Oleh: Nada Auliya Rahman
Sebagai manusia, mungkin kita sudah di takdirkan menjadi manusia sosial. Di satu sisi kita harus menghidupi diri sendiri namun di satu sisi kita juga harus bisa bersosial dengan orang lain dalam seluruh aspek kehidupan ini. Sebagai manusia sosial pun pasti kita menginginkan dipandang orang sebagai manusia yang berada, yang kita ketahui dengan penilaian standart seperti mempunyai harta yang melimpah, mobil yang banyak, baju yang bagus,tanpa memikirkan hal-hal yang lebih substansial tentang kebaikan orang itu dalam kehidupan kemasyarakatannya, ataupun ilmu yang di miliki seseorang.
Dalam pandemi COVID-19 yang sedang melanda ibu pertiwi bahkan meluas di seluruh belahan bumi ini, kita yang katanya makhluk sosial pun diuji seberapa sosialkah hati kita dan pikiran kita, seberapa pedulinya kita dengan orang yang sedang kesusahan disana, dan seberapa pedulinya kita kepada para dokter yang berjuang mati-matian untuk merawat pasien terdampak COVID. Kalau kita melihat stakeholder di negara kita, orang dapat menilai mereka secara objektif entah itu penilaian baik maupun penilaian buruk. Namun terlepas dari itu semua setidaknya kita harus tau, harus melihat bagaimana mereka dengan jerih payah melakukan tindakan yang bisa menyelamatkan rakyatnya dari pandemi tersebut. Kita sebagai rakyatnya pun sudah sepantasnya sadar diri, apa yang sudah kita lakukan untuk membantu mereka dalam mengurangi pandemi yang ada, bukan hanya banyak mengkritik nan menjatuhkan saja, tetapi hal apa yang sudah kita berikan untuk membantu mereka.
Berbicara tentang pandemi COVID, mungkin sebagian masyarakat Indonesia yang beragama Islam akan merasakan ada yang hilang dalam rangkaian ibadah ramadhan kali ini. Yang biasanya melakukan rangkaian ramadhan dengan ibadah teraweh, buka bersama, tadarus al-quran di masjid kini sudah tidak seramai biasanya, dan satu hal yang paling ditunggu oleh umat islam adalah lebaran. Sudah lama ormas-ormas islam membicakan tentang sholat Ied ini, apakah dimasa pandemi ini boleh dilakukan dirumah atau tidak.
Meskipun sudah diputuskan bahwa dianjurkan untuk melaksanakan sholat Ied di rumah tapi satu hal yang tidak akan hilang dari umat muslim di Indonesia adalah membeli baju lebaran (Dalam tradisi masyarakat Indonesia).
Sudah menjadi tradisi bagi umat islam di Indonesia dengan menggunkan baju baru saat lebaran datang, mereka berburu diskon lebaran sampai-sampai mereka pun tak memikirkan apa sebenarnya esensi yang di maksud baju baru itu. Surat kabar dan media elektronik pun sudah menyebarkan berita banyak sekali mall yang dibuka di saat pandemi ini, bahkan dengan santainya membiarkan masyarakat berkerumun tanpa protokol kesehatan yang ada. Ya, kita adalah manusia sosial yang lupa akan kesosialannya. Mungkin kita pernah bertanya, apa baju baru yang dimaksud dalam hari raya Ied itu? Apakah baju mahal yang di beli di mall terkenal, apakah itu gaun-gaun panjang yang di banggakan?
Idealnya sebagai umat islam tau, dalam al-Quran Allah SWT Berfirman dalam surat Al-A’raf ayat 26; Yaa banii aadama qad anzalnaa ‘alaikum libaasay yuwaariisau ‘aatikum wariisyaa, wa libaasut taqwaa zaaliika khaiir, zaalika min aayaatillaahi la’allahum yazzakkarun. Pakaian pun bisa di artikan dalam dua pembahasan yaitu pakaian lahirriyah dan batinniyah, lalu manakah yang dimaksudkan Allah dalam ayat tersebut. Tentunya ayat Allah SWT akan berhubungan dengan batinniyah seseorang.
Lantas, kita seharusnya dapat merenungkannya perilaku umat islam yang yang sedang terjadi saat pandemi ini dengan membeli dan memburu diskon yang ada di toko-toko baju dengan mengharapkan baju yang baru, namun meninggalkan rangkaian ibadah yang dapat memperkaya keimanan kita kepada Allah. Tentu itu merupakan perbuatan yang sangat merugikan bagi seorang muslim dengan mengabaikan ibadah ramadhan yang oleh Allah pun dijanjikan sebuah hari yang lebih baik dari 1000 bulan di sisi lain pasti akan meningkatkan ketakwaan seorang muslim tersebut.
Lantas bagaimana kita mendapatkan pakaiaan ketaqkawaan itu? Tentunya, di sisa bulan pembelajaran, bulan ampunan, dan bulan berkah ini kita bisa mendapatkan ketaqwaan yang di janjikan Allah dengan menjalan kan puasa, menunaikan zakat, dan melaksanakan qiyamul lail atau taraweh. Di sisi lain Allah SWT pun Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 183; Yaa ayyuhalladzina aamanuu kutiba ‘alaikumus-syiyaamu kamaa kutiba ‘alalladzina min qablikum la’allakum tattaqun. Allah pun telah mewajibkan kita untuk berpuasa dengan menahan hawa nafsu kita dari terbit fajar sampai terbenam matahari, agar kita dijadikan sebagai orang yang bertaqwa.
Kalau di hubungkan dengan pakaian hari raya kita maka sudah sepantasnya kita bisa menggunakan pakaian ketaqwaan itu bukan malah membeli pakaiaan baru yang di janjikan toko-toko baju tersebut tapi membeli baju ketaqwaan yang sudah di jual dan di janjikan oleh Allah, itu lah pakaian yang seharusnya kita kenakan dalam hari raya Ied.
Banyak-banyak merenung, hal apakah yang sudah kita lakukan untuk mencapai baju ketaqwaan di akhir ramadhan ini? Sudahkah pantas kita mendapatkan pakaian ketaqwaan yang sebenarnya? Introspeksi diri sendiri merupakan hal yang paling sentral untuk sekarang ini. Kita haru mrngingat pula, Allah juga Berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 197; Wa tazawwadu fainna khaira zaadi taqwa. Banyak perintah Allah SWT yang memerintahkan hambanya untuk menyiapkan bekal menuju kehidupan yang kekal, kehidupan akhirat adalah tujuan yang sebenarnya.
Oleh karna itu, marilah kita selaku manusia ciptaan Allah SWT mengikuti segala perintahnya, apalagi dengan masa injury time di bulan ramadhan ini marilah kita maksimalkan kembali apa yang kita butuhkan untuk mencapai kataqwaan di sisi-Nya, dan banyak-banyak merenung bisakah kita mendapatkan baju ketaqwaan yang telah dijanjikan Allah SWT dalam firman-Nya. Namun ketika kita menganggap sudahpantas dan bisa mendapatkan pakaian ketaqwaan Allah SWT jangan sampai kita melunturkan pakaian itu di bula-bulan setelah ramadhan.
Nada Auliya Rahman, Alumni Madrasah Muallimin Muhammadiyah Yogyakarta