telah terbenam matahari akhir Ramadhan hingga sebelum melaksanakan shalat Id, tetapi boleh dipercepat sebelum waktunya, ketiga, orang yang mengeluarkan zakat fitri yaitu orang yang berkelapangan rezeki, keempat, kadar zakat fitri yang dibaharkan yaitu satu sha’ (2,5 kg), kelima, objek zakat fitri yaitu bahan makanan pokok, dan keenam, orang yang berhak menerima zakat fitri yaitu orang fakir dan miskin.
Pengertian Zakat Fitri
Zakatul fitri atau shadaqatul fitri, disebut zakat fitri karena merupakan zakat yang wajib dibayarkan karena berbuka (al-fithr) untuk mengakhiri puasa Ramadhan, sebagaimana hari raya yang menandai berakhirnya puasa Ramadhan disebut Idul Fitri. Disebut juga shadaqatul-fithri, karena perkataan shadaqah dalam terminologi syariah selalu dipakai dalam pengertian zakat.
Zakat fitrini diwajibkan pada tahun ke-2 Hijriyah, yaitu pada tahun diwajibkannya puasa Ramadhan, dan sebelum diwajibkannya zakat kekayaan (mal).
Dalil Wajibnya Membayar Zakat Fitri
Zakat fitri adalah wajib dilaksanakan berdasarkan dalil-dalil berikut.
1 Hadits Ibnu Umar ra
عَنِ ابْنِ عُمَرَ رَضِي اللهُ عَنْهُمَا قَالَ فَرَضَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ وَالذَّكَرِ وَاْلأُنْثَى وَالصَّغِيرِ وَالْكَبِيرِ مِنَ الْمُسْلِمِينَ وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلاَةِ [رواه البخاري]
Diriwayatkan dari Ibnu Umar ia berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau gandum atas budak, orang merdeka, laki-laki, wanita, baik kecil maupun besar, dari golongan Islam dan beliau menyuruh membagikannya sebelum orang pergi shalat Id. (HR al Bukhari)
Hadits dengan tegas menyatakan bahwa zakat fitri adalah wajib atas setiap orang Muslim besar atau kecil, laki-laki maupun wanita.
2 Hadits Abdullah ibn Umar ra
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَرَضَ زَكَاةَ الْفِطْرِ مِنْ رَمَضَانَ عَلَى كُلِّ نَفْسٍمِنَ الْمُسْلِمِينَ حُرٍّ أَوْ عَبْدٍ أَوْ رَجُلٍ أَوِ امْرَأَةٍ صَغِيرٍ أَوْ كَبِيرٍ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ
Diriwayatkan dari Abdullah Ibnu Umar ra bahwa Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri pada bulan Ramadhan atas setiap jiwa orang Muslim, baik merdeka ataupun budak, laki-laki ataupun wanita, kecil ataupun besar, sebanyak satu sha’ kurma atau gandum (HR Muslim)
Hadits ini menyatakan bahwa zakat fitri diwajibkan atas setiap orang Muslim.
3 Hadits Abu Sa’id al-Khudri ra
عَنْ أَبِيْ خُدْرِي يَقُوْلُ كُنَّانُخْرِجُ زَكَاةَ الْفِطْرِصَاعًامِنْ َطعَامٍ أَوْ صَاعًامِنْ تَمْرٍأَوْ صَاعًامِنْ أَقْطٍ أَوْ صَاعًامِنْ زَبَيْبٍ
Diriwyatkan dari Abu Sa’id al-Khudri ra ia berkata: Adalah kami mengeluarkan zakat fitri satu sha’ dari makanan pokok atau satu sha’ dari gandum atau satu sha’ dari kurma atau satu sha’ dari keu atau satu sha’ dari kismis (HR Bukhar dan Muslim)
4 Hadits Ibnu ‘Abbas
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ للهِ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلْصَائِمِ مِنَ لَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمِسْكِيْنِ مَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلاَةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ مَنْ أَدَّاهَا بَعْدَالصَّلَاةِ فَهِيَ الصَّدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra ia berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpuasa dari perkataan yang sia-saia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat Is, maka ia adalah zakat yang diterima, dan barang siapa yang menunaikannya sesudah shalat Id, maka itu hanyalah sekedar sedekah (HR Abu Dawud, Ibnu Majah, dan al-Hakim, dengan menyatakan: Hadits ini shahih menurut kriteria al-Bukhari, dan ad-Daruqutni mengatakan: Tidak terdapat seorangpun di antara perawi-perawi hadits ini orang yang cacat riwayat).
Hadits ini menegaskan bahwa tujuan diwajibkannya membayar zakat fitri, yaitu pada tingkatan perorangan sebagai upaya peningkatan kualitas spiritual melalui pembersihan diri dan pada tingkatan sosial sebagai ungkapan solidaritas melalui pemberian santunan terhadap orang miskin.
Orang yang Wajib Mengeluarkan Zakat Fitri
Yang wajib membayar zakat fitri itu tentu saja orang yang mampu membayarnya atau, menurut ungkapan Putusan Tarjih, yang berkelapangan rezeki, baik laki-laki, perempuan, dewasa, anak-anak. Dasarnya adalah pertama firman Allah:
لِيُنفِقْ ذُو سَعَةٍ مِّن سَعَتِهِ [الطلاق، 65: 7]
Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya (QS At-Thalaq (65) : 7)
Ayat ini merupakan perintah umum kepada orang berkemampuan untuk mengeluarkan sebagian dari hartanya termasuk mengeluarkan zakat. Dari ayat ini dipahami bahwa zakat fitri diwajibkan atas orang yang berkelapangan rizki (mampu).
Kedua, hadits saw dari Ibnu Umar ra dan Abdullah ibn Umar ra yang menyatakan bahwa zakat fitri itu diwajibkan atas setiap jiwa dari orang Muslim.
Dalam zakat fitri orang yang berkelapangan artinya orangyang pada malam hari raya Idul Fitri memiliki kelebihan dari kebutuhannya dan kebutuhan orang yang ditanggungnya. Semua mereka yang tidak mempunyai nafkah sendiri melainkan ditanggung oleh orang lain seperti anak kecil yang ditanggung ayahnya, orang lanjut usia yang ditanggung oleh kerabatnya atau wanita yang ditanggung oleh suaminya, zakat fitrinya dibayar oleh orang yang menanggung nafkahnya.
Anak yatim, piatu, dan anak miskin di panti asuhan tidak memiliki harta kekayaan dan mereka ditanggung nafkahnya oleh panti asuhan. Panti asuhan sendiri tidak memiliki kekayaan sendiri, karena biaya yang diperolehnya hanyalah sumbangan dari masyarakat. Bahkan tidak jarang pula panti asuhan merasa cukup berat menanggung pembiayaan anak asuhnya. Atas dasar itu maka anak-anak yatim, piatu atau miskin di panti asuhan itu tidak wajib dibayarkan zakat fitrinya.
Kadar Zakat Fitri yang Dibayarkan
Dalam hadits sebelumnya disebutkan bahwa zakat fitrah yang harus dikeluarkan untuk tiap-tiap kepala adalah minimal satu sha’ (2,5 kg) dari bahan makanan pokok atau uang seharga makanan tersebut. Putusan Tarjih menyatakan “…, maka keluarkanlah zakat fitrah sebanyak satu sha’ dari bahan makananmu sebleum shalat Id, …”
Orang yang Berhak Menerima Zakat Fitri
Bebeda dengan zakat harta, zakat fitri hanya disalurkan kepada fakir dan miskin dan tidak disalurkan kepada asnaf lainnya dari delapan asnaf zakat yang ada. Penyaluran zakat ke asnaf delapan beralaku untuk zakat harta. Dasar penetapan bahwa zakat fitri hanya disalurkan kepada fakir miskin saja adalah hadits Ibnu ‘Abbas yang intinya menyatakan bahwa zakat fitri itu diwajibkan selain sebagai pensucian terhadap orang yang berpuasa juga sebagai santunan terhadap orang miskin. Hadits dimaksud adalah,
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ فَرَضَ رَسُوْلُ للهِ زَكَاةَ الْفِطْرِطُهْرَةً لِلْصَائِمِ مِنَ لَّلغْوِ وَالرَّفَثِ وَ طُعْمَةً لِلْمِسْكِيْنِ …….
Diriwayatkan dari Ibnu Abbas ras ia berkata: Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitri untuk mensucikan diri orang yang berpusasa dari perkataan yang sia-sia dan kotor serta untuk memberi makan kepada orang-orang miskin… (Diriwayatkan oleh Abu Dawud, Ibnu Majah dan al-Hakim, dengan menyatakan: Hadits ini sahih menurut kriteria al-Bukhari, dan ad-Daruqutni mengatakan: Tidak terdapat seorangpun di antara perawi-perawi hadits ini orang yang cacat riwayat).
Sumber: Tuntunan Ramadhan Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah